MA Susun Rancangan Peraturan tentang Restorative Justice
Terbaru

MA Susun Rancangan Peraturan tentang Restorative Justice

Akan mengatur jenis tindak pidana yang dapat diterakan restorative justice. Uji publik penting dilakukan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro. Foto: Istimewa
Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro. Foto: Istimewa

Mahkamah Agung merasa perlu menyempurnakan pengaturan mengenai penerapan keadilan restoratif di lingkungan peradilan. Muncul pertanyaan di lapangan apakah restorative justice dapat diterapkan terhadap semua jenis tindak pidana. Sebuah Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) kini sedang dirancang untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Mahkamah Agung sebenarnya sudah punya Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif. Selama dua tahun terakhir ternyata banyak perkembangan yang terjadi, termasuk pandangan-pandangan kritis tentang konsep keadilan ini, sehingga perlu perbaikan regulasinya. Rancangan peraturan ini diharapkan menyempurnakan beleid yang sudah ada, dan jika sudah rampung, ia menjadi pedoman bagi hakim di seluruh Indonesia.

“Jadi, tegasnya (PERMA--red) itu akan menjadi pedoman bagi para hakim dalam menangani perkara tindak pidana,” tegas Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro di sela konferensi nasional ‘Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia dengan Keadilan Restoratif’, di Jakarta, Selasa(1/11/2022).

Andi menerangkan kemungkinan PERMA ini mengatur jenis-jenis tindak pidana yang dapat diselesaikan menggunakan pendekatan restorative justice. Selama ini, jangkauannya memang terbatas berdasarkan kriteria yang ditentukan. Para penyusun akan mempertimbangkan perkembangan yang terjadi dan masukan-masukan dari pemangku kepentingan. Kalaupun ada perubahan pengaturan, sosialisasi kepada masyarakat perlu dilakukan guna meningkatkan pemahaman mereka terhadap keadilan restoratif.

Rancangan, Andi melanjutkan, juga mengatur mekanisme penanganan perkara yang kemudian diusulkan untuk diselesaikan dengan restorative justice. Bagaimanapun, kepentingan berimbang perlu dikaji karena selama ini penerapan keadilan restoratif cenderung hanya mempertimbangkan kepentingan terdakwa. Menurut Andi, orientasi keadilan tidak hanya terhadap kepentingan tersangka/terdakwa, tetapi juga pemulihan korban. Keadilan restoratif adalah keadilan yang memulihkan keadaan, termasuk memulihkan kerugian yang dialami oleh korban. Ia berharap keadilan restoratif tak semata dilihat dari selesainya perkara secara formal di lembaga penegak hukum, tetapi juga “melahirkan perdamaian supaya menghilangkan perselisihan kedua belah pihak”.

Sejauh ini ada beberapa poin yang sudah disepakati. Misalnya jenis tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan restorative justice, yakni tindak pidana ringan, tindak pidana karena kelalaian, tindak pidana keluarga, dan tindak pidana lalu lintas. Andi mengakui ada gagasan agar tindak pidana di bidang Hak Asasi Manusia (HAM), dan korupsi dalam batas tertentu dapat menggunakan restorative justice. Cuma, usulan ini masih menuai polemik.

Baca juga:

Hakim Agung Kamar Pidana MA, Suharto, menambahkan penyusunan rancangan Perma sedang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja)Restorative Justice di Mahkamah Agung. Apabila rancangannya sudah rampung, Mahkamah Agung akan menggelar uji publik dengan mengundang para pemangku kepentingan. Tujuannya untuk mendapatkan masukan lagi, kemudian menyempurnakan draf PERMA. Penyamaan persepsi penting karena restorative justice juga dikenal sebelum perkara masuk ke pengadilan. “Selama ini masing-masing aparat penegak hukum mencoba mencocok-cocokan konsep restorative justice dengan aturan yang ada. Karena konsep keadilan restoratif lahir setelah aturan yang sudah ada, kemudian dicocok-cocokan. Tapi belum cocok,” ujarnya. Dia membeberkan, rancangan Perma restorative justice dibuat dalam empat bab dengan 34 pasal.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah berpandangan penerapan keadilan restoratif sangat relevan saat ini. Maka, konsep ini perlu didorong dalam pembaharuan sistem peradilan pidana di Indonesia. Perdebatan terkait keadilan restoratif dalam teori dan praktik perlu terus didalami untuk mendapatkan hasil dan kebijakan yang lebih bagus. “Harus ada penguatan mekanisme peradilan pidana untuk mendukung keadilan restoratif,” pungkasnya.

Tags: