MK: Syarat Jeda 5 Tahun bagi Mantan Narapidana Ikut Pilkada
Berita

MK: Syarat Jeda 5 Tahun bagi Mantan Narapidana Ikut Pilkada

Mahkamah tetap berpegang pada pertimbangan hukum Putusan MK No. 4/PUU-VII/2009. Dalam putusan ini, Mahkamah berpendapat masa tunggu harus diberlakukan kembali terhadap mantan narapidana yang akan mengajukan diri sebagai calon kepala daerah.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Indonesia. Foto: SGP
Gedung Mahkamah Konstitusi Indonesia. Foto: SGP

Mahkamah Konstitusi (MK) memberi syarat tambahan bagi calon kepala daerah yang berstatus mantan terpidana yakni harus menunggu masa jeda selama 5 tahun setelah melewati atau menjalani masa pidana penjara berdasarkan putusan yang telah inkracht. Demikian inti Putusan MK No.56/PUU-XVII/2019 yang mengabulkan sebagian permohonan ICW dan Perludem terkait uji Pasal 7ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).   

 

“Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” ucap Ketua Majelis MK Anwar saat membacakan Putusan MK No.56/PUU-XVII/2019 di ruang sidang MK, Rabu (11/12/2019). (Baca Juga: MK: Terpidana-Terdakwa Boleh Nyalon Kepala Daerah, Kecuali…)

 

Dengan demikian, Pasal 7 ayat (2) huruf g selengkapnya berbunyi: g. (i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa; (ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan (iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulangulang.  

 

Sebelumnya, ICW dan Perludem mempersoalkan aturan syarat mencalonkan diri sebagai kepala daerah yang berstatus terdakwa atau mantan narapidana dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada ini. Mereka menilai berlakunya pasal itu masih membolehkan orang yang berstatus mantan terpidana korupsi menjadi calon kepala daerah. Syaratnya, hanya menyampaikan pengumuman kepada publik bahwa dirinya mantan terpidana korupsi. Pasal itu masih membuka kesempatan calon kepala daerah yang berstatus mantan narapidana (korupsi) tanpa adanya syarat masa tunggu.

 

Mereka meminta tafsir syarat tambahan terhadap mantan terpidana (korupsi) yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dalam petitum permohonannya, Mahkamah diminta menyatakan pasal itu inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yangtelah mempunyai kekuatan hukum tetap; bagi mantan terpidana telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara; jujur atau terbuka mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan bukan pelaku kejahatan yang berulang-ulang. Baca Juga: MK Diminta Perketat Syarat Mantan Terpidana Nyalon Kepala Daerah

 

Mendahulukan kepentingan masyarakat

Mahkamah menilai calon kepala daerah yang pernah menjalani hukuman pidana, namun tidak diberi waktu cukup untuk beradaptasi dan membuktikan diri dalam masyarakat ternyata (bisa) terjebak kembali dalam perilaku tidak terpuji. Tak sedikit mereka mengulang kembali tindak pidana yang sama, dalam hal ini tindak pidana korupsi. Hal ini berakibat semakin jauh dari tujuan menghadirkan pemimpin yang bersih, jujur dan berintegritas.

 

Mahkamah melanjutkan syarat calon kepala daerah/wakil kepala daerah dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada ini terdapat dua kepentingan konstitusional yang keduanya berkait langsung dengan kebutuhan membangun demokrasi yang sehat. Dua kepentingan ini yaitu kepentingan hak konstitusional warga negara untuk dipilih dalam jabatan publik dan kepentingan masyarakat secara kolektif untuk mendapat calon pemimpin berintegritas yang diharapkan mampu menjamin pemenuhan hak konstitusionalnya atas pelayanan publik yang baik dan kesejahteraan yang dijanjikan oleh demokrasi dan dilindungi konstitusi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait