Sebuah langkah maju telah diambil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait metode pemilihan umum kepala daerah (pilkada) di Indonesia. MK baru saja memutuskan bila metode e-voting atau touch screen bisa diterapkan di pilkada-pilkada di Indonesia.
Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Mahfud MD menyatakan Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, konstitusional bersyarat. Pasal itu memang menyatakan pilkada dilakukan dengan cara pencoblosan. Namun, MK berpendapat pengertian ‘pencoblosan’ dalam pasal itu juga bisa diartikan dengan cara e-voting.
Mahfud menjelaskan daerah-daerah yang ingin menggunakan metode e-voting dalam penyelenggaraan pilkada harus memenuhi dua syarat kumulatif. Pertama, pelaksanaan pilkada itu tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Kedua, daerah tersebut sudah siap dari berbagai aspek. “Daerah itu harus sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia maupun perangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, serta persyaratan lain yang diperlukan,” sebut Mahfud membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Selasa (30/3).
Dalam pertimbangannya, MK mengaku tak mungkin membatalkan keseluruhan isi Pasal 88 UU Pemda. Pasalnya, bila ketentuan itu dibatalkan maka tidak ada dasar hukum lagi bagi daerah yang melaksanakan pilkada dengan cara pencoblosan. Padahal, tidak semua daerah siap melaksanakan pilkada dengan metode e-voting.
Putusan perkara ini memang sepertinya tidak terlalu sulit. Sikap Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang biasanya mati-matian mempertahankan ketentuan UU tak terlihat dalam perkara ini. Pada sidang sebelumnya, Staf Ahli Mendagri, Zudan Arief menyatakan pemerintah setuju saja bila ada daerah yang ingin menggunakan e-voting dalam pelaksanaan pilkada, asalkan SDM dan masyarakat di daerah yang bersangkutan sudah siap.