Payung Hukum Profesi Perencana Keuangan
Kolom

Payung Hukum Profesi Perencana Keuangan

Urgensi untuk diaturnya profesi perencana keuangan dalam peraturan perundang-undangan yang tersendiri adalah berdasarkan pada tiga kebutuhan.

Rio Christiawan. Foto: Istimewa
Rio Christiawan. Foto: Istimewa

Saat ini profesi perencana keuangan (financial planner) sudah bukan lagi menjadi profesi yang baru di tengah-tengah masyarakat urban dan perkotaan. Masyarakat yang pada umumnya berhubungan dengan profesi perencana keuangan adalah masyarakat dengan kelompok ekonomi menengah dan di atasnya. Masyarakat pengguna jasa perencana keuangan pada umumnya dengan tujuan mengelola dana baik tunai maupun non tunai yang dimiliki sehingga perencana keuangan memiliki tugas utama sebagai penasihat untuk funds disburshement bagi pengguna jasanya.

Dalam konstruksi hukumnya profesi perencana keuangan adalah profesi yang berbasis pada hubungan kesepakatan kontraktual dengan pengguna jasanya. Jika dirunut lebih lanjut profesi perencana keuangan adalah profesi yang dalam hubungan dengan pengguna jasanya dilandasi pada hubungan berdasarkan ikhtiar, dalam terminology civil law dikenal sebagai inspaning verbintenis sedangkan dalam terminologi common law dikenal berdasarkan best effort basis yang artinya dalam hubungan kontraktual dengan pengguna jasanya para perencana keuangan tidak memperjanjikan hasil tertentu.

Tugas utama perencana keuangan adalah memberikan nasehat dan saran terhadap pengelolaan dana yang hendak diinvestasikan melalui fungsi funding (simpanan dan investasi) lembaga keuangan (financial services) maupun memberikan pendampingan guna mendapatkan akses pada fungsi lending (pinjaman) pada lembaga keuangan, misalnya pendampingan dan saran untuk mendapatkan pinjaman atau melakukan restrukturisasi pinjaman. Artinya dalam hal ini sudah jelas bahwa objek utama dari hubungan kontraktual antara perencana keuangan dan pengguna jasanya adalah berupa saran maupun nasehat terhadap situasi konkret yang dihadapi pengguna jasanya baik pada sektor funding maupun lending.

Baca juga:

Secara hukum objek kesepakatan antara perencana keuangan dan pengguna jasanya adalah mutlak upaya terbaik, bukan merujuk pada satuan hasil, mengingat satuan hasil tersebut yang menentukan adalah lembaga keuangan meskipun biasanya pada klausula honorarium atau fee perencana keuangan memiliki kaitan dengan satuan hasil yang diharapkan pengguna jasa, misalnya klausul terkait success fee.

Dalam hal ini perlu ditegaskan jika objek kesepakatan merujuk pada satuan hasil misalnya menjamin permohonan restrukturisasi pinjaman yang diajukan pengguna jasa disetujui oleh lembaga keuangan, maka serta merta kesepakatan tersebut dapat dikatakan batal demi hukum, mengingat dalam konstruksi secara keperdataan tidak dapat dijamin apa yang bukan menjadi kapasitasnya.

Kualifikasi dan Perlindungan Pengguna

Dalam hal ini pengguna jasa perencana keuangan sebagai konsumen jasa dari perencana keuangan menjadi rawan atas tidak maksimalnya pemberian jasa dari perencana keuangan tersebut. Secara absolut dapat dikatakan bahwa dasar kesepakatan antara perencana keuangan dan pengguna jasanya adalah berdasarkan ikhtiar (usaha terbaik). Kondisi ini akan berpotensi merugikan pengguna jasa perencana keuangan karena dalam hukum perdata dikenal asas rebus sic stantibus yang artinya suatu perjanjian sah berlaku jika kondisinya masih sama seperti saat perjanjian itu dibuat, dalam hal ini misalnya kondisi inflasi, tingkat bunga yang senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Hal ini akan merugikan konsumen pengguna jasa keuangan.

Tags:

Berita Terkait