Pelajari Pemilu, Delegasi Tiongkok Kunjungi MK
Berita

Pelajari Pemilu, Delegasi Tiongkok Kunjungi MK

Ketua MK jelaskan perkembangan demokrasi di Indonesia.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pelajari Pemilu, Delegasi Tiongkok Kunjungi MK
Hukumonline
Delapan orang delegasi dari Tiongkok yang mengatasnamakan China Election Visitors menyambangi Mahkamah Konstitusi (MK). Difasiltasi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), kunjungan delegasi itu dalam rangka studi banding pelaksanaan Pemilu di Indonesia termasuk proses penyelesaian sengketa pemilu di MK.  

“Para aktivis demokrasi, pengacara, dan akademisi dari Tiongkok itu ingin mengetahui bagaimana proses penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia. Bagi mereka itu sangat menarik karena Indonesia negara kepulauan yang luas,” kata Ketua Bidang Program Perludem Lia Wulandari di Gedung MK, Senin (7/7)

Delapan delegasi Tiongkok itu adalah Prof Li Fan, Peng Tianyu, Prof Yuan Dayi, Prof Dayi, Prof Yin Limin, Prof Xiao Tangbiao, Prof Qiu Jiajun, Prof Sun Long, Prof Ren Bingqiang dan Jefri Phillips dari berbagai universitas di China. Diantaranya, Universitas Nanjing, Beijing University, Shanghai University, Univeritas Peking.     

Mereka sudah mempelajari penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia sejak dua tahun terakhir. Hasil studi para profesor ini disebut Perludem akan direkomendasi untuk pemerintah Tiongkok. Indonesia dipilih karena menurut para profesor itu, proses pemilu di Indonesia sangat demokratis.

Lia turut hadir dalam pertemuan yang diisi dengan sesi tanya jawab tersebut, para profesor itu melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Hamdan dengan menggunakan bahasa Tiongkok dibantu oleh seorang penterjemah.

Para profesor itu menyatakan telah mempelajari proses dan penyelenggaraan pemilihan langsung kepala daerah termasuk pileg dan pilpres di Indonesia selama 2 tahun. Mereka juga meneliti pelaksanaan pemilu di India dan Kamboja.

“Sengketa pemilu di Indonesia cukup banyak terjadi dalam berbagai pesta demokrasi. Menarik untuk dipelajari, MK sudah banyak memutuskan perkara sengketa hasil pemilu baik yang terjadi di pusat maupun daerah,” ujar Lia.

Usai kunjungan ini, delegasi ini akan melakukan pertemuan dengan lembaga penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, lembaga swadaya masyarakat dan Capres dan Cawapres. Mereka juga hendak mempelajari bagaimana proses demokrasi selama pelaksanaan Pilpres 2014 pada 9 Juli mendatang.

“Ini pesta demokrasi yang besar. Bagaimana sistem demokrasi dan pemilu dibangun sehingga membuahkan hasil yang diharapkan masyarakat,” katanya.

Dalam pertemuan itu, juru bicara delegasi dari Tiongkok Prof Li Fan menanyakan sengketa pemilu yang dapat diselesaikan MK.

Hamdan Zoelva mengatakan konstitusi dan peraturn perundang-undangan di Indonesia memberi kewenangan kepada MK untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU pusat maupun daerah. “Namun pelaksanaannya, bisa saja melebar, tetapi masih berhubungan dengan hasil pemilu, seperti perolehan kursi,” kata Hamdan Zoelva.

Hamdan juga menjelaskan ketika ditanya perkembangan demokrasi di Indonesia. Hamdan membandingkan demokrasi pemerintahan Soeharto selama 32 tahun dengan pemerintahan pascareformasi yang telah berlangsung selama 15 tahun ini. “32 tahun kepemimpinan Soeharto, demokrasi kurang diperhatikan. Banyak pengetatan dan pemerintahannya dianggap otoriter. Kebebasan dibatasi,” kata Hamdan.

“Sekedar perbandingan, pada masa Soeharto, parpol hanya tiga, kebebasan pers dikurangi. Kalau ada pers yang mengganggu, dicabut izinnya. Dulu acara rapat pertemuan harus dengan izin, sekarang boleh mengadakan rapat pertemuan tanpa izin,” bebernya.

Namun, masa reformasi tahun 1999 telah terjadi perubahan yang luar biasa baik perubahan dalam kehidupan sosial mengenai kebebasan pers dan HAM. Tal hanya itu, perubahan politik, kebebasan mendirikan parpol dan berpendapat yang sangat luar biasa.

Kini, menurutnya perkembangan demokrasi di Indonesia semakin teratur karena adanya kesadaran masyarakat yang luar biasa atas kebebasan. Hal ini tampak dari aksi-aksi demonstrasi yang semakin teratur dan berlangsung aman. “Saya yakin, ke depan, Indonesia akan menghadapi kebebasan yang lahir dari kesadaran,” katanya.
Tags:

Berita Terkait