Penelitian Hukum oleh Orang Asing
Berita

Penelitian Hukum oleh Orang Asing

Advokat asing yang bekerja di Indonesia malah wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma antara lain untuk penelitian hukum.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Adriaan Bedner orang asing yang melakukan penelitian hukum tentang Indonesia. Foto: SGP
Adriaan Bedner orang asing yang melakukan penelitian hukum tentang Indonesia. Foto: SGP

Pada awal Maret ini, Sebastian Pompe meluncurkan buku ‘Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung’. Ini adalah versi bahasa Indonesia disertasi pria asal Belanda itu.  Versi bahasa Inggris berjudul The Indonesian Supreme Court: a Study of Institutional Collapse, diterbitkan Cornell pada 2005.

Pompe bukan satu-satunya orang asing yang melakukan penelitian hukum tentang Indonesia. Adriaan Bedner, juga orang Belanda, selama 1992-1995, telah melakukan penelitian tentang peradilan administrasi di Indonesia. Hasil penelitian akademiknya akhirnya dituangkan dalam buku Administrative Courts in Indonesia, a Socio-Legal Study (The Hague: Kluwer International, 2003). Kini, karya Adriaan Bedner sudah bisa dinikmati versi bahasa Indonesia.

Daftar orang asing yang melakukan penelitian hukum tentang Indonesia bisa terus bertambah. Bidang yang dikaji pun bervariasi, termasuk masalah perkawinan dan perceraian.

Sebagian peneliti malah mengkaji putusan-putusan pengadilan Indonesia. Peluang untuk mengkaji putusan Mahkamah Agung secara akademik memang dimungkinkan. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 2 Tahun 2004 menegaskan peluang tersebut. Melalui SEMA ini, Mahkamah Agung memberikan izin kepada seluruh ketua pengadilan baik pertama maupun banding untuk memberikan salinan putusan untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

Tentu saja, bidang kajian peneliti asing bukan hanya hukum. Danielle Kreb, peneliti asal Belanda, misalnya, meneliti konservasi populasi ikan pesut air tawar. Jumlah peneliti asing untuk semua bidang sepanjang April 2000 sampai Desember 2006 mencapai 1.282 orang. Jepang, Amerika Serikat, dan Belanda adalah negara asal terbanyak peneliti asing yang melakukan kajian di Indonesia.

Naoyuki Sakamoto, peneliti senior luar negeri Japan External Trade Organization (Jetro), tercatat sebagai salah seorang warga negara Jepang yang mengkaji tentang hukum lingkungan di Indonesia. Visiting professor di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (2006-2008) ini menulis tentang Development of Environmental Law and Legal Reform in Indonesia. Bersama Prof Hikmahanto Juwana, Naoyuki Sakamoto menjadi editor buku ‘Reforming Laws and Institution in Indonesia: an Assessment’ (2007).

Terkait peneliti asing, pemerintah berkali-kali menerbitkan aturan yang bersifat prosedural. Pada era Orde Baru, ada Keputusan Presiden No 100 Tahun 1993 tentang Izin Penelitian Bagi Orang Asing. Dalam beleid ini tegas disebutkan orang asing dapat melakukan penelitian, termasuk survei dan ekspedisi ilmiah, di wilayah Indonesia setelah mendapat izin tertulis dari Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Setiap peneliti asing wajib memiliki sponsor, bahkan wajib bekerja sama dengan lembaga penelitian dan pendidikan di Indonesia sebagai mitra kerja (counterpart).

Setelah reformasi, pemerintah dan DPR menyusun kerangka acuan dan prinsip-prinsip dasar penelitian, termasuk penelitian di bidang hukum, yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2002. Setelah regulasi baru ini, mekanisme perizinan bagi peneliti berubah. Jika dulu izin diberikan Ketua LIPI, kini diberikan oleh Menteri Riset dan Teknologi. Untuk penelitian hukum, ‘izin’ dari lembaga hukum tempat penelitian berlangsung juga penting.

Sebelum memberikan izin, para pejabat berwenang melakukan penilaian atas objek perizinan dan sifat kerugian yang mungkin timbul akibat penelitian hukum. Penilaian bisa dilihat dari manfaatnya, hubungan dengan negara asal peneliti, politik, hankam, sosial budaya, agama, ekonomi, bahkan kelestarian lingkungan hidup. Persyaratan dan mekanisme perizinan bagi peneliti asing, termasuk penelitian hukum dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2006. Beleid ini bukan hanya memberikan acuan bagi orang perseorangan, tetapi juga bagi perguruan tinggi dan lembaga berbadan hukum asing yang hendak melakukan penelitian dan pengembangan di Indonesia.

Advokat asing yang bekerja di Indonesia malah dibebani ‘kewajiban’ opsional. Salah satunya memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk penelitian hukum atau pendidikan selama 10 jam kerja setiap bulan. ‘Kewajiban’ itu tertuang dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. M.11-HT.04.02 Tahun 2004 tentang Persyaratan dan Tata Cara Mempekerjakan Advokat Asing Serta Kewajiban Memberikan Jasa Hukum Secara Cuma-Cuma kepada Dunia Pendidikan dan Penelitian Hukum.

Sayang, hingga kini, tak ada data berapa avokat asing yang memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk penelitian hukum di Indonesia.

Tags: