Penetapan Operator West Madura Tuai Polemik
Utama

Penetapan Operator West Madura Tuai Polemik

Iress menuntut agar Blok West Madura Offshore diserahkan ke Pertamina 100 persen.

Oleh:
M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
DPR mendukung perpanjangan kontrak kerjasama wilayah<br> kerja West Madura Offshore (WMO). Foto: Sgp
DPR mendukung perpanjangan kontrak kerjasama wilayah<br> kerja West Madura Offshore (WMO). Foto: Sgp

DPR melalui Komisi VII mengapresiasi perpanjangan kontrak kerjasama Wilayah Kerja West Madura Offshore (WMO) yang menempatkan PT Pertamina (Persero) sebagai operator. Menurut anggota Komisi VII M Romahurmuziy, penempatan PT Kodeco Energy Co Ltd untuk mendampingi Pertamina merupakan langkah yang tepat. 

 

Ada tiga alasan mengapa Romy –sapaan M Romahurmuziy- mengatakan hal tersebut. Pertama, itu menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada kepentingan nasional. Kedua, sejalan dengan kepentingan memelihara iklim investasi yang kondusif di sektor migas karena pemegang saham lama yang teknologi dan kemampuannya proven dipertahankan.

 

“Ketiga, sejalan dengan upaya peningkatan lifting mengingat rencana komitmen investasi progresif Pertamina di lapangan tersebut sampai 2015 mendatang,” ujar politisi dari Partai Persatuan Pembangunan ini, Jumat (6/5).

 

Perpanjangan kontrak WMO sendiri menempatkan dua kontraktor yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT Kodeco Energy Co Ltd dengan komposisi saham 80 persen untuk Pertamina dan 20 persen untuk Kodeco. Menurut Romy, langkah Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh layak diberi apresiasi karena telah mengambil keputusan yang melegakan meski persoalan Blok WMO ini sempat diwarnai kontroversi.

 

Kendati demikian, Romy mengingatkan agar Pertamina dapat memanfaatkan kesempatan ini. Apalagi, penempatan perusahaan tambang milik negara itu sebagai operator di Blok West Madura tanpa melalui syarat apa pun. “Namun, sebagaimana operator migas lainnya, kalau Pertamina tidak bisa melakukan kegiatannya secara baik dan benar sesuai good mining practice maka akan dicabut. Kondisi ini sudah berlaku umum,” tegasnya.

 

Jika Pertamina menguasai 100 persen saham di West Madura, diperkirakan signature bonus yang diterima pemerintah sekitar Rp900 miliar. Belum lagi dengan peluang keuntungan di balik target produksi 20 ribu barel per hari, selama minimal 20 tahun. Dengan harga minyak  dunia rata-rata AS$90 per barel, maka akan didapat penjualan minyak Rp120 triliun.

 

Seperti diketahui, Kontrak Blok West Madura akan habis pada 7 Mei 2011. Kontrak ini ditandatangani pada 7 Mei 1981 untuk masa 30 tahun. Persoalan pengelolaan Blok West Madura menjadi kisruh ketika akhir Maret lalu, Kodeco dan CNOOC mengalihkan masing-masing separuh kepemilikan sahamnya kepada investor lokal, PT Sinergindo Citra Harapan (SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI).

 

Meski perpanjangan kontrak belum disetujui, pemerintah justru menyepakati pengalihan saham tersebut.  Aksi pengalihan saham ini kemudian menjadi pertanyaan Pertamina, yang sejak dua tahun lalu ingin memperluas porsi kepemilikan sahamnya. Bahkan, Darwin dan BP Migas sempat dilaporkan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Keduanya dituduh melakukan penunjukan langsung terhadap SCH dan PLI.

 

Curiga

Meski mendapat tanggapan positif dari DPR, langkah pemerintah ini tetap dikritik Marwan Batubara. Dia menuntut agar Blok WMO diserahkan kepada Pertamina 100 persen. Menurutnya, tidak ada ketentuan dalam joint operating agreement (JOA) WMO yang mewajibkan Indonesia untuk memperpanjang kerjasama dengan Kodeco. Apalagi, Pertamina telah menyampaikan permintaan untuk mengelola WMO 100 persen dengan komitmen produksi 30 ribu barel per hari (bph).

 

“Diberinya 20 persen saham pada Kodeco, berarti pemerintah melalui Pertamina  kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan sebesar AS$2.185 miliar,” ujarnya ketika dihubungi hukumonline.

 

Marwan menjelaskan pemerintah kehilangan kesempatan untuk memperoleh bonus tanda tangan 20 persen saham Kodeco di NWO setara dengan AS$440 juta. Hal ini diperoleh dengan membandingkan dengan bonus tanda tangan ONWJ yang nilainya AS$ 280 juta untuk pemilikan saham sebesar 16,5 persen.

 

Terkait permintaan Gubernur Jawa Timur (Jatim) agar Pemda memperoleh 49 persen saham WMO, Marwan menganggap hal ini tidak sejalan dengan ketentuan PP No 34 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Menurutnya, permintaan itu rawan terhadap ikutnya penumpang gelap yang akan merugikan negara dan Pemda Jatim.

 

“Saya yakin pemerintah mengetahui soal ini semua, hanya saja tidak mau dijalankan secara optimal. Ini mejadi kecurigaan kami,” tandasnya.

 

 

Tags: