Anggota Fraksi Partai Golkar Nurhayati Yasin mengatakan RUU Perkebunan telah mengakomodir kepentingan dari pekebun di seluruh Indonesia. Ditambahkan pula oleh Nurhayati bahwa RUU tersebut akan menjadi dasar hukum yang menjamin penggunaan lahan.
Nota keberatan
Meski disetujui oleh sembilan fraksi di DPR, namun satu orang anggota Dewan mengajukan nota keberatan (minderheidsnota) terhadap pengesahan RUU tersebut. Sayuti Rahawarin, anggota Fraksi Daulatul Ummah, menilai bahwa beberapa pasal dalam RUU Perkebunan masih perlu disempurnakan.
"Dalam aturan peralihan, saudara Menteri Pertanian harus merekomendasikan kepada Badan Pertanahan atau instansi yang terkait untuk membatalkan HGU (Hak Guna Usaha, red) apabila penggunaan tanah oleh perkebunan tersebut melebihi HGU yang diberikan. Ini paling banyak terjadi di seluruh Indonesia," papar Sayuti yang disambut dengan tepukan dan sorak kelompok petani.
Pasal lain dalam RUU Perkebunan yang, menurut Sayuti, masih perlu disempurnakan adalah Pasal 9 ayat (1) tentang perizinan Hak Guna Bangunan. Menurutnya, dengan dimungkinkannya pelaku usaha perkebunan mendapatkan HGB di samping HGU berpotensi adanya pengalihan fungsi tanah perkebunan menjadi perumahan.
Menteri Pertanian Bungaran Saragih sendiri menyatakan menyambut baik disetujuinya RUU Perkebunan menjadi undang-undang. Dengan adanya UU Perkebunan, Bungaran memprediksi bahwa pada 2010 ekspor dari sektor perkebunan akan mencapai AS$8-AS$9 miliar.
Belasan orang yang mewakili kelompok petani yang menamakan Serikat Petani Pasundan (SPP) dan Koalisi Rakyat Tani Indonesia Menolak RUU Perkebunan (Koalisi Rakyat Tani), tak mampu menahan kekecewaannya setelah sembilan fraksi di DPR menyatakan setuju untuk mengesahkan RUU Perkebunan menjadi undang-undang.
Kedua kelompok petani itu menuding RUU Perkebunan akan banyak merugikan rakyat, terutama petani. Dalam surat terbuka yang ditujukan pada pimpinan dan anggota DPR, SPP menyebutkan RUU tersebut secara materiil mendorong adanya perluasan usaha di bidang perkebunan, yang berimplikasi pada peluasan penguasaan tanah negara oleh pihak badan usaha.
Sementara, Koalisi Rakyat Tani menilai RUU Perkebunan sangat bertentangan dengan semangat pembaharuan Undang-undang Pokok Agraria dalam TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Atas dasar itu, mereka meminta pemerintah dan DPR untuk tidak mengesahkan RUU Perkebunan.
Sementara, sembilan fraksi di DPR melalui juru bicaranya masing-masing mendukung disahkannya RUU Perkebunan menjadi undang-undang. Juru bicara dari Fraksi Reformasi DPR, Antoni Amir mengatakan bahwa RUU Perkebunan menyederhanakan proses perizinan usaha di bidang agraria sehingga dapat menarik investor.