Peran dan Tantangan Perempuan dalam Penegakan Rule of Law
Utama

Peran dan Tantangan Perempuan dalam Penegakan Rule of Law

Perempuan memiliki peran penting memberi kontribusi tegaknya negara hukum. Meski demikian, terdapat sejumlah tantangan bagi perempuan seperti minimnya keberpihakan hukum untuk melindungi perempuan di sebagian aspek yang masih sangat lemah.

Oleh:
CR-28
Bacaan 4 Menit

"Sebenarnya keinginan dari hadirnya affirmative action, representasi 30% perempuan di parlemen bermaksud untuk memperbaiki sistem yang diskriminatif ini. Tetapi sampai saat ini keterwakilan perempuan belum memberi kontribusi signifikan dalam perubahan struktur masyarakat atau sistem hukum yang tidak biased gender,” beber Guru Besar Hukum Internasional itu.

Disamping itu, kata dia, dalam tataran penegakan hukum, aparat penegak hukum mayoritas masih didominasi oleh laki-laki seperti pada kepolisian. Meski kini mulai banyak perempuan yang memegang jabatan tinggi pada instansi terkait, tetap sebagian besar laki-laki dan faktanya pemahaman teknik wawancara yang peka gender juga masih amat minim.

Selanjutnya pada konteks narapidana perempuan juga kerap berada pada risiko kekerasan seksual dan bentuk-bentuk pelecehan lainnya. Di Indonesia sendiri ditemukan banyak kasus pelecehan seksual yang berhenti pada penderitaan perempuan saja. “Ini yang harus disempurnakan dan menjadi tantangan yang harus dipecahkan bersama dalam kerangka penegakan rule of law.”

Memang dalam menegakkan supremasi hukum dan akses yang sama terhadap keadilan untuk semua, membutuhkan pendekatan peka gender yang mengakui dan memperbaiki diskriminasi serta ketidaksetaraan struktural. Hal ini membutuhkan proses yang tidak semudah membalikkan telapak tangan, hukum dapat menjadi alat untuk merubah itu. “Disinilah keterlibatan perempuan secara langsung dalam perumusan hukum tersebut menjadi amat penting.”

Untuk diketahui, Indonesia menempati posisi keenam diantara negara ASEAN atas keterwakilan perempuan di parlemen. Terdapat peningkatan yang cukup signifikan dimana pada Pemilu 2019 lalu keterwakilan perempuan di parlemen mencapai angka tertinggi dengan presentase 20,5%. "Ini cukup bagus meski belum mencapai 30%. Yang menjadi problem, apakah kehadiran perempuan di parlemen telah menunjukkan keberpihakan terhadap perempuan sebagaimana diharapkan? Karena sebagian besar masih under control dari kelompok laki-laki."

Menurutnya, terdapat banyak aturan hukum internasional yang mengatur perihal kepemimpinan dan partisipasi politik perempuan yang menjadi global norms and standards. Seperti UN General Assembly resolution on women's political participation (2011); UN General Assemly resolution on women's political participation (2003); UN Economic and Social Council resolution 1990/15; Beijing Platform for Action; dan Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women.

"Demikian juga ada upaya menyudahi kekerasan terhadap perempuan dan woman’s economic empowerment, sudah ada aturan norma dan standarnya yang telah banyak diratifikasi Indonesia. Namun tantangannya masih banyak bagi perempuan untuk mewujudkan tegaknya rule of law di negeri ini," tutupnya.

Tags:

Berita Terkait