Perempuan Inginkan Presiden yang Berpihak
Berita

Perempuan Inginkan Presiden yang Berpihak

Koalisi Perempuan membuat sepuluh kriteria capres-cawapres.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah. Foto: Sgp
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah. Foto: Sgp
Bagaimana perempuan pada umumnya memandang presiden mendatang yang ideal? Pendapat semua orang tentu saja tidak sama. Semua tergantung pandangan personal. Agar tak salah pilih, koalisi organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengadvokasi isu perempuan lebih memilih presiden baru yang berpihak kepada perempuan.

Koalisi membuat 10 kriteria yang layak dipertimbangkan. Menurut Anis Hidayah, Direktur Eksekutif Migrant Care yang menjadi anggota Koalisi, kriteria melihat pada realitas belum terpenuhinya hak-hak dasar perempuan. Sekadar contoh, angka kematian ibu melahirkan pada 2012 mencapai 359 kematian per 100 ribu. Jumlah itu meningkat 57 persen dibanding tahun 2007. Melansir data Komnas Perempuan tahun 2013, ada 2.521 kasus kekerasan seksual. Dari jumlah tersebut 840 kasus perkosaan dan 780 pencabulan.

Angka-angka itu, kata Anis, menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah selama ini terhadap perempuan. “Setiap hari ada 35 perempuan dan anak menjadi korban kekerasan seksual,” katanya dalam jumpa pers di Media Center KPU Jakarta, Jumat (6/5). Ada sepuluh kriteria yang diusung koalisi.

Pertama, capres-cawapres yang berperspektif adil gender dan pluralis memiliki komitmen memenuhi hak-hak dasar warga negara seperti perumahan, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, kepemilikan dan pengelolaan tanah. Kedua, menegakan supremasi hukum dan patuh pada konstitusi. Ini bisa dilihat dari komitmen capres-cawapres untuk membangun sistem hukum yang berkeadilan gender. Presiden baru perlu menuntaskan revisi sejumlah regulasi seperti KUHP, UU Perkawinan, UU Perlindungan Anak, serta RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), RUU Perlindungan PRT, dan mendukung adanya UU Antikekerasan Seksual.

Ketiga, capres-cawapres berkomitmen menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), bersih, partisipatif, transaparan dan akuntabel. Kriteria itu harus diikuti komitmen bersih dari korupsim menempatkan personil berbasis kapasitas, partisipasi substantif perempuan dalam menentukan arah kebijakan dan menjalin kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil.

Keempat, capres-cawapres berkeadilan gender dan pluralis berkomitmen mengarusutamakan gender dan pemberdayaan perempuan. Ini dapat digulirkan lewat kebijakan dan penganggaran secara partisipatif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Juga memperkuat Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak sebagai leading sector, serta memiliki komitmen memperkuat Komnas Perempuan dan KPAI.

Kelima, menghormati dan berkomitmen pada keberagaman seperti perbedaan jenis kelamin, agama, suku, etnis kepercayaan, budaya, seksualitas, adat, kelompok marjinal dan difabel. Keenam, memiliki rekam jejak bersih dari pelanggaran HAM, perempuan dan anak. Ketujuh, menghormati, memenuhi, melindungi dan memajukan HAM.

Kedelapan, berkomitmen menggunakan pendekatan dialogis dalam penyelesaian konflik dengan mendorong keterlibatan perempuan dalam resolusi konflik dan perdamaian. Kesembilan, memiliki rekam jejak bersih dari perusakan lingkungan. Kesepuluh berkomitmen memenuhi kesejahteraan di wilayah terpencil dan perbatasan.

Anis menilai kedua pasang capres-cawapres punya program yang fokus untuk perempuan. Misalnya, Prabowo Subianto-Jusuf Kalla (Prabowo-JK) punya program penghapusan perdagangan orang karena sebagian besar korban adalah kaum perempuan. Namun, ia mengkritik program Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang diusung Prabowo-Hatta. Menurut Anis program itu merupakan kebijakan yang pernah dilaksanakan di masa orde baru.

Alih-alih memberdayakan perempuan, program PKK menurut Anis membatasi ruang gerak perempuan. Sebab, lewat program itu kaum perempuan hanya diarahkan untuk mengurus rumah tangga. Menurutnya, program itu sudah tidak sesuai dengan perkembangan demokrasi yang ada di Indonesia. Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusannya menegaskan keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen.

Untuk pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) Anis melihat program khusus untuk perempuan yang diusung diantaranya pengarusutamaan gender dan legislasi yang berkaitan dengan hak-hak perempuan.

Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Perempuan dan Politik (Ansipol), Yuda Irlang, berpendapat kaum perempuan hanya bisa berharap pada pasangan capres-cawapres untuk membawa perubahan. Merujuk hasil Pemilu Legislatif (Pileg) lalu, ia melihat para calon legislatif (caleg) yang terpilih kurang berkomitmen memperjuangkan hak-hak perempuan.

Yuda khawatir kualitas legislatif ke depan lebih buruk ketimbang sekarang. Padahal, kinerja parlemen saat ini bisa dikatakan kurang memuaskan, terutama terkait legislasi. Oleh karenanya, penguatan terhadap kaum perempuan harus dilakukan dengan mendorong 10 kriteria itu kepada capres-cawapres.

Ia berharap ke depan, partisipasi kaum perempuan di bidang politik semakin meningkat dan kuat. Segala pelayanan yang digulirkan pemerintah bermula dari kebijakan. Jika perempuan absen dalam merumuskan kebijakan maka kaum perempuan semakin termarjinalkan. “Harapan besar hanya pada capres-cawapres yang berpihak agar perempuan bisa maju,” tukas Yuda.
Tags:

Berita Terkait