Peringatan Bagi Pemberantasan Korupsi
Editorial

Peringatan Bagi Pemberantasan Korupsi

Perlu ada kemauan politik yang kuat dari eksekutif, yudikatif dan legislatif untuk membangun pemberantasan korupsi agar pencegahannya menjadi lebih baik.

Oleh:
RED
Bacaan 3 Menit
Peringatan Bagi Pemberantasan Korupsi
Hukumonline

Tahun 2020 menunjukkan wajah suram bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Skor Indeks Perspesi Korupsi atau Corruption Perception Index Indonesia jeblok tiga poin, menjadi 37 poin dari 40 poin di tahun sebelumnya. Ranking Indonesia pun jauh jika dibandingkan tahun 2019. Turun tiga poin di 2020 menempatkan Indonesia pada ranking 102, padahal pada 2019 Indonesia berada di ranking 85 dengan 40 poin. Ini harusnya menjadi peringatan keras bagi seluruh bangsa Indonesia. 

Dari tiga sektor yang dinilai dalam IPK ini, dua mengalami stagnan dan penurunan skor. Sektor yang mengalami penurunan skor adalah politik dan demokrasi, sedangkan sektor ekonomi dan investasi mengalami stagnansi. Satu sektor lainnya, penegakan hukum mengalami kenaikan sebagaimana tergambar juga dalam Rule of Law Index 2020 yang dikeluarkan Bank Dunia.

Apapun alasannya, penurunan skor ini tidak bisa dibiarkan atau dimaklumi begitu saja. Kondisi pandemi Covid-19 bukan alasan untuk mengabaikan tata kelola yang baik dan menurunkan pengawasan terhadap perilaku koruptif. Peningkatan IPK harus tetap diprioritaskan melalui berbagai kebijakan strategis dengan mempermudah pelayanan baik sisi ekonomi dan investasi maupun politik dan demokrasi. Praktik suap dalam berbisnis harus segera hilang. Perlu ada kebijakan prosedur yang jelas dan akuntabilitas dana publik.

Para pemangku kepentingan perlu segera meminimalisasi penyalahgunaan sumber daya publik. Profesionalisme aparatur sipil tetap harus dijaga. Jangan sampai karena nafsu koruptif membenarkan niat politisi untuk mengabaikan sistem merit sebagaimana terkesan dari gagasan pembubaran KASN. Praktik suap dan pembayaran ekstra harus benar-benar dihilangkan pada layanan-layanan publik.

Para pemangku kepentingan harus bergandengan tangan. Potensi korupsi politik baik di eksekutif, yudikatif hingga legislatif sehingga memperngaruhi kebijakan publik juga harus segera diberantas. Penanganan kasus korupsi harus juga dilakukan hingga ke akarnya hingga tuntas. Di lingkungan yudikatif, komitmen pada pemberantasan korupsi juga harus tertanam kuat, jangan berlindung di balik independensi untuk memberikan korting hukuman bagi pelaku korupsi. Bila perlu, pemberian hukuman dibarengi dengan pemiskinan terhadap para pelaku korupsi. Penegakan hukum dan HAM perlu terus diprioritaskan dan menjadi pegangan.

Tahun 2020 merupakan tahun awal pelaksanaan UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sejak awal beragam kelompok masyarakat sudah menyuarakan kekhawatiran bahwa revisi akan melemahkan pemberantasan korupsi. Toh, para pembentuk undang-undang tetap bergeming. Pelaksanaan awal UU yang baru direvisi itu menjadi bukti bahwa penanganan korupsi maupun pencegahan sesuai bunyi UU belum berjalan maksimal. Pemerintah harus segera mencari jalan keluar dari polemik ini. Jangan sampai skor IPK Indonesia terus terpuruk sehingga jeblok dalam lumpur yang sama.

Di sisi lain, perlu adanya politik kepentingan yang kuat dari eksekutif, yudikatif dan legislatif untuk membangun pemberantasan korupsi hingga pencegahannya menjadi lebih baik lagi. Bila perlu, ada ketegasan dari para pengambil kebijakan agar hal ini dapat berjalan lebih baik lagi. Kerja-kerja membangun skor IPK menjadi lebih baik bukan hanya kerja aparat penegak hukum saja, tapi seluruh pemerintahan hingga lembaga pengambil keputusan lainnya di Indonesia.

Tentu saja, politik dan demokrasi perlu menjadi perhatian. Jangan karena ingin menggenjot pertumbuhan ekonomi, kita lupa memperbaiki rumah politik dan demokrasi. Korupsi adalah kejahatan yang berhubungan dengan kekuasaan alias politik. Korupsi melibatkan pengurus partai politik, yang teranyar kasus bansos yang menjerat eks Mensos Juliari Batubara dan kasus suap izin ekspor benih lobster yang melilit eks Menteri Kelautan Perikanan Edhy Prabowo misalnya, sangat berbahaya bagi kehidupan bernegara. Transparansi partai politik, sistem kaderisasi, dan penguatan demokrasi di level kepengurusan parpol sangat penting dilakukan.

Tags:

Berita Terkait