Polisi dan Jaksa Diusulkan Masuk Lembaga Pengawas Pemilu
Berita

Polisi dan Jaksa Diusulkan Masuk Lembaga Pengawas Pemilu

Ketua Bawaslu berpendapat jika memang aparat polisi dan jaksa dilibatkan dalam lembaga pengawas, maka personil yang dikirim harus yang kompeten.

Oleh:
Sam
Bacaan 2 Menit
Polisi dan Jaksa Diusulkan Masuk Lembaga Pengawas Pemilu
Hukumonline

Melanjutkan proses pembahasan revisi UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, Selasa (20/4), Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam rapat dibahas beberapa topik penting seperti eksistensi lembaga pengawas hingga gagasan tentang pelibatan unsur Kepolisian dan Kejaksaan dalam lembaga pengawas.

 

Anggota Panitia Kerja Eddy Mihati Wibowo mengatakan gagasan ini muncul dengan tujuan agar pengawasan pemilu berjalan lebih efektif. Pengawasan dimaksud meliputi juga penanganan perkara pelanggaran ataupun tindak pidana pemilu. Pada Pemilu 2009 lalu, penanganan kasus pemilu memang tidak optimal karena temuan Bawaslu kerap dimentahkan oleh Kepolisian. Padahal, kedua instansi tergabung dalam Sentra Gakumdu yang bertujuan mengoptimalkan koordinasi dalam penanganan kasus pemilu.

 

Kolega Eddy, Djufri berpendapat, pelibatan institusi Polri dan Kejaksaan bisa menjamin penegakan hukum. “Namun bagaimana sistemnya, personil polisi dan jaksa yang akan dimasukkan dalam panwas (panitia pengawas) nanti, bisa dengan di-BKO-kan atau dengan sistem yang lainnya,” tambah Djufri.

 

Menanggapi, Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengatakan gagasan pelibatan aparat polisi dan jaksa dalam lembaga pengawas perlu dikaji lebih dalam. Gagasan ini pun, lanjut Hidayat, tidak baru karena pernah diterapkan pada Pemilu 2004. Namun, pengalaman 2004, aparat polisi dan jaksa yang ditugaskan di lembaga pengawas ternyata bukan orang yang kompeten. “Misalnya dari Kepolisian bukan dari reserse kriminal,” dia mencontohkan.

 

Seharusnya, Polri dan Kejaksaan mengirim orang-orangnya yang berkualitas agar kerjanya optimal. “Faktanya yang dikirim justru hanya intelkam atau hanya untuk mengawas-awasi kami. Dan untung bukan dari Polantas.” ungkap Hidayat.

 

Apabila benar-benar ingin diterapkan, Hidayat berharap ada aturan yang jelas dan terperinci. “Jika memang akan diatur nanti maka syarat dari divisi mana polisi dan jaksa itu diambil haruslah diatur secara jelas. Harus dari divisi reskrim, misalnya untuk Kepolisian,” paparnya lagi. Hal penting lainnya, menurut Hidayat, harus diantisipasi agar personil polisi atau jaksa yang dikirim ke lembaga pengawas bukan dijadikan celah untuk intervensi.

 

Di luar itu, Anggota Bawaslu Wahidah Suaib Witoeng memberi masukan soal sifat kelembagaan lembaga pengawas di pusat maupun daerah. Konsep yang diusulkan Wahidah sebenarnya telah diatur dalam UU No 22 Tahun 2007, Pasal 70 ayat (2) dan (3). “Masalah kelembagaan, Bawaslu di tingkat pusat haruslah tetap permanen. Tingkat daerah, (bisa) dibentuk adhoc,” ujarnya.

Tags: