Potret Penegakan Hukum Kala Pandemi Covid-19
Lipsus Lebaran 2020

Potret Penegakan Hukum Kala Pandemi Covid-19

Pelanggaran disiplin penerapan PSBB didominasi tidak menggunakan sarung tangan dan masker merata di berbagai daerah. Sementara angka kejahatan jalanan di pekan 18, 19, 20 meningkat 7,06 persen.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Contoh lain Kota Makassar dan Gowa. Polres setempat memberikan total sanksi terhadap 5.757 pelanggar PSBB di kedua wilayah. Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes (Pol) Ibrahim Tompo mengatakan sejak penerapan PSBB mulai 23 April hingga 11 Mei 2020 di Kota Makassar terdapat 3.423 pelanggar yang ditindak dengan teguran lisan dan 263 pelanggar diberikan teguran tertulis.

Sedangkan Polres Gowa dalam kurun waktu yang sama menindak 2.071 pelanggar. Rinciannya, sebanyak 1.496 diberikan sanksi teguran lisan dan 575 pelanggar berupa sanksi teguran tertulis.Totalnya sejak diberlakukan PSBB di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa hingga 11 Mei 2020 ini, polisi telah menindak sebanyak 5.757 pelanggar,” tegasnya.

Perwira menengah polisi itu mengingatkan masyarakat agar mematuhi aturan PSBB. Sebab, boleh jadi sanksi hukuman bagi pelanggar bisa lebih berat. Bagi kepolisian, pasal yang diterapkan terhadap pelanggaran dan tindak pidana sepanjang pemberlakuan PSBB antara lain Pasal 93 UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan ancaman maksimal 1 hingga 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp100 juta.

Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan, “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan, sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Kejahatan jalanan

Sebagaimana diketahui, wabah pandemi Covid-19 berdampak terhadap ekonomi masyarakat yang mendorong orang melakukan kejahatan. Selama Maret-Mei 2020 terjadi beberapa kasus kejahatan jalanan berupa pencurian dengan kekerasan yang lazim disebut begal. Ditambah lagi kebijakan Kemenkumham yang melepaskan 39.273 narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi di seluruh lapas dan rutan. Upaya ini untuk mencegah penyebaran virus corona di lapas, rutan, lapas khusus anak dan sekaligus mengurangi kapasitas rutan dan lapas.

Sejumlah narapidana yang bebas melalui program asimilasi dan integrasi kembali berulah melakukan tindak pidana lagi. Keduanya menjadi faktor meningkatnya angka kejahatan yang membuat aparat kepolisian harus kerja ekstra lantaran harus menertibkan pelanggaran PSBB dan kejahatan jalanan.     “Jumlah personil kepolisian tidak berbanding dengan jumlah pelanggar PSBB dan kejahatan jalanan menjadi beban berat kepolisian,” ujar Kepala Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur kepada Hukumonline.

Dia melihat meningkatnya kejahatan jalanan karena dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan situasi penerapan PSBB membuat para pelaku kejahatan lebih leluasa berkeliaran. Dampak Covid-19 ini banyak orang di-PHK, dirumahkan, ruang gerak perusahaan dibatasi, omzet UMKM menurun, bahkan tak beroperasi sama sekali. Hal ini menyebabkan banyak orang jatuh miskin, sehingga mendorong orang melakukan kejahatan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. “Kejahatan relatif didominasi dengan kejahatan harta benda, seperti pencurian dengan kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP. Kemudian pencurian dengan pemberatan sebagaimana diatur Pasal 362 ayat (2) dan (3) KUHP,” katanya.  

Tags:

Berita Terkait