Presiden Tanggapi Gugatan Churchill Mining
Berita

Presiden Tanggapi Gugatan Churchill Mining

SBY ingin Indonesia menang atas gugatan yang dilayangkan perusahaan tambang asing tersebut.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Presiden SBY tanggapi gugatan perusahaan tambang Churchill Mining Plc. Foto: Sgp
Presiden SBY tanggapi gugatan perusahaan tambang Churchill Mining Plc. Foto: Sgp

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pejabat terkait segara melaporkan kesiapan Indonesia dalam merespon gugatan perusahaan tambang Churchill Mining Plc. Demi kedaulatan negara, presiden berharap memenangi kasus yang kini ditangani Badan Arbitrase Internasional. Hal itu disampaikan SBY di Kantor Presiden, Kamis (28/6).


SBY mengatakan, gugatan Churchill menjadi pelajaran bagi pemerintah, khususnya Bupati Kutai Timur Isran Noor. Menurutnya, Isran memiliki alasan kuat untuk mengambil tindakan terhadap aduan perusahaan tambang dari Inggris tersebut. “Ini menjadi pelajaran bagi kita, kejadian di sebuah kabupaten kemudian dibawa ke arbitrase. Tergugat pertamanya, ya, Presiden. Bayangkan kalau sekian ratus kabupaten melakukan segala sesuatunya seperti itu, apalagi kalau kita pada pihak yang salah dan kalah, itu luar biasa implikasinya,” kata SBY seperti dilansir dari situs www.presidenri.go.id.


SBY menegaskan, pemerintah tidak ingin perusahaan multinasional itu melakukan apa saja dengan kekuatan internasionalnya untuk menekan negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Oleh sebab itu, selama pejabat terkait yakin apa yang harus dilakukan, maka suatu kewajiban untuk mempertahankan kehormatan bangsa dan keadilan.


Seperti diberitakan hukumonline sebelumnya, Churchill Mining Plc melayangkan gugatan arbitrase terhadap Pemerintah Indonesia ke International Centre for Settlement of Invesment Dispute, Washington, Amerika Serikat. Perusahaan tambang asal Inggris itu berang atas dicabutnya izin Kuasa Pertambangan (KP) yang diakui miliknya oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.


Bupati Kutai Timur Isran Noor mengatakan, gugatan ini berawal dari pencabutan lima KP di daerah Kutai Timur. Churchill mengklaim, empat dari lima KP itu milik Grup Ridlatama yang merupakan anak usahanya. Pencabutan ini, kata Isran, dilakukan atas rekomendasi Pemerintah Pusat berdasarkan hasil temuan BPK pada September 2008.


Dijelaskan Isran, dari laporan audit khusus yang dilakukan BPK ditemukan adanya lima KP palsu yang terbit pada 2006-2008. Palsunya lima KP yang saat ini disebut Izin Usaha Pertambangan (IUP) ini bisa dilihat dari kode penomoran yang terbalik serta mendapatkan surat keterangan dari Menteri Kehutanan kepada Irsan Noor selaku Bupati Kutai Timur terkait dengan kegiatan empat perusahaan yang tergabung dalam Grup Ridlatama untuk melakukan penambangan di atas kawasan hutan produksi. “Indikasinya sangat jelas kalau dilihat dari laporan audit BPK ini,” kata Isran beberapa waktu lalu.


Irsan sendiri mengakui bahwa ia tidak pernah menerima surat dari Kementerian Kehutanan terkait perusahaan tambang di daerah hutan produksi tersebut. “Buktinya, Kemenhut meminta saya untuk mencabut izin KP karena memang tidak ada izin di sana,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: