Ragam Alasan Usul Permenaker Outsourcing Direvisi
Berita

Ragam Alasan Usul Permenaker Outsourcing Direvisi

Karena berlakunya Permenaker Outsourcing pada akhirnya bakal merugikan buruh/pekerja outsourcing dan perusahaan outsourcing profesional.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Kedua, perusahaan outsourcing yang tidak profesional akan membuat perusahaan pemberi pekerjaan atau penyedia pekerjaan berpotensi ikut digugat buruh outosurcing ketika terjadi perselisihan. Ketiga, evaluasi dan pengawasan dibatasi, sehingga perusahaan outsourcing makin tidak patuh terhadap aturan ketenagakerjaan yang ada. Keempat, buruh outsourcing akan menjadi korban dari aturan ini.

 

Timboel mengusulkan Menteri Ketenagakerjaan untuk membuat regulasi yang memastikan perusahaan outsourcing menjadi profesional dan berkualitas. Langkah ini perlu ditempuh selaras dengan kebijakan pemerintah memberi kemudahan perizinan berusaha melalui mekanisme OSS.

 

“Permenaker No.11 Tahun 2019 layak direvisi dan pembahasannya harus melibatkan serikat buruh, sehingga regulasi ini mampu mewujudkan SDM unggul,” usulnya.

 

Usul UU Outsourcing

Sebelumnya, Ketua Umum HKHKI, Ike Farida mengusulkan pemerintah menerbitkan UU khusus tentang outsourcing. Menurutnya aturan mengenai outsourcing tidak tepat jika diatur dalam Permenaker. Setelah terbit putusan MK No.27/PUU-IX/2011, pemerintah dan DPR harusnya menindaklanjuti dengan membentuk UU Outsourcing. Atau bisa juga aturan outsourcing ini dimasukan dalam revisi UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

Menurut Ike, putusan MK No.27/PUU-IX/2011 terhadap uji materi UU Ketenagakerjaan, MK menjelaskan perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerjanya bisa menggunakan mekanisme perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Ketentuan mengenai PKWT diatur Pasal 59 UU Ketenagakerjaan, tapi aturan ini tidak tepat jika digunakan untuk pekerja outsourcing mengingat perjanjian kerja akan habis dalam waktu tertentu.

 

Sementara dalam putusan MK itu, intinya pekerja outsourcing bisa terus bekerja selama pekerjaan itu ada dan sekalipun perusahaan outsourcing tempat dia bekerja harus diganti oleh perusahaan outsourcing lain. Selain itu, PKWT yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan melibatkan 2 pihak yaitu perusahaan dan pekerja. Tapi dalam outsourcing dengan mekanisme penyedia jasa pekerjaan (PJP) biasanya melibatkan 3 pihak yakni perusahaan outsourcing, perusahaan pemberi pekerjaan, dan pekerja outsouricng.

 

“Ketentuan ini jelas memerintahkan putusan MK ditindaklanjuti melalui UU, bukan Peraturan Menteri,” katanya.

Tags:

Berita Terkait