Sejumlah Parpol Baru Protes Electoral Treshold
Berita

Sejumlah Parpol Baru Protes Electoral Treshold

Paket UU Parpol yang ada layaknya pampers, yang baru sekali pakai langsung dibuang.

Oleh:
CRA
Bacaan 2 Menit
Sejumlah Parpol Baru Protes <i>Electoral Treshold</i>
Hukumonline

 

Direktur Eksekutif Sugeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit menilai bila dilihat dari sisi ideal maka pengaturan mengenai pemilu dan parpol seharusnya tidak perlu. Ia mengungkapkan telah terjadi pergeseran asas dalam UUD 1945. Ada pergeseran dari asas gotong royong menjadi liberal individualistis, ujarnya. Ia beralasan adanya Pasal 33 ayat (4) hasil amandemen yang menyatakan ekonomi diatur sesuai mekanisme pasar telah merubah asas gotong royong tersebut.

 

Hal ini seharusnya berdampak pada semua UU yang ada di bawah UUD 1945, termasuk UU Paket Politik. Menurut Sunardi, di negara yang menganut liberal individualistis, tidak perlu ada pengaturan terhadap parpol seperi ET, deposit parpol, atau dana kampanye. Berbeda halnya dengan negara yang menerapkan sistem gotong royong yang menganggap pengaturan parpol sebuah hal yang lumrah.

 

Sukardi menilai usulan RUU yang dikeluarkan oleh Pemerintah tidak cocok dengan dengan asas UUD sekarang. Namun, meski begitu, ia masih mengakui adanya jalan tengah dari kondisi ideal tersebut. Jalan tengahnya adalah UU No. 31 Tahun 2002 yang dinilai masih cukup baik. Hanya ada beberapa klausul yang perlu diperbaharui. Misalnya, penetapan calon dengan suara terbanyak. Seharusnya bukan dari nomor urut calon seperti yang ada dalam UU yang berlaku saat ini. Selain itu, pengaturan calon independen dan diperbolehkannya parpol-parpol yang tidak lolos ET untuk bergabung merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan.

 

Anggota DPR dari PKB Saifullah Mashum sepakat bahwa tidak boleh ada UU yang arahnya melakukan pemberangusan untuk mendirikan parpol baru. Tetapi kami tidak setuju bila semua parpol yang ada itu bisa ikut pemilu. Sehingga seleksi itu harus tetap ada, ujarnya. Anggota Komisi II itu menilai batas ET sebesar 5 persen dalam revisi UU Politik tidak akan mendapat dukungan dari fraksinya. Pengalaman membuktikan pada Pemilu 2004, dengan ET sebesar 3 persen, ternyata hanya tujuh parpol yang lolos. Ia berharap revisi paket UU Politik tidak sembarangan. Revisi ini harus bertujuan menyempurnakan undang-undang yang ada. Ia menepis anggapan revisi bertujuan melanggengkan agenda parpol lama.  Saifullah sepakat untuk kembali ke peraturan lama jika terjadi deadlock dalam pembahasan revisi.

 

Namun alasan ini mendapat tanggapan yang keras dari Imam Addaruquthni. Penyempurnaan itu merupakan alasan yang dapat dicari-cari. UUD 1945 bisa diamandemen tiap tahun dong karena memang tidak sempurnya, tukasnya.

 

Anggota Komisi II yang lain, Ferry Mursyidan Baldan mempunyai suara yang sama dengan Saifullah Mashum. Ia tak menghendaki setiap pemilu harus ada undang-undang baru. Masalahnya, ada hal-hal yang perlu ditambah ke dalam peraturan lama agar dapat lebih bisa dijalankan. Menurut dia, kekhawatiran terhadap ET terlalu berlebihan. ET jangan pernah dipahami untuk mematikan parpol. Tujuannya bukan untuk membubarkan parpol, ujarnya. Sebab, secara yuridis yang berhak untuk membubarkan parpol hanya Mahkamah Konstitusi.

 

Revisi UU Partai Politik mendapat penolakan cukup kuat dari sejumlah partai politik. Penolakan itu terungkap dalam diskusi Paket UU Politik Baru, Menghambat Partai Baru yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Massa, di Hotel Ibis pada Senin (18/6) meminta agar revisi UU parpol ini dihentikan.

 

Perwakilan dari Partai Hanura, Fuad Bawasir menyatakan revisi UU Paket Politik ini terdapat beberapa kejanggalan. Menurutnya, UU No 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik baru sekali dipakai, tetapi mengapa sudah akan diubah kembali. Seperti celana dalam yang sekali dipakai kemudian langsung dibuang, sindirnya. Oleh sebab itu, ia mengatakan tuduhan yang menyatakan revisi UU ini menghambat parpol tidak dapat disalahkan.

 

Imam Addaruquthni, Ketua Umum Partai Matahari Bangsa, menyoroti dari sisi penetapan electoral treshold (ET). Menurutnya, ET tidak boleh membatasi Parpol untuk ikut pemilu atau tidak, itu semua murni kepentingan parpol. Sebagai catatan, ET dalam UU Pemilu sebesar 3 persen sedangkan dalam revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah sebesar 5 persen.

 

Ia mencontohkan fenomena yang terjadi di Inggris. Walaupun di sana hanya ada dua parpol besar, Buruh dan Konservatif, tetapi banyak juga parpol kecil yang hanya dapat 1 persen tetapi tetap hidup, jelasnya. Parpol kecil tersebut tidak mati karena tidak ada ET, ujarnya. Ia menambahkan esensi dari sebuah demokrasi adalah partisipasi publik.

 

Oleh sebab itu, Mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini tidak hanya menolak Revisi UU Pemilu saja, tetapi juga UU Pemilu yang ada saat ini. Imam meminta agar UU Pemilu yang ada segera dicabut untuk menjamin berjalannya demokrasi seperti disinggung dalam UUD 1945. 

Tags: