Srikandi Hukum Part II
Edisi Khusus 2014:

Srikandi Hukum Part II

Edisi Khusus Srikandi Hukum hakikatnya adalah bentuk apresiasi Hukumonline terhadap kiprah tokoh-tokoh hukum perempuan di Indonesia.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Srikandi Hukum pilihan Hukumonline, searah jarum jam: Yenti Garnasih, Arie Hutagalung, Mariana Sutadi, Ellen Soebiantoro, Mariam Darus, Yeni Fatmawati, Herlien Boediono, Harkristuti Harkrisnowo, Kartini Muljadi, dan Najwa Shihab. Foto: RES (Edit)
Srikandi Hukum pilihan Hukumonline, searah jarum jam: Yenti Garnasih, Arie Hutagalung, Mariana Sutadi, Ellen Soebiantoro, Mariam Darus, Yeni Fatmawati, Herlien Boediono, Harkristuti Harkrisnowo, Kartini Muljadi, dan Najwa Shihab. Foto: RES (Edit)
Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa laki-laki memiliki dominasi yang signifikan atas perempuan. Seiring perkembangan zaman, dominasi itu memang mulai tergerus oleh gerakan yang di Indonesia dinamakan emansipasi wanita. Namun begitu, nuansa patriarki sebenarnya belum benar-benar ‘punah’ di Bumi ini.

Sebagai contoh di dunia profesi. Dari sekian banyak jenis profesi yang kental nuansa patriarkinya, profesi hukum adalah salah satunya. Tujuh tahun silam, The National Association of Women Lawyers menggelar survei tentang seberapa dominan advokat laki-laki atas advokat perempuan di firma-firma besar.

Sebagaimana dilansir The Lawyers Weekly, hasil survei menunjukkan 92 persen posisi Managing Partners dipegang oleh advokat laki-laki. Angka 92 jelas menjadi satu indikator yang menegaskan betapa laki-laki begitu dominan atas perempuan di lingkup profesi advokat.

Sejalan dengan hasil survei ini, muncul tren dimana banyak advokat wanita di Amerika Serikat dan Kanada meninggalkan pekerjaan mereka untuk beralih ke profesi lain atau bahkan berhenti kerja total.

Advokat senior sekaligus peneliti tentang kedudukan perempuan dalam dunia advokat, Cynthia Thomas Calvert mengatakan profesi advokat memang identik dengan hal-hal yang bersifat maskulin. Menurut dia, dunia advokat cenderung menonjolkan karakter agresif yang selama ini diasosiasikan dengan sifat laki-laki secara umum.

Dominasi laki-laki di dunia advokat, kata Cynthia, semakin diuntungkan dengan adanya stigma yang bersifat bias tentang advokat perempuan, bahwa advokat perempuan, khususnya seorang ibu, sulit bertahan lama di pekerjaannya karena pada akhirnya mereka akan memiliki anak lalu berhenti bekerja.

Penulis buku “Sexual Paradox”, Susan Pinker memaparkan sebuah data yang kontras tentang kiprah advokat perempuan di Kanada. Di satu sisi, jumlah lulusan fakultas hukum didominasi oleh perempuan, yakni sekitar 60 persen. Namun, kata Susan, hanya 26 persen advokat di sektor privat yang dari kalangan perempuan.

Data-data riset seperti yang dipaparkan di atas, sejauh pengetahuan hukumonline, memang belum ada di Indonesia. Namun, kondisi empiris yang terjadi sebenarnya kurang lebih sama. Dunia profesi hukum masih didominasi oleh laki-laki.

Advokat perempuan, hakim perempuan, jaksa perempuan, atau polisi perempuan memang faktanya ada di lapangan, tetapi jumlah mereka minim atau setidaknya kalah banyak dari laki-laki yang menyandang profesi yang sama.

Contoh yang paling sederhana, coba saja anda lihat ke ruang sidang di pengadilan. Silakan anda hitung, berapa jumlah advokat perempuan di deretan kursi advokat, berapa jumlah jaksa perempuan di deretan kursi jaksa, atau berapa jumlah hakim di susunan majelis hakim.

Satu bukti lagi tentang dominasi laki-laki di profesi hukum adalah bagaimana publik melalui media massa seringkali menonjolkan profil tokoh hukum laki-laki ketimbang perempuan. Kondisi ini secara tidak langsung juga menggambarkan bahwa kesempatan bagi perempuan untuk tampil di ruang publik dunia hukum relatif minim.

Sebagian besar dari anda yang bergelut di bidang hukum mungkin akan dengan mudah menjawab ketika ditanya siapa tokoh hukum laki-laki yang anda ketahui? Tetapi sebaliknya, sebagian dari anda mungkin akan terbata-bata menjawab ketika ditanya siapa tokoh hukum perempuan yang anda ketahui? Miris.

Berangkat dari kondisi ini, untuk kali kedua, Redaksi Hukumonline akan menyajikan “Edisi Khusus Srikandi Hukum”. Seperti sebelumnya, Edisi Khusus Srikandi Hukum Part II akan menampilkan sejumlah tokoh hukum wanita yang dalam perspektif hukumonline layak ditonjokan profilnya. Edisi Khusus Srikandi Hukum hakikatnya adalah bentuk apresiasi Hukumonline terhadap kiprah tokoh-tokoh hukum perempuan di Indonesia.

Dengan segala keterbatasan yang ada, Edisi Khusus Srikandi Hukum Part II tentunya tidak bisa menampilkan tokoh hukum perempuan dalam jumlah yang banyak. Artinya, mungkin anda pembaca memiliki pilihan tokoh hukum perempuan sendiri yang ternyata tidak masuk dalam Edisi Srikandi Hukum Part II.

Namun, percayalah, Redaksi Hukumonline telah berupaya semaksimal mungkin agar tokoh hukum yang kami sajikan kali ini adalah figur-figur yang layak dan merepresentasikan segala sektor profesi hukum yang ada. Mulai dari advokat, notaris, akademisi, praktisi media, birokrat, legal corporate, hingga jaksa.

Akhir kata, kami ucapkan selamat membaca, selamat berkenalan dengan para tokoh hukum perempuan pilihan Hukumonline. Semoga bermanfaat.
Tags:

Berita Terkait