Tak Ada Maksud PP Buka Rahasia Profesi
Wajib Lapor TPPU:

Tak Ada Maksud PP Buka Rahasia Profesi

Ketentuan tata cara pelaporan masih disusun. Advokat dan profesi gatekeeper lain akan diminta masukan.

Oleh:
CR19
Bacaan 2 Menit
Tak Ada Maksud PP Buka Rahasia Profesi
Hukumonline
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah mendengar informasi tentang adanya permohonan Hak Uji Materiil (HUM) advokat terhadap PP No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, PPATK belum mendapat pemberitahuan resmi dari Mahkamah Agung, dan belum pernah dimintai pendapat sebagai pihak terkait.

Penegasan itu disampaikan Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, saat ditemui di Jakarta, Kamis (10/9) malam. “PPATK belum pernah dapat pemberitahuan,” ujarnya kepada hukumonline.

Seperti diberitakan sebelumnya, seorang advokat, Ferdi Susanto, melayangkan permohonan HUM ke Mahkamah Agung. Ia beranggapan PP 43 tersebut bertentangan dengan UU No. 18 Tahun 2003 tentang advokat, terutama berkaitan dengan kewajiban advokat menjaga kerahasiaan kliennya.  

Agus menepis tudingan advokat tak dilibatkan dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan PP No. 43 Tahun 2015. Selain advokat, para pemangku kepentingan lain, khususnya yang dibebani wajib lapor, sudah dimintai pandangan. Jadi, menurut Agus, advokat juga tak perlu melayangkan HUM ke Mahkamah Agung. “Sebetulnya tidak ada yang perlu digugat,” ujarnya.

Nada yang mempertentangkan kewajiban lapor dengan kerahasiaan hubungan profesi dank lien sebenarnya sudah terdengar pada saat PPATK melakukan sosialisasi PP 43 kepada para pemangku kepentingan. Perakilan advokat, akuntan, dan notaris/PPAT menyebut profesi mereka berhubungan dengan kerahasiaan klien. Ada kekhawatiran klien akan ‘lari’ jika profesi yang seharusnya ‘melindungi’ justru membuka ‘aib’ sang klien.

Agus Santoso menepis kekhawatiran itu. “Tidak ada maksud PP ini  membuka rahasia profesi. Tidak ada. PP ini adalah untuk melindungi profesi mulia advokat itu sendiri sebagai bagian dari penegakan hukum terkait pencucian uang,” jelasnya menjawab pertanyaan hukumonline.

Ketua Alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung itu mengatakan jangan sampai profesi advokat disusupi oleh oknum-oknum yang menggunakan profesi mulia untuk memfasilitasi kejahatan atau menjadi sarana kejahatan. Kalau memang ada orang berniat jahat, jangan difasilitasi. “Kapan negeri ini mau berubah. Yang bisa merubah itu adalah kita-kita sendiri dan profesi-profesi ini adalah yang rentan digunakan,” kata Agus.

Ia juga menjelaskan dalam penyusunan National Risk Assesment, PPATK melihat profesi advokat dan notaris sangat rentan, selain profesi akuntan publik. Advokat rentan dimanfaatkan untuk dijadikan nominee, untuk melakukan penyelundupan hukum. Karena itu sejumlah profesi dibebani kewajiban lapor atau keharusan menerapkan prinsip ‘mengenali nasabah’.

Sebenarnya yang diwajibkan bukan hanya profesi yang disebut gatekeeper professional, tetapi juga penyedia jasa keuangan dan penyedia jasa lain. Itu sebabnya, Agus berpendapat advokat tak seharusnya mengajukan HUM atas PP No. 43 Tahun 2015.  “Sebetulnya tidak perlu dilakukan semacam itu (gugatan) karena cantolannya sudah jelas. Ada di Pasal 17 UU No. 8 Tahun 2010,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait