Tarif Tiket Pesawat Harus Berimbang Antara Konsumen dan Airlines
Berita

Tarif Tiket Pesawat Harus Berimbang Antara Konsumen dan Airlines

Konsumen dianggap sebagai korban dari persaingan industri penerbangan dan regulasi di Indonesia.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Seminar bertajuk “Polemik Harga Tiket Pesawat dalam Perspektif Hukum, Bisnis dan Investasi”, yang diselenggarakn Perhimpunan Advokat Indonesia Dewan Pimpinan Cabang Jakarta Pusat, Jumat (9/8). Foto: RES
Seminar bertajuk “Polemik Harga Tiket Pesawat dalam Perspektif Hukum, Bisnis dan Investasi”, yang diselenggarakn Perhimpunan Advokat Indonesia Dewan Pimpinan Cabang Jakarta Pusat, Jumat (9/8). Foto: RES

Harga tiket pesawat yang dinilai terlampau mahal menimbulkan pro kontra di lapangan. Beberapa pihak menilai jika harga tiket pesawat yang diterapkan saat ini adalah harga normal yang seharusnya diterapkan sejak dulu. Namun di sisi lain, kenaikan harga tiket pesawat dinilai terlalu tinggi sehingga menimbulkan kecurigaan adanya kartel yang dilakukan oleh dua raksasa, yakni Airlines Lion Group dan Garuda Group.

 

Koordinator Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, berpendapat penerapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan dua aspek, baik dari sisi konsumen maupun operator. Tarif harus berkeadilan untuk konsumen dan operator. Di sisi lain, harga tiket pesawat tidak boleh berada di bawah biaya pokok yang dikeluarkan oleh operator.

 

“Tarif apapun harus memperhatikan biaya pokok, enggak boleh di bawah biaya pokok. Tarif bagi konsumen seharusnya juga memperhatikan aspek daya beli, kalau tarif itu diterapkan kira-kira akan mengganggu daya beli konsumen akan masalah. Aspek itu jadi sangat penting,” kata Tulus dalam dalam seminar bertajuk Polemik Harga Tiket Pesawat dalam Perspektif Hukum, Bisnis dan Investasi”, yang diselenggarakn Perhimpunan Advokat Indonesia Dewan Pimpinan Cabang Jakarta Pusat, Jumat (9/8).

 

Tulus menjelaskan bahwa di dalam Pasal 127 UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, konsumen mendapatkan proteksi terkait mahalnya tiket pesawat. Namun, perlindungan tersebut diberikan berhubungan dengan aspek persaingan usaha tidak sehat, bukan daya beli.

 

Tapi pertanyaannya, apakah mahalnya harga tiket pesawat seperti yang terjadi saat ini benar-benar sebagai akibat dari persaingan usaha tidak sehat? Atau harga tiket saat ini adalah harga normal?

 

Tulus menilai bahwa penerapan harga tiket pesawat yang terlalu murah pada masa lalu berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Selama ini, lanjutnya, regulator melakukan obral perizinan terkait rute dan jadwal penerbangan. Akibatnya, maskapai berlomba menambah pesawat dan membuka rute baru.

 

Kemudian, maskapai mulai menyediakan tiket pesawat berbiaya murah atau LCC, memberikan free bagasi untuk tiket LCC dan saling ‘mematikan’ antar operator. Namun sayangnya, di sisi lain pengawasan regulator melemah. Pelayanan maskapai kedodoran, On Time Performance (OTP) menurun dan puncaknya terjadi kecelakaan pesawat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait