Tidak Diminta, IKAPI Belum Bela Kurator yang Ditahan
Utama

Tidak Diminta, IKAPI Belum Bela Kurator yang Ditahan

Meski kurator itu bernaung dibawah organisasi IKAPI.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Foto: Ilustrasi (SGP)
Foto: Ilustrasi (SGP)
Ketua Umum Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI) Lucas mengakui Jandri Onasis Siadari, kurator yang ditahan oleh polisi, merupakan anggota IKAPI. Walau begitu, IKAPI belum akan melakukan tindakan apapun karena belum adanya permintaan perlindungan hukum dari Jandri.

Lucas mengatakan, IKAPI tidak bisa proaktif melakukan sesuatu jika tidak ada permintaan ataupun pengaduan. Lebih lanjut, ia menuturkan IKAPI memiliki kode etik yang harus dipatuhi seluruh anggotanya. Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dengan perbuatan Jandri, silakan mengadukan ke IKAPI. IKAPI memiliki Dewan Kehormatan. Namun, hingga kini, belum ada pengaduan masyarakat. Jandri pun belum meminta perlindungan hukum terhadap IKAPI.

Jadi, apa IKAPI tidak memberikan perlindungan hukum? “Oh tidak. Kalau dia minta bantuan hukum kepada kami, kami akan mempertimbangkan pemberian bantuan hukum. Kalau tidak, ya tidak, kami tidak merasa apa-apa. Kurator itu independen. Walaupun dia anggota IKAPI, tidak ada urusannya dengan organisasi,” tutur Lucas kepada hukumonline Sabtu (19/4).

Ia meminta penegak hukum berlaku adil dan menjunjung asas praduga tidak bersalah. Selain itu, Lucas meminta perlakuan yang sama di muka hukum. Lucas mendapat informasi bahwa Jandri tidak seorang diri, melainkan berdua dengan rekannya yang sudah dicoret dari organisasi kurator. Seharusnya, jika Jandri ditahan, rekannya juga ditahan.

Lucas menghendaki hukum ditegakan secara benar. Apabila Jandri melanggar hukum, ia mempersilakan Jandri diproses hukum. Tapi, kalau tidak melanggar hukum, Jandri harus dilindungi. Lucas meyakini Polda Jawa Timur akan menegakan kebenaran dan keadilan. Tentunya penyidik memiliki alasan untuk melakukan penahanan.

“Kurator itu dilindungi oleh UU. Kalau dia menjalankan sesuai UU, tidak melanggar hukum, dia mendapat perlindungan hukum, kecuali dia melanggar hukum. Apa benar dia memalsukan dokumen? Itu kan kami membutuhkan kearifan dan kebijaksanaan. Kami menunggu hasil kerja dari penyidik,” tandasnya.

Sebelumnya, penasihat hukum Jandri, Darwin Aritonang mengakui bila memang belum ada tim dari IKAPI yang bergabung menjadi penasihat hukum Jandri. Sejauh ini, lanjut Darwin, advokat yang mendampingi Jandri berasal dari Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI), Dewan Pimpinan Cabang PERADI Jakarta Pusat dan Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI).

Sedangkan, advokat Jhonson Panjaitan bergabung ke dalam tim penasihat atas nama pribadi, meski yang bersangkutan merupakan anggota IKAPI.

Darwin mengaku tak tahu alasan IKAPI belum turun memberi bantuan hukum kepada  Jandri. “Saya tahu Jandri IKAPI. Saya tidak satu asosiasi dengan Jandri. Jadi, saya tidak tahu. Tapi, kalau lihat dari struktural, dari Lucas, sepanjang pengetahuan saya belum ada. Ada baiknya ditanyakan ke Lucas,” kata Darwin kepada hukumonline, Sabtu (19/4).

Walau begitu, Darwin berpendapat, IKAPI sebagai organisasi kurator yang menaungi Jandri seharusnya memberikan perlindungan hukum terhadap anggotanya. Pasalnya, tujuan dari organisasi profesi, diantaranya meluruskan fakta-fakta yang tidak benar di lapangan. Ia mengaku banyak informasi yang telah terdistorsi mengenai Jandri.

Jandri diduga melakukan tindak pidana pemalsuan sebagaimana Pasal 263 dan 266 KUHP. Jandri ditangkap saat menjalankan tugasnya di Serpong, Tangerang. Jandri diborgol dan dibawa petugas Polda Jawa Timur dengan menggunakan pesawat menuju Surabaya. Ketika turun dari pesawat, sudah banyak awak media.

Perlakuan seperti itu dianggap Darwin justru merusak citra profesi kurator. Semestinya, kepolisian memahami masalah Jandri bukan merupakan ranah pidana, melainkan UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Apabila ada yang tidak puas, pihak tersebut bisa mengajukan renvoi.

Darwin menyatakan, Jandri ditunjuk sebagai kurator oleh Pengadilan Niaga Surabaya untuk pengurusan budel pailit PT Surabaya Agung Industri & Pulp Tbk (SAIP). Jandri membacakan Laporan Hasil Pemungutan Suara (Voting) Terhadap Usulan Perpanjangan PKPU dan Usulan Rencana Perdamaian SAIP kepada Hakim Pengawas.

Namun, Jandri malah dilaporkan debitornya ke Polda Jawa Timur. Jandri diduga memalsukan dokumen atau memberikan keterangan palsu dalam laporan. Melalui proses yang cukup cepat, berkas penyidikan Jandri dinyatakan lengkap (P21) oleh penuntut umum, kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya.

Darwin menilai, proses hukum terhadap Jandri merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kurator. Pasalnya, Jandri tengah menjalankan tugasnya sebagai kurator sebagaimana amanat UU PKPU. Seharusnya tidak ada ruang bagi KUHP untuk masuk, karena ada mekanisme lain dalam UU PKPU yang dapat ditempuh.

“Terlebih lagi, Jandri ini kan advokat juga, dimana hak dia dilindungi. Ada kode etik. Berdasarkan Pasal 16 UU Advokat, jelas dikatakan bahwa pekerjaan pengacara yang menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik tidak bisa digugat perdata atau dilaporkan polisi. Itu sudah jelas ada di UU Advokat,” ujarnya.

Darwin menyayangkan, kepolisian menggunakan Pasal 263 dan 266 KUHP untuk menjerat Jandri. Ia dan rekan tim penasihat hukum Jandri merasa ada banyak kepentingan di balik kriminalisasi kliennya. Tidak hanya kepentingan antara pihak yang dipailitkan dengan Jandri, tapi ada pihak lain yang bermain di belakang ini.

Sebelumnya, Ketua Umum AKPI James Purba telah mengecam penangkapan kurator yang sedang menjalankan tugasnya ini. “Kayak teroris aja,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

James melihat kasus ini sangat membahayakan profesi kurator. Kasus ini menunjukan bahwa kurator dapat dipidana sekalipun tidak ada unsur tindak pidana di dalamnya. “Ini sangat membahayakan profesi kurator,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait