Dokter Forensik Minta Diperlakukan Sama
Visum et Repertum:

Dokter Forensik Minta Diperlakukan Sama

Kelak hanya dokter forensik terdaftar yang bisa menjadi ahli di persidangan.

Oleh:
CRR
Bacaan 2 Menit
Dokter Forensik Minta Diperlakukan Sama
Hukumonline

 

Menurut dia, rumah sakit pemerintah atau swasta sebenarnya tak menjadi persoalan bagi penyidik. Sebagai rumah sakit swasta, mau tidak mau, memang harus bayar. Tetapi patut dicatat bahwa biaya visum dibebankan kepada anggaran negara, bukan dari kantong polisi. Pasal 136 KUHAP sudah menegaskan, semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan/penyidikan, termasuk visum, ditanggung oleh negara. Itu sebabnya, beberapa kantor polisi kooperatif dengan rumah sakit lain di luar RSCM.

 

Sinyalemen Ferryal diamini dokter Djaja Atmadja. Sebenarnya tidak ada alasan Polres Jakut untuk menolak dengan dalih penyidik tidak sanggup membayar, tandas pengajar Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

 

Untuk masalah advokasi pendanaan, Ferryal dan Djaja berharap bisa bersama-sama mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memasukan biaya pemeriksaan/penyidikan ke dalam APBD. Sebenarnya Pemda itu memiliki dana, tetapi mereka tidak mau mengalokasikannya, ujar Dr Djaja. Sepertinya kita harus belajar banyak dari Pemda Jawa Tengah yang sejak lama sudah membuat cuma-cuma biaya visum. Jadi tidak dibebankan lagi kepada penyidik ataupun pihak korban, dokter Ferryal.

 

Ditanya terpisah, pakar hukum acara pidana Prof. Andi Hamzah, mengiyakan pembiayaan jasa dokter forensik dibebankan kepada negara, karena pada hakekatnya biaya visum dan ahli dibebankan kepada siapa yang memanggil mereka. Jika yang memanggil adalah penyidik, maka biaya akan dibebankan kepada negara. Itu sudah jelas diatur dalam Pasal 136 KUHAP. Namun, untuk penetapan tarif ahli, tidak bisa ditentukan sendiri oleh ahli. Pemerintah yang nanti akan menentukan tarif ahli dalam Perturan Pemerintah (PP) tambahnya.

 

Sementara itu, untuk masalah penyidik yang cenderung pilih kasih, Prof Andi berpendapat Tidak ada aturannya di Indonesia, dokter forensik yang bekerja sama dengan penyidik atau dokter forensik yang menjadi ahli harus berasal dari pemerintah. Dokter swasta pun bisa, tandas Ketua Tim Penyusun RUU KUHAP itu.

 

Cuma, untuk masalah ahli, hanya dokter-dokter forensik terpilih saja yang bisa menjadi ahli di pengadilan. Kami juga sudah memasukan aturan itu dalam RKUHAP. Jadi, hanya dokter forensik yang 'terdaftar' saja yang bisa menjadi ahli, jelas Prof Andi.

 

Mau dokter rumah sakit pemerintah atau swasta sama saja. Yang penting, kata Prof. Andi, sang dokter punya reputasi bagus dan memiliki sertifikasi atau terdaftar.

 

Dalam menangani korban kejahatan atau tindak pidana, kerja sama polisi dan dokter forensik merupakan keniscayaan. Di kawasan Jabodetabek, korban tindak pidana lebih sering dirujuk ke Rumah Sakit Cito Mangunkusumo (RSCM), di Jalan Diponegoro Jakarta. Di sana, korban divisum atau diotopsi oleh dokter-dokter ahli forensik. Dokter Mun'im Idris hanya salah satu nama ahli forensik yang sering terdengar. Selain dokter Mun'im, sebenarnya masih banyak dokter yang punya keahlian mengotopsi mayat.

 

Tetapi selama ini polisi yang menangani korban tindak pidana lebih memilih dokter dari rumah sakit Pemerintah seperti RSCM. Pasal 133 ayat (1) KUHAP sebenarnya tidak merinci dan mensyaratkan dokter yang bisa diminta menjadi ahli demi kepentingan peradilan. Bisa dokter kehakiman atau dokter lain sesuai kebutuhan. Selain di tingkat penyidikan, dokter bersangkutan juga bisa diminta keterangan di depan persidangan.

 

Cuma, ya itu tadi, yang dipakai penyidik pada umumnya adalah dokter forensik dari rumah sakit plat merah. Sinyalemen itu diungkapkan Ferryal Basbeth, saat ditemui hukumonline di sela-sela seminar ‘Penanganan Pasien Korban Tindak Pidana Kekerasan' di Jakarta, Sabtu (29/3).

 

Menurut dokter forensik di Rumah Sakit Royal Progress (RSRP) Sunter, Jakarta Utara itu, preferensi kepada dokter RSCM lebih disebabkan tarif yang lebih murah. Bahkan di RSCM, visum atau otopsi oleh dokter bisa saja tanpa biaya alias gratis. Informasi yang diperoleh hukumonline menyebutkan biasa visum di RSCM ‘hanya' berbiaya Rp100 ribu. Di rumah sakit swasta biayanya lebih mahal.  Kalau kami di Rumah Sakit Royal Progress --yang menyediakan layanan dokter forensik-- memang lebih mahal yaitu Rp75 ribu untuk visum oleh dokter umum dan Rp150 ribu untuk visum oleh dokter forensik ujar Dr Ferryal.

 

Masalah tarif inilah yang ditengarai membuat penyidik enggan bekerja sama dengan dokter forensik swasta. Simaklah pengalaman dokter Ferryal. Beberapa waktu lalu, ia menawarkan kerja sama dengan Polres Jakarta Utara. Tawaran itu ditolak dengan alasan tarif yang harus dibayar polisi untuk visum korban kejahatan terlalu mahal, meski jumlahnya ‘hanya' Rp150 ribu. Penyidik tidak mau bayar kalau tarifnya semahal itu, kata Dr Ferryal.

Halaman Selanjutnya:
Tags: