Meneropong Problematika Hukum di Dunia Maya
Resensi

Meneropong Problematika Hukum di Dunia Maya

Mengikuti pengesahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), semakin banyak buku-buku terkait yang bisa kita temukan. Pada prinsipnya membahas dampak dan implikasi wet ini terhadap dunia hukum.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Meneropong Problematika Hukum di Dunia Maya
Hukumonline

 

Inilah antara lain yang coba dijawab oleh Niniek Suparni lewat buku terbaru Cyberspace, Problematika & Antisipasi Pengaturannya. Ada lima hal yang coba diteropong penulis dalam buku terbitan Sinar Grafika ini: kejahatan komputer dan siber, e-commerce ditinjau dari perspektif hukum, lalu secara spesifik melihat e-commerce dari hukum kontrak Indonesia, electronik contract dan problematika UU ITE.

 

Dunia peradilan Indonesia sudah banyak bersentuhan dengan kejahatan komputer. Pada tahun 1984, Mahkamah Agung sudah menjatuhkan putusan mengenai penggelapan uang di bank melalui komputer. Ada beberapa kasus sejenis yang ditangani pengadilan. Dalam kasus ini aparat hukum masih menggunakan jerat KUHP dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bisa jadi, polisi dan jaksa terpaksa menggunakan jerat ini bukan semata-mata karena lebih mudah membuktikan unsur-unsurnya, tetapi juga karena regulasi mengenai kejahatan komputer belum jelas.

 

Para penyusun revisi KUHP dan praktisi hukum masih berdebat apakah kejahatan komputer dimasukkan ke dalam revisi KUHP. Bagi yang kurang setuju berdalih kejahatan komputer akan selalu beberapa langkah lebih maju dibanding hukum. Regulasi yang ada sekarang, semisal KUHP, masih bisa digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan komputer. Sebaliknya, bagi yang setuju dimaksukkan ke dalam revisi KUHP beralasan hukum pidana yang ada saat ini sudah tidak siap menghadapi modus operandi kejahatan komputer (hal. 24).

 

Apapun pilihannya kelak, aparatur hukum harus tanggap atas perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi, dan informasi. Jangan sampai aparat menggunakan regulasi yang salah. Jangan pula timbul kesan ada ‘pemaksaan penggunaan landasan hukum' (hal. 27).

 

Toh itu bukan berarti hukum positif kita tidak bisa menjangkau perkembangan hukum. Sepanjang menyangkut asas-asas umum, KUH Perdata bisa dipakai dalam transaksi perdagangan secara elektronik (e-commerce). Misalnya mengenai kesepakatan terjadinya perjanjian (1320 dan 1338 KUH Perdata) atau ganti rugi (1365). Cuma, menurut pandangan penulis, aturan-aturan KUH Perdata dalam beberapa terpaksa diterapkan secara analogi (hal. 89). Maklum, pada tahapan tertentu, semisal levering, muncul masalah hukum. Apakah penyerahan surat utang atas perintah yang diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata bisa dilakukan melalui media elektronik. Dapatkan keharusan hadirnya para pihak di depan notaris dan mengungkapkan kehendak mereka tentang pengalihan benda tidak bergerak dikomunikasikan melalui media elektronik?

 

CYEBERSPACE, PROBLEMATIKA & ANTISIPASI PENGATURANNYA

 

Penulis: Niniek Suparni, SH. MH

Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta

Cetakan pertama: Mei 2009

Halaman: 250 + viii

 

 

Sudah menjadi niscayaan, pengetahuan dan pemahaman aparat hukum Indonesia atas kontrak bisnis melalui komputer. Seorang advokat atau penasihat hukum sudah harus membiasakan diri dengan perkembangan ini. Klien asing tentu saja tidak mungkin terus bisa berkonsultasi mengenai kontrak dagang secara face to face. Ia harus paham bahwa sekarang, sistem komputer dapat beroperasi tidak hanya secara otomatis, tetapi juga dapat mengatur sendiri. Komputer dapat membuat keputusan yang didasarkan pada instruksi yang diubah dan diciptakan sendiri. Inilah yang kelak bisa diaplikasikan ke dalam dunia riil. Sehingga kelak dua pengusaha yang ingin membuat kontrak tak harus bertemu langsung secara fisik. Cukuplah ada pertemuan dari maksud para pihak atau sebuah consenses ad idem sebagaimana dianut dalam hukum kontrak Anglo Saxon (hal. 104).

 

Hal lain yang dibahas dalam buku ini adalah sistem pembuktian dalam hukum acara pidana. Alat-alat bukti konvensional dalam KUHAP masih tetap jadi rujukan. Tetapi peraturan perundang-undangan nasional sebenarnya sudah banyak melakukan terobosan. Misalnya dalam tindak pidana terorisme, pemberantasan tindak pidana korupsi, dan perdagangan orang. Pengakuan pengadilan terhadap alat-alat bukti elektronik semakin sering kita dengar. Terakhir, perkembangan alat-alat bukti elektonik itu mendapat tempat dan diakui dalam UU ITE.

 

Masalahnya, apakah alat bukti yang berupa salinan bisa sepenuhnya diterima sebagai alat bukti? Misalnya, print-out dari anjungan tunai mandiri. Dari perspektif UU ITE tentu saja diterima. Tetapi praktik pengadilan bisa berbeda. Pemahaman polisi, hakim, jaksa, dan advokat terhadap perkembangan hukum dan teknologi berbeda-beda.

 

Tampaknya, pesan inilah yang hendak disampaikan oleh Niniek. Sebagai langkah awal memahami implikasi perkembangan cyberspace terhadap dunia hukum, buku ini mungkin bisa membantu. Cuma, untuk analisis yang mendalam, tampaknya sulit diharapkan. Seperti judulnya, buku Niniek lebih menguraikan problematika dan perlunya mengantisipasi perkembangan cyberspace, baik dalam ranah hukum pidana maupun perdata.

 

Selamat membaca!

 

Sebelum UU ITE lahir, sebenarnya sudah ada satu dua kasus dunia maya yang maju ke pengadilan. Ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya perangkat komunikasi, berkembang sedemikian pesat. Sudah menjadi rahasia umum, di satu sisi, hukum dalam arti undang-undang, tidak bisa mengikuti perkembangan tersebut. Namun di sisi lain, aparatur hukum harus bisa menyelesaikan setiap persoalan baru tanpa bergantung sepenuhnya pada undang-undang baru. Ius curia novit, hakim diangap tahu hukum. Karena itu pula, hakim dilarang menolak mengadili perkara dengan dalih belum ada undang-undangnya.

 

Lantas, bagaimana dengan transaksi melalui dunia maya sebelum UU ITE lahir? Faktanya, jual beli barang melalui internet sudah lazim dilakukan. Transaksi perbankan dengan memanfaatkan perangkat teknologi canggih adalah hal lumrah. Tentu saja, kemungkin timbul masalah sangat besar. Bagaimana jika salah satu pihak ingkar janji alias wanprestasi? Bagaimana meminta pertanggungjawaban dalam e-commerce?

Halaman Selanjutnya:
Tags: