Pengajar hukum agraria Universitas Indonesia (UI), Prof. Arie S. Hutagalung, mengemukakan keluhan mengenai larangan bagi pegawai negeri sipil untuk menjadi advokat. Pasalnya, dengan larangan ini, staf pengajar di Perguruan Tinggi Negeri tidak dapat berpraktek sebagai advokat.
Menurut Arie, pelarangan itu tidak tepat. Karena selama ini, pengalaman praktek seorang dosen justru menjadi nilai tambahnya ketika mengajar di kampus. "Justru selama ini apa yang saya sampaikan saat mengajar, berasal dari pengalaman saya selama praktek," ujar Arie.
Arie mengatakan bahwa ada kecenderungan, justru dosen yang tidak pernah mempunyai pengalaman praktek sering ketinggalan dalam mengikuti informasi terbaru dalam dunia hukum.
Selain itu, jika dosen dilarang merangkap jabatan sebagai advokat, Arie khawatir banyak pengajar akan memilih berpraktek sebagai advokat, sehingga akan menimbulkan kerugian bagi Perguruan Tinggi.
"Kalau saya harus memilih, saya memilih berpraktek sebagai advokat. Padahal, saya adalah satu-satunya guru besar hukum agraria di Fakultas Hukum Universitas Indonesia," ujar Arie memberi contoh. Arie sendiri selain mengajar di Universitas Indonesia, juga memiliki kantor hukum Arie S. Hutagalung and Associates.
Rangkap jabatan
Namun, pengacara yang juga pengajar praktek hukum pidana di FH UI, Luhut MP Pangaribuan tidak sependapat dengan Arie. Menurut Luhut, yangt dilarang oleh UU Advokat adalah rangkap jabatan. Seseorang yang pekerjaan pokoknya sebagai pegawai negeri sekaligus juga mempunyai pekerjaan pokok sebagai advokat.
"Masuk akal dong. Masa dua profesi ditangani secara sekaligus, kan tidak akan sempurna. Mereka harus jujur," cetus Luhut. "Maksudnya kan supaya pekerjaan tidak dilakukan secara part time. Harus full time dong," tambah Luhut kepada hukumonline.