Menyibak Tirai Hitam Mahmilub
Utama

Menyibak Tirai Hitam Mahmilub

Tak banyak yang tahu kalau gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di bilangan Diponegoro Jakarta adalah tempat digelarnya persidangan Mahkamah Militer Luar Biasa. Tempat itu menjadi saksi bisu proses peradilan bagi tokoh-tokoh yang dituduh terlibat G.30.S. Hampir semuanya dihukum mati.

Oleh:
Tim Redaksi
Bacaan 2 Menit
Menyibak Tirai Hitam Mahmilub
Hukumonline
Di akhir November dan awal Desember 1965 Mayjen Soeharto meminta wewenang Presiden Soekarno menggunakan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) untuk memeriksa dan mengadili para tahanan yang dituduh terlibat G-30S. Kemudian, melalui Keppres No. 370/1965 lembaga dimaksud diberi mandat mengadili "tokoh-tokoh" aksi G.30.S.

Gultom menyatakan bahwa secara keseluruhan Mahmilub memeriksa sebanyak 17 perkara yang terkait dengan aksi G.30.S. Sementara, hingga 1978 Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) memeriksa sebanyak 291 perkara dan pengadilan negeri sebanyak 466 perkara.

Namun, Buku Putih G.30.S yang diterbitkan Sekretariat Negara RI tahun 1994, mencatat bahwa ada 24 orang dari ratusan atau mungkin ribuan tokoh yang terlibat PKI yang "beruntung" diajukan ke pengadilan. Dan hampir seluruhnya adalah mereka yang masuk dalam Golongan A. Selengkapnya lihat tabel nama-nama tokoh PKI yang pernah disidangkan di bawah ini:

No

Terpidana

Jabatan/Pangkat Terakhir

Putusan

1

Njono

Anggota Politbiro CC PKI

Putusan Mahkamah No.PTS-009/MB-I/A/1966, tanggal 21 Februari 1966

2

Untung bin Samsuri

Letkol Infanteri

Putusan Mahkamah No.PTS-03/MB-III/U/1966, tanggal 6 Maret 1966

3

Wirjomartono

Anggota Biro Khusus PKI

Putusan Mahkamah No.PUT-07/MB-II/WN/1966, tanggal 18 Mei 1966

4

Sujono

Major Udara

Putusan Mahkamah No. PUT-07/MLB-V/SJN/66, tanggal 3 Juni 1966

5

Peris Pardede

Ketua Komisi Kontrol CC PKI

Putusan Mahkamah No. PTS 07/MB/VI/PPAA/1966, tanggal 23 Juni 1966

6

Sudisman

Ketua Komisi Kontrol CC PKI

Putusan Mahkamah No. PTS 23/MLB/VI/PPAA/1966, tanggal 23 Juni 1966

7

Heru Atmodjo

Letkol Udara

Putusan Mahkamah No. PTS-010/MLB-VII/H.A/1966, tanggal 12 Agustus 1966

8

Ulung Sitepu

Brigjen TNI

Putusan Mahkamah No. PTS-012/I/MHL/1966, tanggal 18 September 1966

9

Dr. Soebandrio

Wakil Perdana Menteri I/Menteri Luar Negeri RI

Putusan Mahkamah No. PTS-013/MLB-XI/BDR/1966, tanggal 23 Oktober 1966

10

Omar Dani

Laksamana Madya Udara, Menteri/Panglima Udara

Putusan Mahkamah No. PTS-017/MLB/XIV/OD/1966, tanggal 23 Desember 1966

11

Supardjo

Brigjen TNI

Putusan Mahkamah No.PTS-19/MLB-II/SPD/1967, tanggal 12 Maret 1967

12

Tamuri Hidajat

Peltu

Putusan Mahkamah No. PTS-026/MLB-IX/SPD/1967, tanggal 30 September 1967

13

Kamaruzzaman bin Achmad Mubaidah alias Sjam

Kepala Biro Khusus PKI

Putusan Mahkamah No. PTS-27/MLB/I/K/1968, tanggal 9 Maret 1968

14

Moeljono bin Ngali alias Bono Walujo

Pimpinan Biro Khusus PKI

Putusan Mahkamah No. PTS-028/MLB-II/W/1968, tanggal 9 Oktober 1968

15

Abdullah Alihami

Sekretaris I CBD PKI Riau

Putusan Mahkamah No. PTS-PK-032/MLB-I/AA/70, tanggal 16 Februari 1970

16

Ranu Sunardi

Letkol Laut

Putusan Mahkamah No. PTS-033/MLB/X/RS/1970, tanggal 18 Oktober 1970

17

Sukatno

Sekjen Dewan Nasional Pemuda Rakyat, anggota CC PKI

Putusan Mahkamah No. 51/70/Vord, tanggal 11 Maret 1971

18

Supono Marsudidjojo alias Pono

Pimpinan Biro Khusus PKI

Putusan Mahkamah No. PTS-035/MLB-III/SM/1972, tanggal 8 Maret 1972

19

Suwandi

Sekretaris CDB PKI Jawa Timur

Putusan Mahkamah No. 520/K/1973, tanggal 11 Juni 1973

20

Ismail Bakri

Sekretaris I CDB PKI Jawa Barat

Putusan Mahkamah No. 1/1973/PID.SUBV, tanggal 3 Oktober 1973

21

R. Sugeng Sutarto

Brigjen Polisi

Putusan Mahkamah No. PTS-37/MLB-IX/RSS/1973, tanggal 24 Desember 1973

22

Ruslan Widjajasastra

Anggota CC PKI, Ketua Politbiro PKI Blitar Selatan

Putusan Mahkamah No. 15/PID-SUB/74Vord, tanggal 15 Juli 1974

23

Rustomo alias Istam alias Hasjim alias Amat alias Hasdi

-

Putusan Mahkamah No. 40/1975, tanggal 22 Oktober 1975

24

Gatot Sutarjo alias Gatot Lestarjo alias Sadi

-

Putusan Mahkamah No. 456/1975/PIOD/SUBV, tanggal 2 Januari 1976

Sumber: Sekretariat Negara RI, 1994

Kecuali Letkol. (udara) Heru Atmodjo yang divonis hukuman penjara seumur hidup, semua terdakwa yang diadili di Mahmilub dijatuhi dengan hukuman mati. Sedangkan, pemimpin-pemimpin puncak PKI seperti Aidit, Nyoto, dan Lukman yang dituduh ikut mendalangi aksi G.30.S dieksekusi setelah diinterogasi seadanya, tanpa pernah diajukan ke pengadilan.

Terhadap mereka yang dituduh menjadi anggota PKI dan pendukungnya, Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) menggolongkan mereka ke dalam tiga golongan sebagai berikut:

  1. Golongan A, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam pemberontakan G.30.S/PKI, baik di pusat maupun daerah.
  2. Golongan B, yaitu mereka yang telah disumpah atau menurut saksi telah menjadi anggota PKI atau pengurus ormas yang seasas dengan PKI atau mereka yang menghambat usaha penumpasan G.30.S/PKI.
  3. Golongan C, yaitu mereka yang pernah terlibat dalam pemberontakan PKI-Madiun; atau anggota ormas seasas dengan PKI, atau mereka yang bersimpati atau telah terpengaruh sehingga menjadi pengikut PKI.

Tindakan hukum terhadap ketiga golongan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Terhadap Golongan A, pemerintah memproses melalui sidang pengadilan.
  2. Terhadap Golongan B, pemerintah melakukan pemisahan dari masyarakat dengan cara mengumpulkan mereka di dalam satu tempat, dengan tujuan mengamankan mereka dari kemarahan-kemarahan rakyat dan mencegah jangan sampai mereka melakukan kegiatan yang menghambat upaya penertiban keamanan yang dilakukan pemerintah. pada tahun 1978 Golongan B ini seluruhnya telah dikembalikan lagi ke dalam masyarakat.
  3. Terhadap Golongan C, pemerintah memberikan bimbingan dan mereka bebas hidup dalam masyarakat sehingga diharapkan akan menjadi warga negara yang baik.

Namun, dalam kenyataannya "tindakan hukum" terhadap sebagian besar orang-orang yang dianggap terlibat PKI, baik yang termasuk Gol. A, Gol. B, ataupun Gol. C, sama sekali menginjak-injak hukum yang berlaku. penangkapan yang tidak mengindahkan hukum dan perikemanusiaan merupakan hal yang lumrah dilakukan ketika itu.

Mengenai hal ini, Gultom menulis bahwa terjadi pembunuhan massal terhadap para pemimpin, pendukung, dan simpatisan PKI, atau bahkan yang hanya memiliki hubungan famili dengan orang-orang komunis.

Gultom memaparkan pula bahwa pada masa itu ratusan ribu bahkan jutaan orang dibunuh tanpa pernah dijelaskan apa kesalahannya. Propaganda melalui media massa tentang kesadisan aksi G.30.S membuat banyak orang memaklumi eksekusi tanpa proses pengadilan tersebut-atau malah ikut-ikutan secara sadis dan membunuhi mereka yang dituding komunis.

 

PKI dalangnya

 

Sementara itu, Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam berpendapat bahwa pada intinya dihidupkannya kembali Mahmilub semata-mata untuk mengungkapkan PKI sebagai dalang. Karena itu semua pemeriksaan diarahkan pada PKI  sebagai dalang.

"Yang anehnya, hasil pemeriksaan yang menyebutkan lain itu tidak dipakai. Jadi, ada kesaksian seorang mayor dari Jawa timur yang menyatakan dalangnya itu adalah Untung dan Latief, tapi itu tidak dipakai. Justru hasil pemeriksan yang menyatakan PKI itu yang justru kemudian dijadikan bahan sejarah," jelas Asvi.

Asvi menambahkan bahwa semua pemeriksaan di Mahmilub diarahkan pada PKI sebagai dalang, tujuannya agar PKI bisa dihancurkan. "Soeharto itu bertindak sebagai perwira penyerah perkara. Nah, ketika ia menyerahkan perkara itu, ia sudah menyatakan dalam pidato penyerahan itu PKI ini bersalah. Jadi, apa artinya Mahmilub karena sebelum diserahkan perkaranya, dalam pengantarnya, Soeharto sudah menyatakan PKI ini bersalah," katanya.

Oleh karena tujuan utama dari Mahmilub semata-mata adalah untuk menghancurkan PKI, maka itulah sebabnya mengapa hampir semua terdakwanya diganjar vonis hukuman mati. " Jadi jelas targetnya, melenyapkan mereka," tandas Asvi.

Dalam buku "Mengadili Korban" (ELSAM, 2003), Samuel Gultom mengungkapkan bahwa kala itu Suharto yang berkuasa untuk menentukan siapa yang dikategorikan sebagai "tokoh", bertindak sebagai perwira penyerah perkara dan menentukan susunan Mahmilub. Sebagai tempat penyelenggaraan persidangan dipilih gedung Bappenas di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat.

Mahmilub sendiri sebenarnya telah ada sejak 1963 melalui Penetapan Presiden No.16/1963, dan kasus pertama yang ditangani lembaga ini adalah perkara Dr. Soumokil dengan Republik Maluku Selatan-nya. Perkara Soumokil diputus berdasarkan Putusan Mahmilub No.1, 25 April 1964.

Pengadilan militer untuk sipil

Kekhususan dari Mahmilub, menurut Gultom, terletak pada dua hal. Pertama, institusi tersebut adalah pengadilan tingkat pertama sekaligus terakhir, karena terdakwa ataupun oditur atau penuntut tidak dapat melakukan upaya banding. Kedua, Mahmilub merupakan lembaga peradilan militer yang memeriksa warga sipil.

Tags: