Dokter Forensik Wajib Bantu Polisi Ungkap Kasus Mutilasi
Berita

Dokter Forensik Wajib Bantu Polisi Ungkap Kasus Mutilasi

Bekasi adalah daerah paling banyak “menyumbang” kasus mutilasi. Tugas polisi banyak terbantu ahli forensik.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Dokter Forensik Wajib Bantu Polisi Ungkap Kasus Mutilasi
Hukumonline

Teka-teki tentang potongan mayat yang ditemukan di Kalimalang dan Bekasi mulai terungkap. Meskipun belum menemukan potongan kepala dan bagian perut hingga kelamin, polisi sudah memastikan korban mutilasi itu berjenis kelamin perempuan. Keyakinan polisi didasarkan pada hasil tes DNA dari tubuh korban.

 

Selama seminggu terakhir, polisi memang dibuat sibuk untuk memastikan siapa mayat yang menjadi korban mutilasi. Sejak potongan pertama ditemukan tersangkut di pintu air Halim, Jalan Inspeksi Saluran Kalimalang, Jakarta Timur 29 Maret lalu, polisi berkejaran dengan waktu untuk menjawab teka-teki siapa gerangan korban mutilasi. Temuan kedua, berupa potongan paha kanan dan kaki, di saluran Kali Bekasi makin memberi petunjuk. Namun polisi tetap saja kesulitan melakukan identifikasi. Belum lagi mengejar siapa pelakunya. Untunglah polisi terbantu ahli forensik. Melalui kajian deoxyribonucleic acid (DNA), jenis kelamin korban bisa dipastikan. Usia korban pun bisa diprediksi.

 

Ini bukan kali pertama polisi berhadapan dengan misteri mayat terpotong-potong. Puluhan kasus di sekitar Ibukota dalam dua tahun terakhir justru bertambah. Menurut ahli forensik dari RSCM, Mun’iem Idris, Bekasi adalah “penyumbang” kasus mutilasi terbanyak.

 

Sebagian besar misteri itu bisa diungkap berkat bantuan ahli forensik atau kedokteran kehakiman. Itu sebabnya, ahli forensik wajib memberi bantuan kepada polisi jika diminta untuk mengungkap identitas mayat korban pembunuhan. “Dokter wajib memberi bantuan,” kata Djaja Surya Atmadja, ahli patologi forensik saat tampil sebagai pembicara di Unika Atma Jaya Jakarta, (06/4). Acara bertajuk Detective at the Day: Behind the Death itu diselenggarakan dalam rangka Pesta Emas Unika Atma Jaya.

 

Ditegaskan dokter Djaja, ahli forensik yang menolak memberi bantuan kepada polisi bisa terancam hukuman pidana. Ia menunjuk pasal 224 KUHP. Pasal ini mengancam hukuman sembilan bulan penjara kepada ahli atau saksi yang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban berdasarkan Undang-Undang harus dipenuhi.

 

Jadi, jika polisi sudah meminta bantuan, ahli forensik wajib memberikan bantuan. Pasal 133 KUHAP memberi wewenang kepada penyidik untuk mengajukan permintaan kepada ahli forensik jika penyidikan menyangkut korban luka, keracunan, atau mati. Permintaan keterangan ahli dilakukan secara tertulis. Pasal 133 ayat (1) merumuskan “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban, baik karena luka, keracunan maupun mati, yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman, atau dokter dan atau ahli lainnya”.

Halaman Selanjutnya:
Tags: