Advokat, Menegakan Hukum Sambil Menambang Dolar
Edisi Lebaran 2010:

Advokat, Menegakan Hukum Sambil Menambang Dolar

Penggajian advokat ada yang diberikan perbulan, ada yang hanya berdasarkan persentase atau marketing fee.

Oleh:
Ali/IHW/Mys
Bacaan 2 Menit
Pengangkatan advokat Peradi di Jakarta April 2010 lalu. <br> Foto: Sgp
Pengangkatan advokat Peradi di Jakarta April 2010 lalu. <br> Foto: Sgp

Profesi advokat termasuk salah satu profesi yang paling diidam-idamkan para sarjana hukum. Mereka tentu tergiur dengan tampilan para pengacara papan atas yang sering berpakaian high class dan mobil mewah keluaran terbaru. Di beberapa negara, misalnya di Amerika Serikat, advokat memang merupakan salah satu profesi yang berpenghasilan besar ketimbang profesi-profesi yang lain.

 

Di Indonesia, gaji advokat yang berkantor di kantor hukum papan atas juga tergolong mewah. M. Arie Armand, partner di DNC Lawfirm, mengatakan para advokat yang berkantor di bilangan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, ini digaji dengan mata uang dolar Amerika Serikat. Penggajian dilakukan berdasarkan jenjang karier.

 

Bila ada seorang fresh graduate yang dinyatakan lulus, maka ia harus menjalani pelatihan selama tiga bulan. Meski hanya menjalani training, si ‘calon advokat’ tak perlu khawatir soal kocek. Sebab, DNC memberi uang saku sekitar AS$500 tiap bulannya. Padahal, dalam masa ini, si ‘calon advokat’ belum benar-benar bekerja karena hanya diwajibkan mengikuti pelatihan yang diberikan oleh dosen, praktisi hukum maupun lawyer yang lebih senior. 

 

Selepas masa training, calon advokat harus menjalani on job training selama sembilan bulan. Mereka yang lulus proses tahap ini akan diangkat menjadi junior associate dengan bayaran sekitar AS$800. Dua sampai tiga tahun kemudian statusnya meningkat menjadi associate dengan gaji antara AS$1500-1800.

 

Setelah lima sampai enam tahun, status advokat akan menjadi senior associate dengan gaji sekitar AS$2000 per bulan. Jenjang terakhir adalah partner yang tiap bulannya bisa membawa AS$3000-4000. “Tapi soal besaran ini bisa relatif. Kalau pendapatan sedang besar, maka (gaji) bisa lebih besar lagi,” ungkap Arie kepada hukumonline, Selasa (7/9).

 

Soal lingkup kerja, secara umum Arie menjelaskan dunia per-advokat-an dibagi dua. Yakni, litigation lawyer dan corporate lawyer (non-litigasi). Advokat litigasi biasanya yang bersidang di ruang pengadilan, sedangkan corporate lawyer lebih sering memberi konsultasi dalam lapangan hukum bisnis kepada perusahaan. “Dari segi profesi sebenarnya tidak ada perbedaan. Karena keduanya sama-sama memberi legal service,” tuturnya.

 

Namun, ketika melihat keahlian yang dibutuhkan, baru terlihat perbedaan antara dua jenis advokat itu. Advokat litigasi diharapkan sosok yang lebih agresif. Sedangkan, corporate lawyer harus lebih sistematis atau cenderung by the book. “Dan yang lebih penting lagi seorang corporate lawyer harus punya sense of bussiness,” kata pria yang memperoleh gelar sarjana dari Universitas Padjadjaran ini.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait