PK Tanpa Banding dan Kasasi Tak Boleh Diterima
Berita

PK Tanpa Banding dan Kasasi Tak Boleh Diterima

MA menolak PK yang diajukan mantan Bupati Natuna, Hamid Rizal. Dua Hakim ad hoc mengajukan dissenting opinion dengan berpendapat seharusnya putusan berbunyi ‘tidak dapat diterima’.

Oleh:
Ali/Fat
Bacaan 2 Menit
PK tanpa banding dan Kasasi tak boleh diterima,<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)
PK tanpa banding dan Kasasi tak boleh diterima,<br> Foto: Ilustrasi (Sgp)

Taktik para terpidana kasus korupsi dalam mengurangi hukumannya semakin berkembang. Beberapa waktu belakangan ini, ada sebuah trend baru di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Para terpidana yang telah dihukum oleh pengadilan di tingkat pertama itu tak mengajukan upaya hukum banding atau kasasi. Melainkan langsung mengajukan upaya hukum luar biasa, peninjauan kembali (PK).

 

‘Akal-akalan’ ini rupanya terbaca oleh Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung (MA). Hakim Ad Hoc Krisna Harahap dan MS Lumme menilai modus baru ini adalah upaya untuk mengurangi hukuman. Bila terpidana mengajukan banding atau kasasi, maka ada kemungkinan hukumannya bisa diperberat.

 

Sedangkan, bila terpidana mengajukan PK maka mustahil hukuman yang diperolehnya di pengadilan tingkat pertama diperberat oleh majelis hakim PK. Dasarnya adalah Pasal 266 ayat (3) KUHAP. Ketentuan itu berbunyi ‘Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula’.  

 

Pendapat dua hakim ini bukan diutarakan dalam acara diskusi atau seminar, melainkan dituangkan dalam putusan PK yang diajukan oleh mantan Bupati Natuna, Kepulauan Riau, Hamid Rizal. Majelis Hakim PK yang diketuai oleh Artidjo Alkostar serta beranggotakan Krisna Harahap, MS Lumme, Leo Hutagalung dan Imam Haryadi menolak PK terpidana.

 

Krisna dan Lumme menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Menurut keduanya, putusan itu seharusnya berbunyi tidak dapat diterima (artinya, tak memenuhi syarat formil sehingga substansi perkaranya tak perlu dipertimbangkan). Ketika dikonfirmasi, Krisna menyebutkan langkah mengajukan PK tanpa melewati banding dan kasasi tidak tepat.

 

“Tanpa menggunakan upaya hukum banding dan kasasi, berarti terpidana telah menerima dan menyetujui putusan majelis sehingga tidak pada tempatnya lagi mempersoalkan adanya kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata sebagai alasan mengajukan PK,” sebut Krisna, Rabu (20/10).

 

Penggiat Anti-Korupsi, Bambang Widjojanto mengakui ada perbedaan pendapat mengenai hal ini. Ada yang berpendapat asalkan putusan sudah berkekuatan hukum tetap maka terpidana bisa mengajukan PK. Putusan Pengadilan Negeri (tingkat pertama) bisa dinyatakan berkekuatan hukum tetap apabila diterima oleh kedua belah pihak atau tak ada pihak yang mengajukan upaya hukum sampai batas waktu yang ditentukan berakhir.

Tags: