Uji Materi Aturan Pembatasan PK Kandas
Berita

Uji Materi Aturan Pembatasan PK Kandas

Pembatasan PK dinilai telah memberikan kepastian hukum, sehingga seseorang tidak dengan mudahnya melakukan upaya hukum PK secara berulang-ulang.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Uji Materi Aturan Pembatasan PK Kandas
Hukumonline

Mahkamah Konstitusi menyatakan tak menerima permohonan uji materi sejumlah undang-undang yang mengatur soal peninjauan kembali (PK). Seperti, Pasal 24 ayat (2) UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 66 ayat (1) UU No 3 Tahun 2009 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, dan Pasal 268 ayat (3) KUHAP, yang mengatur PK hanya bisa diajukan sekali. Pasalnya, pemohon dianggap tak memiliki legal standing.

 

“Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan, sehingga pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” kata Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD saat membacakan putusan di Gedung MK, Rabu (15/12).

 

Sebagaimana tertuang dalam permohonan, pemohon, Muh Burhanuddin dan Rahmat Jaya yang berprofesi sebagai advokat, merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya pasal yang menyatakan PK hanya bisa diajukan satu kali. Hal itu dinilai membatasi dan mengganggu hak dan kepentingan advokat untuk berbuat sesuatu termasuk meninjau norma itu.

 

Dalam hal ini, Mahkamah mengakui meski pemohon yang berprofesi sebagai advokat memiliki hak konstitusional, tetapi tidak ditemukan kerugian spesifik dan aktual. Kalaupun ada kerugian, tidak ada hubungan sebab-akibat antara kerugian dan berlakunya pasal-pasal itu.

 

Ketentuan pembatasan PK hanya boleh diajukan sekali sama sekali tak merugikan kepentingan advokat dalam menjalani profesinya. “Kalaupun ada kerugian, itu mungkin terjadi terhadap klien pemohon. Karenanya, pemohon tak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan ini karena tak ada kerugian konstitusional dengan berlakunya pasal-pasal itu,” kata hakim konstitusi, Hamdan Zoelva.                

 

Sementara dalam pertimbangan yang dimohonkan oleh Herry Wijaya selaku Direktur PT Haranggajang - klien Burhanuddin dan Rahmat dalam perkara sengketa tanah – Mahkamah menilai pembatasan permohonan PK tak ada relevansinya dengan jaminan persamaan hak di depan hukum dan pemerintahan. “Pasal itu berlaku umum bagi setiap orang dan tidak membeda-bedakan antara seseorang dan seseorang lain,” tutur Maria Farida Indrati.

 

Menurutnya, pembatasan PK tidak melanggar asas perlindungan yang sama (equal protection). Aturan itu dinilai wajar dalam rangka due process of law selama pembatasan PK itu diterapkan bagi semua orang untuk menegakkan hukum materil. “Sama halnya upaya penahanan oleh penegak hukum untuk semua orang yang diduga melakukan tindak pidana,” katanya.                      

 

Jika pengajuan PK tidak dibatasi justru akan terjadi ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum, sampai berapa kali pengajuan PK dapat dibolehkan? Kondisi ini akan akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Pembatasan ini tidak bersifat diskriminatif sesuai Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.

 

Karena itu, pembatasan itu telah memberikan kepastian hukum atas penyelesaian suatu perkara, sehingga seseorang tidak dengan mudahnya melakukan upaya hukum PK secara berulang-ulang. “Ini sejalan dengan asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan.”              

 

Untuk diketahui, Muh. Burhanuddin dan Rachmat Jaya menguji sejumlah undang-undang yang mengatur soal PK. Keduanya, merupakan pengacara PT Harangganjang milik Herry Wijaya yang juga menguji undang-undang yang sama. Para pemohon beralasan pasal-pasal itu tidak memiliki kejelasan, ketelitian, dan konsistensi yang bertentangan dengan asas kepastian hukum. Karenanya, pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal itu. Sebab, faktanya dalam banyak kasus, PK boleh diajukan lebih dari satu kali. Bahkan, hingga sampai empat kali.  

 

Permohonan ini dilatarbelakangi kasus yang pernah dialami Herry Wijaya. Dia merasa diperlakukan tidak adil oleh putusan PK. Herry Wijaya – Presdir PT Harangganjang -  terlibat dalam sengketa tanah di Jl. Sudirman Kav 63, Jakarta dengan PT Graha Metropolitan Nuansa. Konflik hingga sampai PK dan dimenangkan PT Harangganjang. Namun, PT Graha Metropolitan juga mengajukan PK yang membuat PT Harangganjang mengalami kekalahan. Saat Harangganjang mengajukan PK lagi, terganjal aturan itu.

Tags: