Sri Indrastuti Hadiputranto: Berkah Kepatuhan Kepada Bapak
Edsus Akhir Tahun 2010:

Sri Indrastuti Hadiputranto: Berkah Kepatuhan Kepada Bapak

Tuti mengaku tak senang bersengketa di pengadilan. Sepanjang kariernya sebagai pengacara, perkara litigasi yang ditanganinya pun bisa dihitung dengan jari.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Sri Indrastuti Hadiputranto berkah kepatuhan<br> kepada Bapak. Foto: Sgp
Sri Indrastuti Hadiputranto berkah kepatuhan<br> kepada Bapak. Foto: Sgp

Siapa tak kenal dengan Sri Indrastuti Hadiputranto atau sering dipanggil Tuti Hadiputranto? Bila anda orang yang berkecimpung di dunia hukum tentu mengenal atau minimal pernah mendengar nama ini. Ya, dia adalah salah seorang pendiri sekaligus partner Hadiputranto Hadinoto and Partner (HHP). Konon, katanya lawfirm ini termasuk salah satu tujuan utama para sarjana hukum yang ingin berprofesi sebagai pengacara.

 

Bersama dengan (almarhumah) Tuti Dewi Hadinoto, ia mendirikan lawfirm ini sejak 21 tahun yang lalu. Sebelumnya, ia pernah mendirikan lawfirm Lubis, Hadiputranto, Ganie, Surowidjojo (LHGS) dan memimpin kantor cabang LHGS di Seattle, Washington, Amerika Serikat pada periode 1986-1989. Setelah ditinggal Tuti, kantor hukum ini berubah nama menjadi Lubis, Ganie, dan Surowidjojo (LGS).

 

Tuti yang telah berpuluh tahun malang melintang di dunia pengacara memang termasuk lawyer perempuan di bidang commercial law yang top di Indonesia. Beberapa klien dari perusahaan-perusahaan besar pernah merasakan tangan dinginnya dalam memberikan opini hukum. Namun, siapa sangka bila Tuti justru tak pernah terpikir akan berkecimpung di bidang ini.

 

“Sebetulnya agak aneh ya. Sejak dulu, saya tak memiliki cita-cita menjadi pengacara atau advokat. Sama sekali. Saya inginnya jadi insinyur, atau dokter, atau ekonom,” ungkapnya kepada hukumonline, Selasa (28/12).

 

Impian Tuti menjadi insinyur tak didukung oleh ayahnya. Kala itu, ayahnya mengatakan telah ada seorang insinyur perempuan di dalam keluarga, yaitu kakak Tuti. “Dia bilang kita tak perlu dua insinyur wanita di keluarga,” ungkapnya. Lalu, ketika ia ingin masuk jurusan kedokteran dan ekonomi sudah terlambat.

 

Tuti mengingat pada saat itu ia sempat enggan melanjutkan sekolah. “Jadi, saya akhirnya nggak mau sekolah,” tuturnya sambil tertawa kecil. Namun, ayahnya meminta ia untuk mencoba masuk sekolah hukum dan kelak menjadi lawyer, karena ayahnya melihat Tuti memiliki kemampuan untuk menganalisa.    

 

“Lalu, bapak saya bilang jadilah lawyer karena lawyer paling fleksibel; mau kerja di mana pun bisa,” jelasnya menceritakan alasan ayahnya itu.

Tags: