UU Pasar Modal Lemah Atasi Insider Trading
Utama

UU Pasar Modal Lemah Atasi Insider Trading

UU Pasar Modal lemah atur sanksi dan pengawasan.

Oleh:
Latifah K Wardhani
Bacaan 2 Menit
UU Pasar Modal perlu direvisi. Foto: Sgp
UU Pasar Modal perlu direvisi. Foto: Sgp

Meski sudah berusia 15 tahun, UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak pernah mampu menjadi dasar hukum untuk menjerat pelaku kejahatan pasar modal. Apalagi, kejahatan yang paling sering terjadi yaitu perdagangan orang dalam (insider trading). Padahal, hal ini diatur dalam UU Pasar Modal.

 

Ketiadaberdayaan pada kejahatan pasar modal, terutama insider trading itu menjadi kritik pakar pasar modal Arman Nefi, selaku pembicara dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Djokosoetono Research Center (DRC) di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kamis (28/4).

 

Nefi mencatat belum ada satu pun kasus insider trading yang dijerat dengan undang-undang ini. Padahal dalam kurun waktu 1995-2010 Bapepam LK telah memeriksa sejumlah kasus yang ditengarai terdapat insider trading. 

 

“Sayangnya pemeriksaan tersebut gagal diteruskan ke tingkat penyidikan dan memutuskan untuk memberikan sanksi administratif saja,” ungkapnya.

 

Arman menilai bahwa hal ini disebabkan karena locus dan tempus delicti untuk mengusut insider trading tidak sama dengan pidana konvensional. Selain itu, sifatnya yang paperless dan wireless menyebabkan sulitnya pembuktian di pengadilan. Ditambah lagi dengan mudahnya para pelaku menyembunyikan barang bukti.

 

Dia menilai sanksi yang diatur dalam Pasal 104 UU Pasar Modal juga relatif ringan. Yaitu, pidana penjara 10 tahun dan denda Rp15 miliar. Sanksi ini belum memadai untuk menjerat pelaku, mengingat keuntungan yang diperoleh dalam insider trading jauh lebih besar.

 

“Denda mekasimal belum seberapa dibanding dengan keuntungan yang diperoleh pelaku,” tegasnya. Pasalnya, dalam sehari, nilai transaksi di bursa bisa mencapai empat sampai lima triliun rupiah. Sehingga, sanksi itu jauh lebih ringan dibanding dengan keuntungan yang diperoleh.

 

Pendapat tersebut diamini Indra Safitri, Konsultan Hukum Pasar Modal, dalam diskusi di tempat sama. Indra menyatakan bahwa pembuktian mengenai insider trading sangat sulit. Hal ini dikarenakan modus operandi yang dijalankan oleh para pelaku sudah sangat canggih. Sedangkan, UU Pasar Modal tidak mengatur mengenai sistem pengawasan dan sanksi yang berat.

 

“UU Pasar Modal saat ini sudah jauh tertinggal. Hal ini wajar saja, karena undang-undang itu kan dibentuk ketika pasar modal di Indonesia masih sederhana. Sekarang, pasar modal sudah sangat canggih. UU Pasar Modal tidak bisa mengakomodir kebutuhan industri saat ini,” ujarnya.

 

Indra mencontohkan modus operandi yang baru dalam insider trading yang belum diatur dalam UU Pasar Modal adalah misleading informationinsider trading dalam Initial Public Offering (IPO).

 

Adapun hal lain yang melemahkan penegakan hukum insider trading adalah adanya pengaruh politik dalam perdagangan saham sehingga real market yang diinginkan tidak ada. Sebagai contohnya dalam kasus Krakatau Steel dan Garuda Indonesia dalam melakukan IPO.

 

Dia mencontohkan, dalam kasus IPO Krakatau Steel dengan harga jual per lembar saham terlalu murah, memicu IPO Garuda Indonesia dipatok terlalu tinggi. Alasan dari pemerintah, karena tidak mau bernasib sama dengan Krakatau Steel. Meskipun pihak underwriter sudah memperingatkan Garuda, tetapi tetap saja peringatannya tidak digubris. “Akibatnya, bisa dilihat sendiri kan,” jelasnya.

 

Oleh sebab itu, kedua narasumber menyarankan untuk memperbesar nilai denda yang menjadi sanksi. Kemudian, UU Pasar Modal mengadaptasi UU No 11 Tahun 2009 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tags: