MA Bersiap ‘Kebanjiran’ Perkara Uji Materil
Berita

MA Bersiap ‘Kebanjiran’ Perkara Uji Materil

Batas waktu 180 hari hilang, masyarakat boleh menguji peraturan di bawah undang-undang yang lawas ke MA.

Oleh:
Ali/IHW
Bacaan 2 Menit
MA terbitkan aturan baru tentang hak permohonan uji materiil.<br> Foto: SGP
MA terbitkan aturan baru tentang hak permohonan uji materiil.<br> Foto: SGP

Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan aturan baru tentang Hak Uji Materil. Terhitung sejak 30 Mei 2011, Peraturan MA (Perma) No 1 Tahun 2011 resmi menggantikan Perma No 1 Tahun 2004. Yang baru dari Perma ini adalah penghapusan batas waktu pengajuan permohonan uji materiil peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang di MA.   

 

Selama ini, pengujian atas materi peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang hanya bisa dimohonkan dalam rentang waktu 180 hari sejak peraturan tersebut diundangkan. Dengan kata lain, peraturan yang telah diterbitkan lebih dari sekitar enam bulan tak bisa diuji ke MA.

 

Juru Bicara MA Hatta Ali menuturkan dihapuskannya batasan waktu pengajuan perkara uji materil di MA ini untuk merespon keluhan yang kerap disampaikan masyarakat. Tak sedikit pencari keadilan yang ingin menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang ke MA terganjal karena aturan batasan waktu 180 hari itu.

 

“Banyak komplain, karena sudah melewati batas waktu berarti kan tidak bisa mengajukan uji materil. Atas pertimbangan itulah sehingga (batasan waktu,-red) dihilangkan,” ujar Hatta usai menghadari sidang doktoral Advokat Hotman Paris Hutapea di Universitas Padjajaran, Bandung, Selasa (21/6).

 

Dengan dihilangkannya batas waktu ini, MA sangat mungkin kebanjiran perkara uji materil. Apalagi Perma ini diberlakukan surut, sehingga peraturan perundang-undangan sejak zaman dahulu juga bisa diajukan uji materil ke MA. Hatta menegaskan MA sudah menyadari bahwa konsekuensi pencabutan batas waktu itu adalah banyaknya perkara uji materil yang akan mampir ke MA.   

 

“Ya apa boleh buat. Itu konsekuensinya (banjir perkara,-red). Tapi itu kan lebih berkeadilan. Selama ini ada orang yang ingin ajukan, tapi dibatasi waktu sehingga terganjal. Itu kan tidak memberikan keadilan,” ujarnya.

 

Direktur LBH Jakarta Nurkholis Hidayat menyambut baik dihapuskannya batas waktu pengajuan uji materil. Ia juga mengakui bahwa banyak masyarakat yang ingin menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang seperti Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden) yang bersifat diskriminatif, tetapi terganjal batasan waktu itu.

 

“Kami menyambut gembira dihapuskannya batasan waktu pengajuan uji materiil di MA ini. Ini langkah yang baik,” ujar Nurkholis kepada hukumonline, Rabu (22/6)

 

Lebih lanjut, Nurkholis menilai dengan dibukanya keran uji materil tanpa batas waktu ini maka akan banyak peraturan perundang-undangan zaman dulu yang bisa diajukan ke MA. Salah satunya adalah Keputusan Presiden (Keppres) No 28 Tahun 1975 tentang Perlakuan terhadap Mereka yang terlibat G.30S/PKI Golongan C. Keppres ini dinilai diskriminatif terhadap para mantan narapidana yang dicap PKI.

 

“Dengan terbitnya Perma ini, berarti Keppres ini bisa kita uji ke MA,” jelas Nurkholis lagi.

 

Sekadar mengingatkan, uji materi peraturan perundang-undangan di Indonesia dilakukan oleh dua lembaga peradilan, yakni Mahkamah Konstitusi (MK) dan MA. MK berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945, sedangkan MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (Perpres, PP, dan Perda) terhadap undang-undang.

Tags: