Aturan Keterlambatan Pembayaran Upah Diuji ke MK
Berita

Aturan Keterlambatan Pembayaran Upah Diuji ke MK

Pemohon diminta memperbaiki petitum permohonan.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Aturan keterlambatan pembayaran upah pekerja diuji ke MK. Foto: SGP
Aturan keterlambatan pembayaran upah pekerja diuji ke MK. Foto: SGP

Tak puas gugatan PHK ditolak pengadilan, Andriyani mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Norma yang diuji adalah Pasal 169 ayat (1) huruf c  UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

 

“Pasal itu merugikan hak konstitusional pemohon sebagai buruh karena tidak ada penafsiran khusus atas pasal itu jika buruh mengajukan PHK atas keterlambatan pembayaran upah,” kata Andriyani dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Kamis (15/9). 

 

Pasal 169 ayat (1) huruf f menyebutkan pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan….. (c) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

 

Andriyani adalah karyawan swasta yang pernah bekerja di PT Megahbuana Citramasindo (PJTKI) sejak 2 Januari 1998 sebagai staf pengadaan tenaga kerja. Namun, sejak bulan Juni 2009 hingga November 2010 pembayaran upahnya sering mengalami keterlambatan. Pada Desember 2010, Andriyani membawa persoalan ini di Sudinakertrans Jakarta Utara.

 

Anehnya, sejak diadukan ke Sudinakertrans, PT Megahbuana membayar upahnya tepat pada waktunya. Tetapi, Andriyani tetap mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Lewat putusan No 61/PHI.G/2011/PN Jakpus tertanggal 13 Juni 2011 gugatannya ditolak dengan dalih upah sudah dibayar tepat pada waktunya.

 

Andriyani menuturkan sejak pengusaha membayar upah, sehingga hak mengajukan PHK menjadi hilang. Menurutnya, pembayaran upah tidak tepat waktu mengakibatkan hubungan kerja menjadi tidak harmonis. “Sejak Juni 2009, saya tidak diberi pekerjaan,” akunya.

 

Ia menilai pelaksanaan pasal itu dapat terjadi bukan hanya faktor ketidaksengajaan, seperti faktor kesulitan keuangan, melainkan dapat disalahgunakan (sengaja) pengusaha agar pekerja/buruhnya mengundurkan diri karena tidak mampu bertahan diberikan upah yang tidak tepat waktu.

 

“Menyatakan Pasal 169 ayat (1) huruf c UU Ketenagakerjaan sepanjang frasa ‘tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih’ haruslah dimaknai meskipun pengusaha membayar upah telah tepat waktu,” tuntutnya. “Pasal itu tidak memberikan kepastian hukum bagi pekerja yang akan mengajukan PHK jika dalam prosesnya upah dibayar tepat waktu.”  

 

Menurutnya, jika pasal itu dimaknai seperti itu pengusaha dapat menghindari sedapat mungkin pembayaran upah tidak tepat waktu. Hal ini juga untuk menghindari gugatan PHK pekerjanya dengan kewajiban membayar uang pesangon.

 

Menanggapi permohonan, Hamdan Zoelva mengaku bingung terhadap petitum (tuntutan permohonan, red). “Apa maksud petitum Saudara terhadap frasa ‘tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan berturut-turut atau lebih’ menjadi tidak berlaku karena harus dimaknai meskipun pengusaha membayar upah telah tepat waktu? Atau pasal itu tetap, tetapi ditambahkan norma bahwa meski setelah itu pengusaha membayar tepat waktu.”

 

Hamdan juga menyarankan agar petitum permohonan saudara harus diperbaiki dengan menyatakan Pasal 169 ayat (1) huruf c bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa…, menyatakan pasal itu sepanjang frasa… tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. “Saudara bisa lihat contoh-contoh permohonan di MK,” sarannya.

Tags: