Dikontrak Berkali-kali, Pekerja Hotel Menggugat
Berita

Dikontrak Berkali-kali, Pekerja Hotel Menggugat

Pekerja telah menjalani kerja harian selama lebih dari tiga tahun.

Oleh:
Ady
Bacaan 2 Menit
Dikontrak Berkali-kali, Pekerja Hotel Menggugat
Hukumonline

Bekerja di bidang industri pariwisata telah menjadi pilihan bagi Kuwat Mukholik dan Nurul Makhin. Pekerja PT Puri Dharmawangsa Raya Hotel itu bertugas sebagai pekerja harian di hotel Puri Dharmawangsa Raya Jakarta lebih dari tiga tahun. Tapi sejak 2008 sampai 2011 mereka dipekerjakan sebagai pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Setahun sekali hotel berbintang lima ini memperpanjang kontrak.

Walau berstatus kontrak, Kuwat dan Nurul mengaku mengerjakan pekerjaan yang sama dengan pekerja berstatus tetap. Perbedaan hanya terdapat pada upah dan tunjangan yang diperoleh pekerja tetap.

Maret 2011 Kuwat dipanggil pihak manajemen untuk menghadap. Manajemen mengingatkan Kuwat bahwa masa kerjanya sudah habis berdasarkan kontrak. Jika masih mau bekerja, Kuwat ditawari pihak manajemen untuk beralih status menjadi pekerja outsorcing yang menjadi rekanan hotel yaitu PT MGA.

Pihak manajemen memberi waktu kepada Kuwat untuk menjawab tawaran itu sampai 1 April 2011. Usai pertemuan pihak manajemen menitip pesan kepada Kuwat untuk mengabarkan kepada Nurul agar menghubungi pihak manajemen.

Atas informasi dari Kuwat, Nurul yang menjalani cuti menghubungi pihak manajemen. Apa yang disampaikan pihak manajemen kepada Nurul kurang lebih sama seperti yang telah disampaikan kepada Kuwat. Yaitu kontrak kerja selesai dan dapat bekerja kembali jika menandatangani kontrak kerja dengan PT MGA.

Keputusan manajemen itu ditolak oleh Kuwat dan Nurul. Pihak pekerja merasa pengakhiran hubungan kerja itu tidak dilakukan dengan prosedur. Pasalnya mereka tidak menerima pemberitahuan secara tertulis dan perundingan bipartit. Mengacu Pasal 151 ayat (1) dan (3) UU Ketenagakerjaan maka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan batal demi hukum.

Kuasa hukum pihak pekerja Dewi Fitriana mengatakan, jika mencermati masa kerja dan jenis pekerjaan yang dikerjakan pekerja seharusnya status pekerja berubah menjadi pekerja tetap. Hal itu bagi Dewi telah diatur dalam Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan Keputusan No. KEP.100/MEN/VI/2004. Begitu pula termaktub dalam Keputusan Kemenakertrans No.KEP.233/MEN/2003 pasal 3 yang intinya pekerjaan di bidang usaha pariwisata tidak boleh berstatus pekerja kontrak atau PKWT.

Pekerja harian (lepas) sudah jelas peraturannya dalam Keputusan Kemenakertrans No. KEP.100/MEN/VI/2004 (hanya boleh,--red) 21 hari saja selama 3 bulan berturut-turut, tapi ini sampai tiga tahun. Berarti sudah melebihi kapasitas (pekerja) sebagai daily worker. Kalau alasan (mengerjakan) produk baru tentu ini bukan produk baru karena hotelnya sudah lama berdiri,tutur Dewi kepada hukumonline di PHI Jakarta (6/2).

Menurut Dewi, alasan utama hotel yang berlokasi di daerah Kebayoran Baru Jaksel itu adalah efisiensi. Pasalnya, pemutusan kontrak dengan mekanisme yang sama seperti Kuwat dan Nurul dialami oleh pekerja lainnya. Selain itu para pekerja juga ditawari untuk beralih ke outsorcing jika kontraknya mau diperpanjang. Perubahan sistem tenaga kerja dari kontrak langsung dengan perusahaan menjadi kontrak dengan pihak ketiga atau outsourcing bagi Dewi adalah akar permasalahan sebenarnya.

Oleh karena itu dalam gugatannya di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta pihak pekerja menuntut agar dipekerjakan kembali dan diangkat statusnya menjadi pekerja tetap. Selain itu memohon agar majelis menghukum pihak manajemen untuk membayar upah proses, uang service dan THR. Tuntutan itu bagi pihak pekerja telah sesuai dengan pasal 155 UU Ketenagakerjaan dan Permenaker No 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan serta perjanjian kerja bersama Pasal 29 butir 3.

Terpisah, kuasa hukum pihak manajemen Azimah Sulistio mengatakan status pekerja berdasarkan PKWT. Maka ketika jangka waktu dalam perjanjian kerja telah berakhir demi hukum hubungan kerja berakhir. Tapi kontrak pekerja dapat diperpanjang jika ada pemberitahuan dari pihak manajemen pada bulan terakhir pekerja bekerja.

Dalam perkara bernomor 298/PHI.G/2011/PN.JKT.PST ini Azimah bertutur pekerja tidak diperpanjang lagi kontraknya. Sehingga pemberitahuan kepada pihak pekerja bahwa kontrak mereka akan berakhir sifatnya tidak wajib dilakukan oleh pihak manajemen.

Mengenai adanya indikasi yang menyebutkan bahwa pihak manajemen ingin mengganti tenaga kerja kontrak dengan sistem outsorcing menurut Azimah hal itu tidak ada. “Nggak ada outsorcing,” kata dia kepada hukumonline di PHI Jakarta, Senin (6/2).

Dalam jawaban yang diajukan pihak manajemen di persidangan, pihak manajemen menyebut bahwa pemutusan kontrak itu sesuai dengan perjanjian kerja antara pekerja dan pihak manajemen. Sehingga tidak diperlukan lagi penetapan pengadilan untuk pengakhiran hubungan kerja. Hal itu menurut pihak manajemen telah sesuai dengan pasal 1338 KUHPerdata. Yaitu semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Tags: