UU Pilpres Rugikan Kaum Minoritas
Berita

UU Pilpres Rugikan Kaum Minoritas

Kepala suku di Papua Barat mempersoalkan UU Pilpres ke Mahkamah Konstitusi.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
UU Pilpres Rugikan Kaum Minoritas
Hukumonline

Lima orang kepala suku masyarakat Tambrauw, Provinsi Papua Barat, mengajukan uji materi pasal 159 Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres) ke Mahkamah Konstitusi. Mereka adalah kepala suku Amberbaken Kebar Karon Hofni Ajoi, kepala suku Bikar Maurits Major, kepala suku Miyah Barnabas Sedik, kepala suku Abun Marthen Yeblo, dan kepala suku Ireres Stevanus Syufi.

“Para pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena sistem popular vote (satu orang, satu suara) hanya menguntungkan pasangan calon  presiden dan wakil presiden yang berasal dari etnis (Jawa) dengan jumlah jiwa mayoritas di Indonesia ,” kata kuasa hukum para pemohon, Edward Dewaruci, saat membacakan permohonan dalam sidang panel yang dipimpin M. Akil Mochtar di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (20/3).

Praktis, tidak ada kesempatan yang adil bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berasal etnis minoritas untuk dapat memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Indonesia jika prinsip satu orang satu suara diterapkan. Atas dasar itu, para pemohon mengajukan permohonan pengujian aturan proses penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden seperti diatur dalam pasal 159 UU Pilpres.

Misalnya, ayat (1) merumuskan: “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia”.

Menurut Edward pasal 159 UU Pilpres ini, pasangan dari etnis minoritas sangat sulit menjadi presiden, seperti jumlah penduduk Papua Barat yang hanya 0,32 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Sebab, hakikat dari Pilpres di Indonesia mencari putera terbaik, bukan hanya dari putera terbaik dari etnis mayoritas saja (Suku Jawa yang jumlah 41,65 persen dan Suku Sunda 15 persen dari penduduk Indonesia).

“Tidak ada kesempatan yang adil bagi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berasal dari etnis minoritas untuk memenangkan Pilpres di Indonesia.” jelasnya.

Pemohon meminta ada pembobotan politik yang adil dalam menentukan pasangan calon presiden dan wakil presiden sesuai amanat konstitusi. “Para pemohon seharusnya memiliki dan dijamin hak-hak politiknya secara adil dan setara dengan masyarakat Indonesia lainnya untuk menentukan pasangan calon presiden dan wakil presiden seperti dijamin Pasal 6A UUD 1945,” jelasnya.

Tags: