Hakim Tuntut Hak Sesuai Undang-Undang
Utama

Hakim Tuntut Hak Sesuai Undang-Undang

MA berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan hakim secara bertahap.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Suasana audiensi sejumlah hakim dengan Komisi Yudisial. Foto: Sgp
Suasana audiensi sejumlah hakim dengan Komisi Yudisial. Foto: Sgp

Para hakim daerah nampaknya mulai menggeliat. Sekitar 28 perwakilan hakim seluruh Indonesia mendatangi Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI) dan pimpinan Mahkamah Agung (MA) di Gedung MA, Senin (9/4). Mereka “curhat” atas kondisi minimnya kesejahteraan hakim yang mereka peroleh dalam beberapa tahun terakhir.

Misalnya, gaji pokok hakim selama empat tahun tidak pernah naik dan tunjangan (remunerasi) hakim tidak pernah naik selama 11 tahun. Mereka menuntut agar hak-hak hakim sebagai pejabat negara sesuai undang-undang dipenuhi dan meminta pimpinan IKAHI dan MA responsif dan menyikapi persoalan ini.

“Audiensi kami dengan MA dan PP IKAHI terkait dengan tuntutan hak-hak hakim sebagai pejabat negara sebagaimana diatur dalam undang-undang. Makanya, kita minta agar semua pihak membuka mata terutama pihak yang punya kewenangan memutuskan kebijakan ini yang telah diatur jelas dalam undang-undang,“ kata juru bicara perwakilan hakim daerah, Jauhari Setiadi usai menemui pimpinan MA dan PP IKAHI di Gedung MA, Senin (9/4).

Jauhari mengatakan eksistensi hakim di Indonesia dari sisi kesejahteraan hakim masih dipandang sebelah mata. Padahal dalam UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah menjamin hak-hak hakim sebagai pejabat negara. “Tetapi sampai saat ini, peraturan pemerintah untuk mengatur hak-hak itu belum ada sama sekali, kami minta hak-hak kami sebagai pejabat negara dipenuhi sesuai amanat undang-undang,” ungkapnya.

H
akim Pengadilan Negeri Depok ini mengungkapkan tunjangan hakim sudah 11 tahun hingga saat ini tidak naik. “Gaji pokok hakim sudah empat tahun juga tidak ada perubahan, padahal gaji PNS setiap tahunnya selalu naik. Ironisnya, saat ini gaji pokok hakim (sebagai PNS) di bawah gaji pokok PNS pada umumnya,” keluhnya.

Kondisi inilah, kata dia, yang menimbulkan rencana aksi mogok sidang karena antara fakta kebutuhan ril dan hak-hak yang diterima hakim saat ini tidak sebanding. Bahkan, berada dalam titik nadir (darurat). Meski demikian, ia mengakui bahwa MA dan PP IKAHI sudah berupaya sedemikian rupa untuk memperjuangkan kesejahteraan hakim ini.

“Kami berharap upaya untuk memperjuangkan kesejahteraan hakim tidak akan berhenti sebelum terealisasi. Mogok itu sebenarnya hanya wacana agar tuntutan kami benar-benar diperhatian dan dipenuhi. Karena kita bertugas menegakkan keadilan, tetapi kami tidak mendapatkan keadilan.”

Bayangkan, gaji pokok hakim golongan III/a dengan masa kerja 0 tahun adalah Rp1.976.600, sedangkan gaji pokok PNS golongan dan masa kerja yang sama mendapatkan gaji pokok sebesar Rp2.064.100. Gaji pokok tertinggi hakim berdasarkan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2007 adalah Rp4.978.000.

Seorang hakim golongan III/a untuk masa kerja 0 tahun. Gaji pokoknya hanya Rp1.976.000,-. Lalu, ditambah tunjangan jabatan Rp650.000,- dan tunjangan kinerja (remunerasi 70 persen) Rp2.940.000,-. Total yang diperoleh saat ini sebesar Rp5.566.000,-. Take home pay sebesar Rp5.566.000 ini dinilai masih belum cukup mengingat tugas hakim itu cukup sangat berat.

Bukan kultur hakim
Penasihat PP IKAHI Djoko Sarwoko mengatakan mogok bukan kultur hakim dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan hakim. “Menurut saya bukan kultur hakim, silakan berjuang dengan cara elegan dan terhormat. Sekali lagi, saya tidak menginginkan dan jangan sampai ada hakim yang mogok sidang, nanti kita semua yang rugi, sistem penegakan hukum akan rusak dan jelek di mata internasional,” pinta Djoko.

Djoko justru menganjurkan agar para hakim ini menempuh upaya uji materi UU Kekuasaan Kehakiman yang mengatur kesejahteraan hakim ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Jika Saudara menempuh langkah hukum untuk menuntut hak melalui judicial review, misalnya, saya kira itu bagus,” kata Ketua Muda Tindak Pidana Khusus ini.

Djoko mengungkapkan bahwa para perwakilan hakim ini telah diterima sembilan pimpinan MA dan IKAHI. “MA dan IKAHI menerima para perwakilan hakim daerah diantaranya dari Jabar, Aceh, Jateng, Sulawesi, Lampung yang jumlahnya 28 orang, yang terdiri dari 14 hakim agama, 2 TUN, 14 peradilan umum, minus peradilan militer,” ungkap Djoko.

Sebanyak 28 hakim ini selain beraudiensi dengan MA dan PP IKAHI, juga beraudiensi dengan MK, Komisi Yudisial (KY), dan Komisi III DPR untuk memperjuangkan nasib kesejahteraan hakim Indonesia.

Sementara, Ketua Muda Pembinaan MA Widayatno Sastrohardjono menambahkan tuntutan para hakim ini sejalan dengan yang akan terus diperjuangkan MA. “Pemikiran kami dengan teman-teman hakim sama dan terus berupaya untuk peningkatan kesejahteraan hakim secara bertahap termasuk perumahan para hakim. 10 tahun yang lalu, ketua pengadilan masih naik motor, tetapi sekarang sudah naik mobil meski belum semuanya. Ini bisa dilihat dalam perkembangan DIPA kita setiap tahunnya,” kata Widayatno.

Widayatno mendengar kabar bahwa saat ini sudah ada draf PP yang akan menetapkan tunjangan bagi pejabat negara termasuk hakim. “Sekarang dalam perjuangan di tangan eksekutif (pemerintah), katanya nantinya akan ada peningkatan, barangkali di dalamnya termasuk tunjangan hakim,” katanya.

Tags:

Berita Terkait