Memposisikan Polisi dalam Aksi Vigilante
Resensi

Memposisikan Polisi dalam Aksi Vigilante

Sebuah buku panduan bagi anggota polisi saat menangani tindakan anarkis dalam kehidupan beragama.

Oleh:
Rfq
Bacaan 2 Menit
Sebuah buku panduan bagi anggota polisi saat tangani tindakan anarkis dalam kehidupan beragama. Foto: Sgp
Sebuah buku panduan bagi anggota polisi saat tangani tindakan anarkis dalam kehidupan beragama. Foto: Sgp

Salah satu pekerjaan rumah aparat keamanan dan penegak hukum yang mendapat nilai jelek adalah perlindungan masyarakat dalam menjalankan agama dan kepercayaannya. Aksi kekerasan terhadap kelompok minoritas dalam beragama dan berkeyakinan terus terulang tanpa bisa dicegah aparat keamanan, terutama polisi. Aksi terakhir menimpa penganut Syiah di Sampang, Madura.

Landasan konstitusional dan yuridis jelas memberi perlindungan bagi semua penduduk untuk menjalankan agama dan kepercayaan mereka. Perangkat hukum internasional pun memberikan garansi serupa. Tujuannya agar para pemeluk agama dan penghayat kepercayaan bisa menjalankan ajaran agama dan kepercayaan mereka dengan baik, lancar dan bebas dari gangguan.

Dalam konteks Indonesia, kelompok-kelompok intoleran (vigilante) terus memperlihat kekuatan mereka. Ironisnya, meskipun kelompok intoleran bisa diidentifikasi polisi, tindakan terhadap mereka belum sesuai harapan. Tidak mengherankan aksi kekerasan terus terjadi tanpa bisa dihentikan polisi.

Polisi adalah alat negara yang semestinya berada di garda terdepan mencegah aksi kekerasan. Jika tindakan anarkis terus terjadi, timbul pertanyaan: dimana posisi polisi? Apakah polisi takut bertindak tegas terhadap pelaku? Apakah polisi khawatir melewati rambu-rambu penanganan tindakan anarki?

Setiap anggota korps bhayangkara memang dituntut untuk memahami rambu-rambu hukum, termasuk Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab, tugasnya adalah menjaga rasa aman bagi setiap kelompok. Idealnya, polisi tak memihak satu kelompok dalam aksi anarkis keagaman.

Dalam konteks memposisikan polisi itulah hadir buku Panduan Pemolisian & Hak Berkeyakinan, Beragama, dan Beribadah. Ditulis dan diterbitkan Komisi Untuk Orang Hilang (Kontras), buku ini adalah panduan bagi setiap anggota polisi saat menghadapi kasus-kasus intoleransi beribadah dan berkeyakinan.

Sebagai panduan,  buku setebal 104 halaman ini memuat hal mendasar yang harus dipahami polisi: aturan hukum tentang kebebasan beragama dan menjalankan ibadah di Indonesia.

Tags: