Dhani Dapat Diminta Tanggung Jawab untuk Dul
Berita

Dhani Dapat Diminta Tanggung Jawab untuk Dul

Kasus ini harus mengedepankan 'restoratif justice'.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Dhani Dapat Diminta Tanggung Jawab untuk Dul
Hukumonline

Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan tewasnya enam orang korban akibat kendaraan yang dikendarai Abdul Qodir Jaelani  (13) alias Dul  di Tol Jagorawi, Minggu (8/9) menjadi polemik. Perihal bisa tidaknya anak bungsu dari bos Republik Cinta Management, Ahmad Dhani,dapat dijerat pidana lantaran masih di bawah usia, menuai beragam pandangan.

Ketua Komisi III DPR yang membidangi hukum, Gede Pasek Suardika berpendapat persamaan kewajiban di depan hukum. Namun pengecualian terhadap anak di bawah usia. Maka itu, perlu diterapkan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak(SPPA). Mekanismenya, penanganan kasus peradilan anak dibuat khusus, bahkan jenis hukuman pun berbeda pada kasus pidana orang dewasa.  

Meski begitu, Pasek berpendapat penyidik polisi dapat membuat terobosan. Menurutnya penyidik tidak hanya menjerat Dul, tetapi orang tua yakni Ahmad Dhani. “Dalam kasus ini bisa saja polisi membuat terobosan tersangkanya dilebihkan, tidak hanya dengan anak, tetapi orang tuanya  dengan artian kenapa diberikan fasilitas itu,” ujarnya.

Menurutnya, dalam tindak pidana tidak hanya berdiri sendiri. Dalam kasus pidana anak, boleh jadi melibatkan orang tua yang memberikan sarana dan prasarana, sehingga terjadi kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Menurutnya, Dul boleh jadi menjadi korban dari rumah tangga yang tidak utuh. “Jadi anak itu harus diselamatkan dalam mekanisme proses hukum. Mekanisme inilah yang diatur dalam sistem peradilan anak,” ujarnya.

Anggota Komisi III Ahmad Yani menambahkan tanggungjawab terhadap anak di bawah umur yang melakukan pidana berada di pundak orang tua. Ia tidak sependapat jika tanggungjawab hukum dibebankan kepada Dul. Pasalnya Dul masih memerlukan pembinaan untuk masa depan. Dalam sistem peradilan anak mengedepanan keadilan restoratif, sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 ayat (1) UU 11Tahun 2012.

“Menurut saya yang paling fatal itu orang tuanya. Andaikan Dul melanggar UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maka harus dikenakan restoratif justice. Jadi dia tidak harus diseret dimasukan ke dalam penjara. Tapi yang harus dimintai pertanggungjawaban ini adalah ayahnya,” katanya.

Yani menambahkan dalam kasus pidana anak di bawah umur, orang tua tak dapat lepas tangan. “Jadi, Dhani harus dimintai pertanggungjawaban hukum, supaya ada sanksi dan penegakan hukum itu harus jelas. Dan ini menjadi peringatan kepada orang tua lainnya,” imbuhnya.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane punya pandangan senada dengan Pasek dan Yani. Menurutnya, keluarga korban dapat menuntut pidana dan perdata kepada Dul dan orang tuanya. Ia berpendapat, polisi mesti meminta pertangungjawaban Dhani selaku orang tua kandung Dul. Dalam kasus anak bungsunya itu, menurut Neta, polisi dapat melakukan penahanan dengan tuduhan turut serta menjadi penyebab kematian terhadap orang lain.

Pasalnya, Dhani dinilai memberikan sarana kendaraan kepada anaknya yang masih di bawah usia. Akibatnya, anak lelaki bungsunya itu mengendarai kendaraan di jalan tol. Anak di bawah usia dalam mengendarai kendaraan cenderung emosi tidak stabil. Itu sebabnya dikhawatirkan terjadinya kecelakaan. “Dalam hal ini Dhani memenuhi unsur pidana yg menyebabkan orang lain tewas dgn ancaman penjara di atas 5 thn, sehingga polisi bisa segera menahannya,” ujarnya melalui pesan pendek.

Neta juga meminta agar orang tua lainnya menjadikan kasus Dul sebagai pelajaran. Setidaknya bagi mereka orang tua yang memiliki kemampuan ekonomi lebih agar tidak memanjakan anak, hingga dapat menyebabkan orang lain menjadi korban. “Mereka-mereka yang berkemampuan harus mengawasi anak-anaknya, agar tidak menyebabkan kematian bagi orang lain,” pungkasnya.

Tags: