BPJS Kesehatan Lahir, Beban Dokter Semakin Berat
Berita

BPJS Kesehatan Lahir, Beban Dokter Semakin Berat

Sebaran dokter harus merata ke semua wilayah Indonesia dan mendapat remunerasi yang tepat.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
BPJS Kesehatan Lahir, Beban Dokter Semakin Berat
Hukumonline
Tidak diragukan lagi peran dokter dibutuhkan dalam sebuah pelayanan kesehatan, termasuk yang digelar BPJS Kesehatan. Sejak BPJS Kesehatan bergulir 1 Januari 2014, dapat dikatakan masyarakat menyambutnya dengan antusias, sehingga sejumlah penyedia pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, mulai dari tingkat pertama seperti klinik dan Puskesmas sampai Rumah Sakit (RS), kebanjiran pengunjung. Menurut Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zaenal Abidin, dengan beroperasinya BPJS Kesehatan, beban kerja yang dipikul dokter semakin berat.

Pasalnya, Zaenal melanjutkan, tidak sedikit masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan bertandang ke penyedia pelayanan kesehatan untuk mendapat pengobatan. Namun, ia menegaskan, pelayanan kesehatan yang baik dapat tercipta jika didukung sistem pembiayaan yang baik. Sebab, tujuannya bagaimana mewujudkan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat. Oleh karenanya, sebuah sistem jaminan sosial seperti yang digelar BPJS Kesehatan akan berjalan dengan lancar jika ada SDM dan fasilitas di pelayanan kesehatan yang berkualitas, memadai serta sebarannya merata. Selain itu perlu ditopang dengan regulasi.

Untuk itu Zaenal mengingatkan agar para pemangku kepentingan memperhatikan berbagai hal tersebut dalam menyelenggarakan BPJS Kesehatan. Menurutnya, hal itu patut dilaksanakan sebab di sejumlah daerah, tenaga medis mengeluhkan tempat mereka bekerja seperti Puskesmas dan RS terkena pajak yang dipungut pemerintah daerah (Pemda) sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Selain itu, dikatakan Zaenal, tenaga medis menginginkan ada norma yang jelas dalam perhitungan remunerasi misalnya antara RS dan dokter. Serta insentif tetap bagi tenaga medis. “Ketentuan itu harus diatur secara jelas oleh Menteri (Pemerintah),” katanya kepada wartawan usai menandatangani deklarasi pembentukan Satgas Profesi untuk mengawal pelaksanaan BPJS Kesehatan akhir pekan lalu di kantor PB IDI Jakarta.

Selaras hal tersebut Zaenal menjelaskan lewat Satgas Profesi, maka lima organisasi profesi tenaga medis yang terdiri dari IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dalam enam bulan ke depan akan mengawal program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar BPJS Kesehatan. Dengan pengawalan itu maka Satgas akan mencatat apa saja kelemahan penyelenggaraan BPJS Kesehatan dan bagaimana solusinya.

Dalam melakukan pemantauan itu Zaenal mengatakan Satgas bakal berkunjung ke daerah untuk mendapat masukan berkaitan dengan pelaksanaan BPJS Kesehatan dari pemangku kepentingan seperti tenaga medis. Misalnya, apakah tenaga medis sudah memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat. Pasalnya, beban kerja mereka bertambah karena banyak peserta BPJS Kesehatan yang menyambangi penyedia pelayanan kesehatan. Setelah masukan yang dihimpun dirasa cukup, maka Satgas akan mengajukan usulan kepada pemerintah. Usulan itu diharapkan dapat memperbaiki permasalahan yang terjadi di lapangan.

“Jadi harus dibuat regulasi agar masyarakat mendapat mutu (pelayanan kesehatan,-red) yang baik dan dokter mendapat imbal jasa medik yang bagus. Jadi masyarakat bahagia, organisasi profesi (tenaga medis,-red) tersenyum,” urai Zaenal.

Zaenal mengatakan beberapa usulan yang kemungkinan diajukan kepada pemerintah diantaranya berkaitan dengan remunerasi bagi tenaga medis. Kemudian, agar Puskesmas dan RS di daerah tidak dijadikan PAD. Untuk remunerasi, ia menjelaskan selama ini besaran imbal jasa bagi tenaga medis dikelola oleh manajemen RS.

Atas dasar itu ke depan Zaenal menyebut pemerintah perlu menerbitkan regulasi yang mengatur norma perhitungan remunerasi bagi tenaga medis agar besarannya tepat. Lalu, soal PAD, Zaenal menjelaskan jika Puskesmas dan RS di daerah tidak dikenakan pungutan oleh Pemda maka anggaran yang dialokasikan BPJS Kesehatan dapat digunakan secara maksimal untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Menanggapi hal itu Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan Presiden SBY menyoroti persoalan yang dihadapi tenaga medis dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan. Sebab, dengan digelarnya program JKN lewat BPJS Kesehatan, beban kerja tenaga medis meningkat. Oleh karenanya, harus ada penghargaan yang setimpal bagi tenaga medis. Salah satu bentuk apresiasi itu dapat dilakukan dengan memperbaiki besaran iuran peserta BPJS Kesehatan, serta kompensasinya bagi tenaga medis. Dari pantauan Presiden itu dihasilkan tiga hal yang perlu dibenahi.

Pertama, untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti Puskesmas, klinik dan dokter keluarga. Fachmi mengatakan selama ini kapitasi yang diberikan tidak diterima secara otomatis bagi para pekerja seperti dokter, perawat dan bidan. Tapi, kapitasi itu mampir dulu ke Pemda sehingga masuk ke dalam pendapatan negara bukan pajak. Setelah itu baru masuk dalam perencanaan di tahun berikutnya untuk para pekerja di fasilitas kesehatan tingkat pertama tersebut.

Oleh karena itu Fachmi menyebut Presiden berharap agar apresiasi kepada pekerja medis itu diberikan tepat waktu dan sasaran. Pasalnya, jika menunggu terlalu lama, maka pekerja yang bersangkutan akan mempertanyakan pendapatan mereka. Kedua, hal serupa juga terjadi di RS daerah yang belum menjadi Badan Layanan Umum (BLU) karena dikenakan pungutan lewat PAD. Akibatnya, kompensasi bagi pekerja Puskesmas dan RS di daerah tidak maksimal.


Ketiga, berkaitan dengan sistem pembayaran dalam BPJS Kesehatan untuk fasilitas kesehatan lanjutan seperti RS yaitu menggunakan INA-CBGs. Menurut Fachmi, selama ini paket pembiayaan itu diserahkan kepada manajemen RS. Namun, tenaga medis merasa perlu mengetahui bagaimana acuan yang digunakan dalam menentukan paket pembiayaan itu. Misalnya, norma-norma apa yang digunakan manajemen RS dalam paket pembiayaan itu untuk mengapresiasi tenaga medis.

Atas tiga persoalan tersebut Fachmi mengatakan Presiden SBY sudah memerintahkan Menkokesra untuk memimpin Kementerian terkait dalam merumuskan regulasi guna menuntaskan masalah itu. Targetnya, dalam tiga pekan peraturan yang dibutuhkan sudah selesai. Mengenai bentuk regulasi yang akan diterbitkan, Fachmi mengatakan kemungkinan Peraturan Menteri. Tapi jika dibutuhkan, Presiden SBY mengaku siap menerbitkan Peraturan Presiden. “Presiden minta dalam tiga pekan Menkokesra sudah melaporkan progres pembentukan peraturan itu,” paparnya.

Sementara anggota Komisi IX DPR fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh, mengatakan anggota Komisi IX sepakat membuka posko pengaduan BPJS Kesehatan di daerah pemilihan (Dapil) masing-masing. Menurutnya, Komisi IX melakukan hal itu karena BPJS Kesehatan punya visi yang sangat bagus yaitu sebagai salah satu bentuk manifestasi sila kelima Pancasila. Lewat posko pengaduan itu maka anggota Komisi IX akan menampung masukan dari berbagai wilayah terkait pelaksanaan BPJS Kesehatan. “Kami bakal menampung masukan,” ucapnya.
Tags:

Berita Terkait