Ahli: Belum Ada ‘Wanprestasi’ di Perjanjian Mega-Prabowo
Berita

Ahli: Belum Ada ‘Wanprestasi’ di Perjanjian Mega-Prabowo

Wanprestasi tak bisa hanya berdasarkan dugaan atau kira-kira.

Oleh:
ALI/ANT
Bacaan 2 Menit
Joko Widodo. Foto: RES
Joko Widodo. Foto: RES
Deklarasi Joko Widodo sebagai calon presiden 2014-2019 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ternyata menimbulkan masalah hukum. Partai Gerindra menilai bahwa pencalonan ini melanggar perjanjian antara Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto pada 2009 lalu.

Kala itu, Megawati dan Prabowo sepakat untuk maju bersama sebaga capres dan cawapres pada pemilu 2009. Di poin ketujuh perjanjian yang sudah beredar luas di masyarakat itu disebutkan bahwa Megawati akan mencalonkan Prabowo sebagai presiden pada Pemilu 2014.

Lalu, apakah tindakan Megawati yang mencalonkan Jokowi sebagai capres pada pilpres 2014 ini sebagai wanprestasi (ingkar janji)?

Ahli Hukum Perdata dari Universitas Jenderal Soedirman J Satrio menilai bahwa belum bisa dikatakan adanya wanprestasi dari perjanjian itu karena proses pencalonan presiden secara resmi belum dilakukan.

“Nanti tunggu dulu. Bagaimana mau dikatakan sebagai wanprestasi kalau pemilihan umum saja belum ada,” ujar Satrio kepada hukumonline melalui sambungan telepon, Senin (17/3).

Meski begitu, lanjut Satrio, Prabowo bisa saja mempermasalahkan bila memang merasa ada perjanjian yang dilanggar. Namun, ia menyarankan agar dilihat terlebih dahulu apakah pelanggaran perjanjian berupa wanprestasi itu sudah dilakukan atau belum.

“Mempermasalahkan boleh saja, selama ada kepentingan boleh saja,” lanjutnya.

Satrio melihat bahwa belum ada fakta-fakta yang menunjukkan Megawati telah melanggar perjanjian itu karena pemilunya belum berjalan. “Ini kan (pencalonan Jokowi) baru kira-kira,” ujarnya.

Pencalonan Jokowi sebagai capres memang sudah diumumkan oleh PDIP, tetapi belum secara resmi dicalonkan. Karenanya, lanjut Satrio, belum ada wanprestasi dalam perjanjian itu. “Kalau nggak yakin bahwa lawan janji saudara akan wanprestasi, tapi belum wanprestasi, apa Anda boleh gugat?” tuturnya.

Satrio menjelaskan bila semua bisa menggugat berdasarkan dugaan-dugaan bahwa akan terjadi wanprestasi, maka akan merepotkan dari segi hukum perdata. “Kalau semua boleh begitu, repot dong. Semua orang kan bisa menduga-duga,” tambahnya.

“Kalau belum waktunya, terus dikatakan wanprestasi, kan nggak bisa,” jelasnya.

Lebih lanjut, Satrio menegaskan bahwa kontrak atau perjanjian –apapun namanya, termasuk perjanjian politik- sah atau mengikat dua belah pihak asal memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPer. Ketentuan itu mengatur seputar syarat sahnya sebuah perjanjian.

Pasal 1320 KUHPer menyatakan ada empat syarat sahnya perjanjian adalah (1) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; (2) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; (3) suatu hal tertentu; dan (4) suatu sebab yang halal.

Sebelumnya, Prabowo Subianto mempertanyakan alasan PDIP mengusung Jokowi sebagai capres, karena melanggar perjanjian Batu Tulis antara dua belah pihak – Megawati dan Prabowo- yang ditandatangani pada 2009. “Kalau Anda manusia, lalu ada di pihak saya, bagaimana? Ya, pikirkan saja. Saya tidak mengerti apa salah saya. Saya menghormati beliau,” ujarnya di Jakarta, Minggu (16/3).

Dalam perjanjian Batu Tulis yang ditandatangani pada 16 Mei 2009 di materai Rp6.000 oleh Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto itu ada 7 poin kesepakatan yang dihasilkan. Poin ke-7 tersebut tertulis bahwa Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP akan mendukung Prabowo Subianto selaku Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra untuk menjadi Calon Presiden pada pemilu 2014.

Prabowo mengatakan bahwa perjanjian itu dibuat karena kesamaan visi yang ada antara Gerindra dan PDIP menyangkut kecocokan dalam pandangan kebangsaan dan nasionalisme, sehingga muncul keinginan untuk berjuang bersama. "Kita merasa demi kebaikan bangsa, ingin teruskan hubungan itu. Tapi, dalam dinamika politik yang terjadi, apa yang kita lihat sekarang? Bagaimana tidak serius, saya kira dua tokoh partai besar kalau buat perjanjian masa nggak serius?" katanya.

Sementara, dari pihak PDIP belum ada konfirmasi resmi atas kebenaran perjanjian yang sudah beredar di masyarakat itu. Namun, Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo mengemukakan, seandanya perjanjian itu ada, maka perjanjian itu otomatis gugur dengan sendirinya karena pasangan Megawati-Prabowo gagal menjadi pemenang Pilpres 2009.

"Seandainya ada perjanjian, itupun otomatis gugur dengan sendirinya karena pasangan capres-cawapres, Ibu Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, tidak mencapai kemenangan pada Pilpres 2009," ujarnya di Jakarta, Minggu (16/3).
Tags: