Pakar: Penegakkan Pidana Perdagangan Manusia Lemah
Aktual

Pakar: Penegakkan Pidana Perdagangan Manusia Lemah

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Pakar: Penegakkan Pidana Perdagangan Manusia Lemah
Hukumonline
Pakar hukum pidana Universitas Lampung Heni Siswanto menilai penegakkan hukum pidana kasus pedagangan manusia (human trafficking) di Indonesia selama ini masih sangat lemah.

"Dari perundang-undangan, sebenarnya sudah diatur. Namun, penegakkan hukumnya ternyata masih lemah," katanya usai menyampaikan disertasi doktoralnya di Universitas Diponegoro Semarang, Kamis (24/4).

Pengajar Fakultas Hukum Unila tersebut menyampaikan disertasi doktoral yang berjudul "Rekonstruksi Sistem Penegakan Hukum Pidana Secara Integral Dalam Menghadapi Kejahatan Perdagangan Orang".

Menurut Heni, penegakan hukum atas kasus kejahatan perdagangan manusia sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Kejahatan Perdagangan Orang.

Namun, kata dia, implementasinya di tingkat aparat penegak hukum selama ini cenderung lemah karena terindikasi ada intervensi permainan kotor dari pelaku terhadap oknum-oknum penegak hukum.

"Perdagangan orang saat ini menjadi kejahatan nomor tiga di dunia, setelah perdagangan narkotika dan perdagangan gelap senjata. Seharusnya, penegakan hukum atas kejahatan ini dioptimalisasikan," katanya.

Akibat indikasi adanya permainan kotor dari pelaku kejahatan perdagangan orang, kata dia, terjadi pelemahan terhadap peran aparat penegak hukum yang mengakibatkan penanganan kasus ini tidak terurus.

"Kejahatan perdagangan orang sebenarnya merupakan fenomena gunung es. Yang terlihat secara kasat mata hanya terlihat sedikit, sementara yang berada di bawah permukaan sangatlah besar," katanya.

Perdagangan orang, kata dia, juga termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dengan korbannya para perempuan dan anak-anak untuk pelacuran, ekspolitasi sesksual, dan eksploitasi tenaga paksa.

Ia menjelaskan ada indikasi ketidakmauan dan ketidakmampuan penegak hukum dalam menangani perkara pidana ini untuk menciptakan kebenaran dan keadilan substantif, bukan yang bersifat transaksional.

Oleh karena itu, kata dia, dibutuhkan rekonstruksi atau bisa disebut reformasi atas penegakan hukum pidana kejahatan perdagangan orang, meliputi aspek substansi, struktur, dan budaya hukum.

"Kalau dari substansi, yakni aturan hukum, perundang-undangannya sudah baik. Ya, lebih kepada aspek struktur dan budaya hukum yang harus direformasi. Lebih pada perubahan 'mindset' penegak hukum," katanya.
Tags: