Bahasa Hukum: Jaksa Pengacara Negara
Berita

Bahasa Hukum: Jaksa Pengacara Negara

Dalam bahasa Inggris sering disebut Government Law Office. Standar kerja JPN sudah diatur dalam Peraturan Jaksa Agung.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Kantor Jaksa Pengacara Negara. Foto: RES
Kantor Jaksa Pengacara Negara. Foto: RES
Istilah dhyaksa dan adhyaksa diyakini sebagai asal muasal kata jaksa yang kita kenal sekarang. Dhyaksa bertugas menangani masalah-masalah peradilan, sehingga sering diartikan sebagai hakim pengadilan. Adhyaksa adalah hakim lebih tinggi yang mengawasi para dhyaksa. Peranan jaksa dapat ditelusuri pada masa kerajaan-kerajaan Indonesia kuno, seperti Majapahit dan Mataram (Marwan Effendy, 2005: 55-74).

Jika ditelusuri ke belakang, jaksa memang bagian dari pemerintahan. Mr. Tirtaamidjaja (1955: 15) menulis, jaksa berbeda dari hakim, karena jaksa tunduk pada executive power. Awal-awal kemerdekaan kejaksaan berada di bawah Kementerian Kehakiman –sebelumnya di bawah Kementerian Dalam Negeri. Kata Tirtaamidjaja, ‘kejaksaan itu ialah suatu alat pemerintah yang bertindak sebagai penuntut dalam suatu perkara pidana terhadap si pelanggar hukum pidana’.

Senada, Prof. Subekti menulis (1955: 119), bahwa dari sudut ketatanegaraan, jaksa agung merupakan tangan kanan dari pemerintah pusat dan perdana menteri, dan bertanggung jawab kepada mereka dan parlemen.

Di bawah Undang-Undang No. 15 Tahun 1961, kedudukan kejaksaan ditegaskan kembali dan menjadi departemen tersendiri yang setingkat dengan menteri. Pada masa ini, jaksa pengacara negara belum diatur secara tegas. Pasal 2 ayat (4) hanya menyebut kejaksaan mempunyai tugas ‘melaksanakan tugas-tugas khusus lainnya yang diberikan kepadanya oleh suatu peraturan negara’. Barulah pada 1991, wewenang dalam perdata dan tata usaha negara itu diatur eksplisit.

Untuk menjalankan wewenang dalam perdata dan tata usaha negara, dan wewenang lain, kejaksaan harus bertindak berdasarkan hukum (Suhadibroto, 2005: 26).

Ada beragam tugas yang dibebankan kepada jaksa. Salah satu tugas atau wewenang yang dikenal adalah menjadi pengacara negara. Di hampir semua kantor kejaksaan, baik Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi, maupun kantor Kejaksaan Agung di Jakarta terpampang tanda Jaksa Pengacara Negara, disertai bahasa Inggris ‘Government Law Office’.

Darimana istilah itu berasal? Ini tak bisa dilepaskan dari kewenangan kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha negara. Kewenangan ini secara tegas pertama kali diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Evy Lusia Ekawati, 2013: 56).

Pasal 27 ayat (2) UU Kejaksaan 1991 itu menyebutkan: “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”.

Keputusan Presiden (Keppres) No. 55 Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia memuat Jaksa Agung Muda dan Tata Usaha Negara dalam struktur organisasi kejaksaan. Sesuai Keppres ini Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) mempunyai tugas dan wewenang melakukan penegakan, bantuan, pertimbangan dan pelayanan hukum kepada instansi pemerintah dan negara, dan menegakkan kewibawaan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung. Sejak saat itu hingga kini kita mengenal jabatan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).

Toh, Undang-Undang tersebut tak memberi penjelasan apa yang dimaksud Jaksa Pengacara Negara (JPN). Bahkan setelah Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia terbit, tetap ada penjelasan mengenai JPN. Yang ada definisi jaksa, yaitu pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Landsadvocaten
Meskipun UU Kejaksaan tak mengenal istilah JPN bukan berarti maknanya tak bisa ditelusuri. Mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Martin Basiang, dalam tulisannya ‘Tentang Jaksa Selaku Jaksa Pengacara Negara’, berasumsi makna ‘kuasa khusus’ dalam bidang keperdataan sebagaimana tercantum dalam UU Kejaksaan, dengan sendirinya identik dengan pengacara. Istilah pengacara negara, tulis Martin, adalah terjemahan dari landsadvocaten yang dikenal dalam Staatblad 1922 No. 522 tentang Vertegenwoordige (keterwakilan) van den Lande in Rechten.

Pasal 2 Staatblad 1922 No. 522 menyebutkan dalam suatu proses (atau sengketa) yang ditangani secara perdata, bertindak untuk pemerintah sebagai penanggung jawab negara di pengadilan adalah opsir justisi atau jaksa.

Posisi jaksa selaku ‘pengacara’ negara tak lantas membuat seluruh jaksa bisa menjadi JPN. Menurut Martin, sebutan itu ‘hanya kepada jaksa-jaksa yang secara struktural dan fungsional melaksanakan tugas-tugas perdata dan tata usaha negara’. Sebutan ‘pengacara’ dalam Jaksa Pengacara Negara tak bermakna pula bahwa JPN tunduk pada dan diikat Undang-Undang Advokat.

Penggugat dan tergugat
Bagaimana keterwakilan itu bisa dilihat dari rumusan Undang-Undang. Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan 2004 senada dengan rumusan UU Kejaksaan 1991. Penjelasan Umum UU Kejaksaan 2004 menyatakan Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat.

Pada penjelasan ini terkandung dua hal yang bisa saling bertentangan dalam praktek. Jika pemerintah harus menghadapi gugatan warga negara dalam kasus kerusakan lingkungan, misalnya, siapa yang akan diwakili oleh kejaksaan: membela pemerintah atau membela kepentingan rakyat? Yang jelas, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memungkinkan instansi pemerintah mengajukan gugatan atas pencemaran lingkungan.

Dalam kasus lain, terutama di bidang tata usaha negara, pemerintah lazimnya menjadi tergugat, dan acapkali diwakili oleh JPN melalui surat kuasa khusus. Standar operasional prosedur JPN kini diatur dalam Peraturan Jaksa Agung No. 040/A/JA.A/12/2010.

Bahan bacaan
Evy Lusia Ekawati. Peranan Jaksa Pengacara Negara dalam Penanganan Perkara Perdata: Studi Kasus Penyelesaian Tunggakan Rekening Listrik antara Pelanggan dan Perusahaan Listrik Negara. Yogyakarta: Genta Press, 2013.

Marwan Effendy. Kejaksaan RI, Posisi dan Fungsinya dalam Perspektif Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

M.H Tirtaamidjaja. Kedudukan Hakim dan Jaksa. Jakarta: Fasco, 1955.

Subekti. Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan. Jakarta. Soeroengan, 1955.

Suhadibroto (penanggung jawab). Pembaruan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI. Jakarta: KHN-Kejaksaan Agung-MaPPI FH UI, 2005.
Tags:

Berita Terkait