Elit Politik Diminta Tidak Provokatif
Berita

Elit Politik Diminta Tidak Provokatif

Cegah kemungkinan terjadinya tindak kekerasan pasca Pilpres 2014.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Elit Politik Diminta Tidak Provokatif
Hukumonline
Para elit politik Indonesia diminta untuk tidak provokatif, apalagi sampai melakukan tindakan melanggar hukum. Tindakan provokatif bisa memicu kekerasan lebih lanjut dan gesekan di masyarakat.

Himbauan itu disampaikan sejumlah pegiat masyarakat sipil menyikapi hasil perhitungan sementara pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Pertentangan pendapat mulai terlihat menyusul perbedaan hitung cepat hasil Pilpres 9 Juli.

Koordinator Badan Pekerja ICW, Ade Irawan, melihat kondisi pasca pemungutan suara lebih krusial karena pada tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara rawan kecurangan. Karena itu ia menekankan agar penyelenggara Pemilu benar-benar independen.

Sumber persoalan bisa berasal dari warga yang tak bisa menggunakan hak pilih. Direktur TURC, Surya Tjandra, menilai banyaknya warga yang tak bisa memilih karena penyelenggara pemilu tak independen dan tak professional.

Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Subianto, menegaskan kaum pekerja menolak segala bentuk kekerasan. “Kepada seluruh pekerja saya imbau jangan terprovokasi,” katanya dalam jumpa pers di kantor KontraS Jakarta, Kamis (10/7).

Sekjen FSGI, Retno Listyarti, mengaku khawatir dengan penyelengaraan Pemilu 2014. Sebab, laporan FSGI kepada penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu tidak mendapat tanggapan memuaskan. Padahal, FSGI melaporkan adanya dugaan pelanggaran Pemilu dimana salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (capres-cawapres) melayangkan surat kepada guru. Intinya para guru diimbau untuk memilih pasangan calon tersebut.

Retno mensinyalir kubu kandidat itu mengetahui data para guru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Oleh karenanya ia menengarai ada upaya dari aparat birokrasi di Kemendikbud untuk memberikan data guru kepada pasangan calon tersebut.

Direktur Eksekutif Yappika, Fransisca Fitri, melihat antusiasme masyarakat sangat tinggi dalam Pilpres 2014. Hal itu dapat dilihat di TPS TPS pada saat pemungutan suara kemarin. Situasi itu memberi dampak positif terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia. Namun, ada pihak yang tidak menghormati antusiasme tersebut dengan cara menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Oleh karenanya perempuan yang disapa Iko itu berharap agar lembaga survei mengedepankan kejujuran dan kredibilitas. Kemudian penyelenggara Pemilu dan pemerintahan wajib bertanggungjawab serta menjamin jangan ada kecurangan dalam setiap proses Pemilu. “Rakyat juga harus aktif awasi penghitungan suara,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, menekankan agar penyelenggara Pemilu jujur dan bersih. Serta tidak takut dalam menjalankan tugas-tugasnya sesuai peraturan yang berlaku. Selain itu Poengky menyayangkan sikap Presiden SBY pada Pemilu Presiden ini tidak menunjukkan posisinya sebagai kepala pemerintahan. Sebab, SBY cenderung berpihak pada salah satu pasangan calon. “SBY lebih terlihat sebagai Ketua partai politik yang mengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Prabowo-Hatta),” tuturnya.

Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Riza Damanik, menduga pasca pemungutan suara Pilpres ada upaya dari pihak tertentu untuk menciptakan situasi genting. Padahal situasi itu tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Terlihat pasca pemungutan suara, masyarakat merayakan hasil hitung cepat di tugu Proklamasi dan Bundaran HI.

Dari pantauan yang dilakukan Dekrit Rakyat, Riza mengatakan ada 45 laporan masyarakat yang masuk terkait dengan pelaksanaan Pilpres 2014. Diantaranya masih maraknya politik uang dan pengerahan birokrasi. Bahkan sampai pemungutan suara berakhir kampanye hitam terus berlangsung.

Tapi yang jelas, dikatakan Riza, koalisi memastikan ada indikasi kuat keterlibatan elit pemerintahan untuk memaksakan kemenangan pada salah satu kandidat. Apalagi parpol yang dipimpin SBY sebelumnya sudah mengambil posisi mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 1. Walau begitu Riza mengingatkan hasil hitung cepat menunjukan pemenang Pilpres 2014 pasangan nomor urut 2. “SBY mestinya mengapresiasi hasil quick count itu dan tidak ada lagi kebingungan (di masyarakat,-red),” katanya.

Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengatakan pada intinya koalisi menolak segala bentuk kekerasan. Selaras hal itu dalam pemungutan suara kemarin masyarakat sudah menunjukkan tindakan yang demokratis dan damai. Oleh karenanya koalisi mendesak semua elit politik untuk menghormati proses yang telah dilewati masyarakat dalam pemungutan suara. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan menyajikan informasi yang benar kepada masyarakat. “Tunjukan sikap damai dan tidak provokatif,” urainya.

Haris juga menyebut koalisi mendukung penuh langkah Persepi untuk melakukan audit terhadap lembaga survei. Oleh karenanya Persepi dituntut profesional. Sehingga dapat mempublikasikan dimana kesalahan lembaga survei yang bersangkutan. Jika ditemukan pelanggaran etika dan pidana maka harus diproses. “Masyarakat hari ini bingung dengan hasil hitung cepat yang berbeda-beda,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait