ICW: Cabut Surat Edaran Remisi Pro Koruptor
Aktual

ICW: Cabut Surat Edaran Remisi Pro Koruptor

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
ICW: Cabut Surat Edaran Remisi Pro Koruptor
Hukumonline
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Pemerintah segera mencabut surat edaran Menteri Hukum dan HAM yang berisi ketentuan terkait pemberian remisi yang dinilai ICW sebagai aturan yang pro-koruptor.

"Pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan argumentasi pemberian remisi kepada sejumlah terpidana korupsi, karena tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat dan kontraproduktif dalam pemberantasan korupsi," kata Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Agus Sunaryanto di Jakarta, Selasa.

Menurut Agus, Kemenkumham telah memberikan remisi kepada sejumlah narapidana kasus korupsi di hari Kemerdekaan 17 Agustus 2014 antara lain kepada narapidana seperti Gayus Tambunan, Anggodo Widjojo, Urip Tri Gunawan, dan Muchtar Muhammad akan menikmati pemotongan masa tahanan.

Padahal, ujar dia, pemerintah sebenarnya telah memiliki komitmen untuk memperketat remisi bagi narapidana kasus korupsi, narkotika, kejahatan transnasional, terorisme, dan kejahatan HAM.

Komitmen tersebut diwujudkan dalam penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (PP 99/ 2012).

"Permasalahannya, PP 99/ 2012 kembali dimentahkan oleh Menteri Hukum dan HAM melalui penerbitan Surat Edaran Menkumham Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan PP 99/ 2012. Surat Edaran ini dikeluarkan pada tanggal 12 Juli 2013," katanya.

Untuk itu, ICW menuntut Menteri Hukum dan HAM mencabut Surat Edaran Menkumham Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan PP 99/ 2012.

Hal ini, menurut dia, karena pemberian remisi yang mudah kepada koruptor merupakan pukulan telak bagi upaya pemberantasan korupsi, khususnya efek jera yang ditimbulkan.

"Hal ini menimbulkan perdebatan sekaligus melukai rasa keadilan masyarakat, karena koruptor dapat dengan mudah mendapat pengurangan masa hukuman," ucapnya.

Ia menjelaskan, PP 99/2012 seharusnya membawa angin segar bagi pemberantasan korupsi karena melalui PP itu, narapidana kasus korupsi tidak bisa lagi menerima remisi dengan mudah, karena mereka diharuskan memenuhi dua syarat untuk mendapatkannya.

Syarat itu pertama narapidana kasus korupsi harus bersedia menjadi "justice collaborator" (saksi pelaku yang bekerja sama) yang bekerja sama untuk mengungkap pelaku utama atau perkara maupun pelaku korupsi yang lainnya.

Sedangkan syarat kedua adalah narapidana kasus korupsi harus membayar pidana uang pengganti dan denda yang dijatuhkan kepadanya.

Namun, ia menerangkan bahwa dalam Surat Edaran yang telah disebutkan, PP 99/ 2012 dinyatakan hanya diberlakukan bagi terpidana korupsi, narkotika, kejahatan transnasional, terorisme, dan kejahatan HAM yang putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah tanggal pengesahan PP 99/ 2012, yaitu 12 November 2012.

"Konsekuensinya, pemberlakuan PP ini justru bersifat diskriminatif karena hanya menjerat 'koruptor baru', sedangkan 'koruptor lama' tetap bisa menerima remisi dengan syarat-syarat yang lebih longgar," kata Agus.

ICW karenanya juga menuntut agar Presiden harus memberikan peringatan keras agar Surat Edaran Menkumham dicabut.

Jika tidak dicabut, lanjutnya, maka ICW bersama koalisi masyarakat sipil akan mengajukan permohonan Judicial Review atas Surat Edaran Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberlakuan PP 99/ 2012 ke Mahkamah Agung.
Tags: