FH UGM Upayakan Penangguhan Penahanan Florence
Berita

FH UGM Upayakan Penangguhan Penahanan Florence

Penahanan, berdasarkan UU ITE, harus melalui penetapan ketua pengadilan.

Oleh:
ANT/RED
Bacaan 2 Menit
Foto: www.ugm.ac.id
Foto: www.ugm.ac.id
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengupayakan penangguhan penahanan terhadap mahasiswi S2 Notariat Florence Sihombing yang ditahan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Sabtu (30/8) dalam kasus penghinaan warga Yogyakarta melalui media sosial.

Dekan Fakultas Hukum UGM Paripurna, Senin (1/9), mendatangi Polda DIY untuk mengajukan permohonan kasus Florence tidak masuk ranah pidana.

"Kami sudah bertemu Kapolda, baru saja dari Direskrimsus, ini masih dalam proses penanguhan penahanan," kata Paripurna.

Menurut dia, saat ini proses penangguhan penahanan tengah diteliti pihak penyidik. "Apakah bisa sehari Florence keluar dari tahanan, kami serahkan semua kepada pihak Polda DIY," katanya.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Komisaris Besar polisi Kokot Indarto mengatakan masih meneliti proses penangguhan terhadap Florence.

"Proses penangguhan diajukan keluarga, dan pihak ketiga Fakultas Hukum UGM Yogyakarta. Hari ini masih proses, mudah-mudahan bisa keluar. Bukan bebas bahasanya, tapi penangguhan penahanan. Sewaktu-waktu penyidik membutuhkan keterangannya, dia harus kooperatif," kata Kokot.

Kejadian itu bermula pada 27 Agustus 2014 ketika Florence bermaksud membeli BBM di SPBU Lempuyangan. Florence mengambil posisi antrean mobil, tanpa jalur sepeda motor sehingga diperingatkan aparat TNI yang sedang bertugas dan petugas SPBU juga tidak mengisi kendaraan terlapor.

Kemudian Florence mengungkapkan kekesalannya di media sosila "Path" dengan kata-kata makian terhadap masyarakat Yogyakarta dan mengandung unsur pencemaran nama baik warga Yogyakarta.

Atas perbuatan tersebut kemudian sejumlah perwakilan warga Yogyakarta dan LSM melaporkan Florence ke Polda DIY.

Penetapan Pengadilan
Terpisah, Indonesia Criminal Justice Reform (ICJR) menilai bahwa Penyidik yang melakukan Penahanan kepada Florence harus berhati hati, karena ada prosedur khusus dalam UU ITE dimana penyidik harus terlebih dahulu meminta penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat. Ini diatur dalam Pasal 43 ayat (6) UU ITE.

ICJR menduga bahwa  hal ini tidak dijalankan oleh Penyidik Kepolisian Daerah Jogjakarta, dalam kasus Florence. Anggara, Peneliti Senior ICJR, menilai bahwa apabila tanpa ijin atau penetapan pengadilan maka  ada kesalahan mendasar atas penahanan Florence, baik secara alasan objektif atas penahanan maupun prosedural berdasarkan UU ITE. Secara objektif, jelas penahanan Florence bertentangan dengan  Pasal Penahanan yang diatur dalam UU ITE.

Untuk kasus Florence berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE, dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam. “Ini berarti tanpa penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Jogjakarta, maka  penahanan kepada florence tidak sah,” jelas anggara.

Untuk itu, ICJR menilai, jika penahanan tersebut tanpa penetapan pengadilan maka Florence harus segera dilepaskan dari tahanan dan  Florence memiliki hak untuk mengajukan praperadilan berdasarkan Pasal 77 KUHAP, yaitu mengenai tidak sahnya penahanan yang dilakukan terhadap Florence.

Secara lebih luas, ICJR juga mengingatkan kepada para penyidik yang menggunakan UU ITE agar memperhatikan pasal-pasal mengenai prosedur penahanan dalam UU tersebut karena pasal sering dilupakan oleh penyidik. Dari awal ICJR juga secara konsisten menolak dan  mempertanyakan ancaman pidana dalam  UU ITE yang sangat tinggi yaitu diatas 5 tahun, perlu diketahui bahwa ancaman pidana dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE mencapai 6 tahun penjara.

Ancaman pidana tinggi diatas 5 tahun tersebut secara langsung mengaktifkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP sehingga memberikan celah agar para tersangka dapat dikenai penahanan. Hal ini berbeda dengan pengaturan penghinaan di KUHP yang ancaman pidananya di bawah 5 tahun, sehingga dengan kondisi yang sama tidak perlu dilakukan penahanan.
Tags:

Berita Terkait