Izin Kawin Ingin Dihapuskan
Berita

Izin Kawin Ingin Dihapuskan

Hak orang tua terhadap anak juga bagian dari HAM yang harus dihormati.

Oleh:
CR17
Bacaan 2 Menit
Aktivis LBH APIK, Erna Ratnaningsih. Foto: SGP
Aktivis LBH APIK, Erna Ratnaningsih. Foto: SGP
Revisi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) sudah lama digadang-gadang. Judicial review Undang-Undang ini ke Mahkamah Konstitusi bisa dibaca sebagai bagian dari upaya menggugat substansinya. Lembaga Bantuan Hukum APIK termasuk yang mengusung pentingnya amandemen UUP.

Salah satu tema amandemen yang diusung adalah izin kawin. LBH APIK mengusulkan agar izin orang tua dalam pernikahan yang diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UUP dihapuskan. Pasal ini mengatur setiap anak yang belum mencapai usia 21 tahun harus mendapatkan izin kedua orang tuanya jika hendak melangsungkan perkawinan. Masih menurut UUP, usia minimal perkawinan adalah 16 bagi perempuan dan 19 bagi laki-laki.

Aktivis LBH APIK, Erna Ratnaningsih, berpendapat seharusnya perkawinan lebih didasarkan pada kehendak bersama pasangan yang hendak menikah. Izin orang tua, dalam prakteknya, masih sering disalahgunakan untuk melakukan kawin paksa. Pemaksaan dalam perkawinan bisa terjadi kalau orang tua punya utang kepada orang lain, dan yang punya piutang menginginkan anak tersebut sebagai pembayaran utang. “Anaknya menjadi korban,” tegas Erna, Jum’at (28/8).

Erna kembali menegaskan kehendak kedua calon harus menjadi syarat utama dalam perkawinan. Ketika kedua calon tersebut sudah saling memiliki kehendak dan setuju maka tidak diperlukan izin orang tua agar perkawinan dapat dilakukan. “Pernikahan itu harus berdasarkan kehendak. Kehendak itu bukan hanya secara harfiah saja, tetapi ditanyakan juga apakah mereka benar-benar mau melakukan pernikahan,” ujar Erna.

Erna juga menyinggung standar ganda usia perkawinan. Saat ini Yayasan Kesehatan Perempuan menggugat batas usia perkawinan yang diatur UUP ke Mahkamah Konstitusi. LBH APIK ingin agar standar ganda usia perkawinan dihapuskan, sehingga usia minimal menikah bagi perempuan dan laki-laki sama.

Bagi Erna, izin orang tua justru bisa menyuburkan pernikahan dini karena adanya paksaan. Namun pemerintah cenderung menganggap penentuan batas usia sebagai upaya mencegah pernikahan dini. Namun Erna berharap amandemen UUP bisa mengakhiri perkawinan yang dipaksakan, apalagi terhadap anak yang masih di bawah umur.

Dimintai tanggapan, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Heru Susetyo, mengingatkan izin orang tua dalam perkawinan adalah hal penting. Konsep perkawinan asing yang hendak dibawa ke Indonesia belum tentu bisa sejalan dengan kultur masyarakat Indonesia. “Kita tentu tidak dapat mengenerlisasi hak itu semua sama dan sebangun dengan negara-negara yang punya kultur yang berbeda dengan Indonesia. Menurut saya itu (izin orang tua) tetap diperlukan,” tutur Heru kepada hukumonline.

Pada prinsipnya setiap anak harus menghormati hak orang tua yang telah mengasuh dan membesarkan anaknya. Dalam konteks ini, izin orang tua untuk anaknya di bawah 21 tahun masih dibutuhkan. Izin bisa tak diperlukan jika kondisinya tak memungkinkan untuk memberikan izin. Kasuistis, misalnya pemabuk atau narapidana. Lagipula, dalam praktek, perkawinan tetap bisa berlangsung dengan perantaraan wali hakim.

Heru berpendapat klausula izin orang tua dalam UUP tetap layak dipertahankan. Orang tua punya hak terhadap anaknya yang dijamin oleh perundang-undangan, sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM).  “Kita pun harus menjamin hak-hak ibu yang telah melahirkan anak-anaknya, hak para ayah yang telah membesarkan anaknya. Itu merupakan bagian dari HAM juga,” jelas Heru.

Rumusan baru
LBH APIK tak hanya meminta amandemen, tetapi juga mengajukan tawaran norma baru. Pasal 6 ayat (1) UUP diubah menjadi “Perkawinan harus didasarkan atas kehendak dan persetujuan dari kedua calon mempelai.”

Selain itu akan ditambah ayat atau pasal baru, yang rumusannya: (1) Untuk melangsungkan perkawinan, setiap calon mempelai harus telah mengikuti Kursus Calon Pengantin (Suscatin) yang diadakan oleh lembaga pencatatan  perkawinan; (2)Mengenai Suscatin akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Tags:

Berita Terkait