Sering Dikritik Soal Obral PB dan Remisi, Menkumham Dilema
Berita

Sering Dikritik Soal Obral PB dan Remisi, Menkumham Dilema

Akan menggunakan sistem online agar lebih objektif.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Menkumham, Yasonna H. Laoly. Foto: RES
Menkumham, Yasonna H. Laoly. Foto: RES
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang memberikan pembebasan bersyarat (PB) dan remisi terhadap narapidana kasus korupsi belakangan menjadi sorotan. Tak saja dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), anggota komisi III turut memberikan kritikan yang sama. Hal itu terlontar dari beberapa anggota komisi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kemenkumham di Gedung DPR, Rabu (21/1).

Menkumham Yasonna H Laoly menilai, kritikan publik terkait obral PB dan remisi terhadap narapidana kasus korupsi amat dilematis. Ia menilai kritikan tersebut memang acapkali ditujukan ke kementerian yang dipimpinnya. “Kemenkum HAM selalu dikritik dengan alasan selalu obral remisi khususnya kepada koruptor. Ini dilematis, obral remisi itu sangat menyakitkan,” ujarnya.

Dikatakan Yasonna, lembaganya dalam memberikan hak terpidana sesuai dengan aturan. Misalnya, sepanjang sudah menjalani 2/3 masa hukuman dan berkelakuan baik, maka hak terpidana mendapatkan PB atau remisi dapat diberikan. Menurutnya, kajian PB dan remisi dalam rangka mempercepat agar narapidana keluar dari Lapas. Hal itu pula sebagai bagian dari jalan tengah agar Lapas tidak over kapasitas.

Mantan politisi PDIP itu tak menampik adanya petugas Lapas yang bermain dengan narapidana agar memberikan fasilitas dalam mendapatan PB maupun remisi. Makanya, Ditjen Pas akan membuat terobosan dengan membuat sistem online. Mekanisme sistem online dinilai dapat meminimalisir terjadinya pertemuan antara pemohon remisi dan PB dengan petugas Lapas. Nah, dengan sistem online itulah penilaian terhadap narapidana setidaknya dapat dilakukan secara objektif tanpa adanya upaya kong kalikong, atau permainan.

“PB dituding ada hengky pengky, kita tidak menutup mata ada seperti itu. Tapi kami komitmen untuk melaksanakan pembersihan itu. Jadi sistem online minimalisir kontak langsung antara peminta layanan dengan petugas. Semakin sedikit pertemuan dengan petugas akan meminimalisir adanya permainan,” ujarnya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan (Pas) Handoyo Sudrajat menambahkan penggunaan sistem online memberikan transparansi dan akuntabilitas dalam pemberian hak terpidana. Menurutnya, sistem online menjadi alat menilai kinerja petugas dan objektifitas dalam pengambilan keputusan pemberian remisi dan PB.

“Pembangunan  sistem informasi online memberikan transparnsi dan akutabilitas dalam pemberian hak terpidana,” ujarnya.

Anggota Komisi III Muslim Ayub mengatakan, pemberian pembebasan bersyarat (PB), remisi serta grasi tak lepas dari peran Kemenkumham. Pemberian PB dan remisi semestinya tidak dijadikan ajang pencitraan pemerintah. Menurutnya, pemberian PB dan remisi harus dengan penilaian objektif. Terlebih adanya kong kalikong antara narapidana dengan petugas Lapas.

Anggota Komisi III lainnya, Nasir Djamil berpandangan pemberian PB dan remisi kerap menjadi sorotan publik. Apalagi yang menerima PB dan remisi adalah narapidana koruptor, setidaknya pelaku tindak kejahatan luar biasa. Menurutnya, Peraturan Pemerintah (PP) No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan perlu dievaluasi.

Menurutnya, pemberian PB dan remisi acapkali menjadi biang ujung pemicu bagi narapidana lainnya. Makanya bukan tidak mungkin kerusuhan dan kebakaran di beberapa Lapas buntut dari PP 99/2012. Nasir berpendapat pengetatan PB dan remisi menjadi hak bagi warga binaan di Lapas yang telah memenuhi persyaratan. Namun masih terdapat narapidana yang tidak mendapatkan haknya.

“PP No. 99 Tahun 2012 itu mengkebiri dan sangat tidak manusiawi,” ujarnya.

Anggota Komisi III Junimart Girsang berpandangan pemberian PB sudah diatur dalam PP 99/2012. Ia berpandangan semestinya Kemenkumham tak perlu risau dengan kebijakan pemberian PB dan remisi sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia menilai, kritikan masyarakat atas kebijakan pemberian PB dan remisi terhadap narapidana tak perlu dihiraukan. Soalnya, PB dan remisi merupakan hak terpidana yang mesti diberikan sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam PP No.99 Tahun 2012.

“Kami minta menteri tidak terbelenggu dengan kepentingan-kepentingan lain. Apabila dihubungkan dengan PP No.99 Tahun 2012, Menkumham tidak boleh terpengaruh oleh relawan atau LSM. Seseorang masuk ke Lapas untuk dibina dan kembali ke masyarakat. Remisi dan PB itu hak terpidana dan Kemenkumham harus memberikan itu,” ujar politisi PDIP itu.
Tags:

Berita Terkait