MA Sepakat Rekrutmen Cakim Pakai Sistem CPNS
Berita

MA Sepakat Rekrutmen Cakim Pakai Sistem CPNS

Setelah lulus diklat dan dilantik menjadi hakim statusnya berubah menjadi pejabat negara, bukan lagi sebagai PNS.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Juru Bicara MA, Suhadi (kanan). Foto: Sgp
Juru Bicara MA, Suhadi (kanan). Foto: Sgp
Mahkamah Agung menyetujui usulan pemerintah agar rekrutmen calon hakim (Cakim) utuk sementara menggunakan sistem seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Kebutuhan hakim sudah sangat mendesak karena sudah lima tahun terakhir tidak ada penerimaan calon hakim. Kondisi ini terjadi sejak         (ASN) menyebut aparat sipil negara bisa menjadi pejabat. Persoalannya, UU ASN tidak mengenal nomenklatur calon pejabat negara. “Ini dibutuhkan regulasi lain yang membutuhkan waktu lama,” kata Ridwan.    

MA merasa kekurangan SDM hakim selama ini merugikan pencari keadilan, pelayanan publik menjadi terhambat, dan mempengaruhi sistem promosi-mutasi hakim di tingkat pertama. “Jangan hanya persoalan prosedur mengalahkan esensi yang sesungguhnya,” katanya.

Selama pendidikan calon hakim (CPNS) selama dua tahun harus mendapatkan gaji dan tunjangan sesuai pembiayaan yang berlaku di CPNS. “Toh selama ini, tidak semua calon hakim lulus diusulkan menjadi hakim. Nanti ke depan sambil berjalan, regulasi yang menyangkut rekrutmen hakim sebagai pejabat negara berikut jenjang kariernya tentu dapat disempurnakan,” harapnya.

Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim, Taufiqurrohman Syahuri menilai usulan yang ditawarkan Menpan realistis mengingat kondisi kebutuhan hakim saat ini cukup mendesak. Menurutnya, opsi usulan untuk mengatasi krisis hakim ini bisa diterapkan dan tidak melanggar ketentuan. Setelah lulus pendidikan dan pelatihan (diklat) dan dilantik menjadi hakim statusnya berubah menjadi pejabat negara, bukan lagi sebagai PNS. “Saya kira solusi yang ditawarkan Menpan RB realistis, ketika masih calon (belum hakim) menjadi tanggung jawab pemerintah. Ketika sudah lulus pendidikan hakim menjadi tanggung jawab KY dan MA,” ujar Taufiq.

Selain itu, dalam pendidikan hakim nantinya tetap melibatkan MA dan KY serta perguruan tinggi sebagai wakil dari pemerintah. Dengan begitu, seleksi pengangkatan hakim bisa dimulai melalui rekrutmen CPNS hakim oleh Kemenpan dan RB dengan melibatkan MA dan KY. Seperti yang selama ini dilakukan Kemenkeu dan Pengadilan Tinggi Militer.

Jadi ada tiga lembaga yang terlibat di situ. Jika tidak lulus Diklat Hakim, ia tetap jadi PNS dan dikembalikan ke pemerintah terserah akan ditempatkan di instansi apa,” sarannya.

Sebelumnya, Menpan dan RB Yuddy Chrisnandi mengusulkan agar proses rekrutmen cakim bisa menggunakan jalur seleksi CPNS untuk menutupi kekurangan hakim sekitar 500 hingga 700 hakim di berbagai pengadilan tingkat pertama.  Sebab, jika menunggu terbitnya Perprestentang Pembiayaan Pendidikan Cakim yang lulus seleksi pengangkatan cakim semakin lama.

Pemerintah sendiri menilai hakim menjadi pejabat negara ketika dipastikan setelah lulus pendidikan dan pelatihan hakim selama dua tahun, sehingga akan tunduk pada PPNo. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim. Bagi pemerintah rekrutmen CPNS dibuka terlebih dulu untuk formasi hakim yang jumlahnya sudah ditentukan MA dan KY.

“Makanya, kita minta izin persetujuan KY dan MA untuk menggelar rekrutmen secara mandiri karena hakim ini kan sifatnya khusus. Selama CPNS menjadi urusan pemerintah. Nantinya, kalau sudah lulus CPNS dan pendidikan hakim menjadi urusan MA dan KY,” kata Yuddy usai menggelar rapat dengan jajaran Komisioner Komisi Yudisial (KY) di Gedung KY, Rabu (04/2) kemarin.
peralihan status hakim sebagai PNS menjadi pejabat negara.

“Kalau pakai sistem seleksi CPNS saya kira lebih bagus untuk menyelesaikan permasalahan. MA mendukung,” ujar Juru Bicara MA, Suhadi saat dihubungi hukumonline, Jum’at (06/2).

Suhadi mengatakan rekrutmen cakim dengan sistem seleksi CPNS bisa menjadi jalan keluar persoalan yang terjadi sejak status hakim berubah menjadi pejabat negara berdasarkan UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan UU No. 51 Tahun 2009 tentang PTUN. “Bisa saja selama masa pendidikan itu kan belum menjadi hakim,” kata Suhadi beralasan.

Dia menjelaskan sesuai tiga paket undang-undang di bidang peradilan itu tidak dikenal istilah cakim. Beleid itu hanya menyebutkan proses pengangkatan hakim dilakukan oleh MA dan KY setelah memenuhi syarat-syarat menjadi hakim. “Setelah itu mengikuti pendidikan selama 2,5 tahun untuk bisa diangkat menjadi hakim. Nah, karena tidak ada status cakim kesulitan pembiayaannya karena sebelumnya kita pakai peraturan PNS. Kalau PNS itu kan ada dasar penggajiannya,” katanya.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengaku tidak keberatan jika sementara proses pengangkatan hakim dengan sistem CPNS. Pasalnya, UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Kebutuhan hakim saat ini sudah sangat urgent dan mendesak. Sehingga, seleksi pengangkatan hakim menggunakan sistem CPNS bisa jadi solusi untuk menutupi kekurangan hakim secara bertahap di tiga lingkungan peradilan. Berdasarkan analisis kebutuhan, dibutuhkan sekitar 12.845 hakim. Sementara hakim yang ada saat ini berkisar 7.584 hakim, sehingga kekurangan 5.263 hakim.

“Tahun ini usulan rekrutmen hakim termasuk CPNS dialokasikan untuk 500 hakim dengan anggaran 4,566 miliar. Jangan sampai anggaran MA 2015 itu tidak terserap lagi dan harus dikembalikan seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata dia.
Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait