DPR Sambut Positif Wacana Negara Biayai Parpol
Berita

DPR Sambut Positif Wacana Negara Biayai Parpol

Mendagri perlu bentuk tim bicara konsep dengan Kemenkeu dan aktivis anti korupsi. Setelah itu bicara besaran angka.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Mendagri Tjahjo Kumolo melontarkan ide parpol dibiayai negara. Foto: RES
Mendagri Tjahjo Kumolo melontarkan ide parpol dibiayai negara. Foto: RES
Wacana yang digelontorkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo agar negara membiayai Partai Politik (Parpol) Rp1 triliun setiap tahun mendapat sambutan positif dari kalangan DPR. Langkah Mendagri dalam rangka menyelesaikan akar korupsi yang kian meluas. Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senin (9/3).

“Wacana itu bagus tapi saya tidak mau pak Mendagri pagi-pagi sudah sebut angka,” ujarnya.

Menurutnya, semestinya Mendagri bicara konsep pembiayaan Parpol. Mendagri dapat membentuk tim untuk membahas dengan Kemenkeu dan partisipasi publik dilibatkan. Soal angka, dapat dilakukan pembahasan lebih lanjut sepanjang telah rampung di tataran konsep. Dalam pembahasan konsep, pemerintah dapat mengundang aktivis pemberantasan korupsi. Fahri berpandangan keuangan politik perlu dibuat dalam bentuk regulasi.

Dikatakan Fahri, jika terdapat regulasi maka Parpol dapat menerima pembiayaan negara melalui rekening sah yang diumumkan ke publik. Setelah itu, rekening Parpol diaudit oleh negara secara transparan.
“Jadi regulasi itu untuk mengatur pembiayaan politik. Saya usulkan adanya UU baru pembiayaan politik, itu harus karena hitung-hitungannya harus rigid. Siapa menyumbang apa dan berapa kemudian diaudit,” katanya.

Fahri miris dengan tingkah politisi yang mencari proyek untuk membiayai partai tempat mereka bernaung. Bukan menjadi rahasia, politisi mencari sampingan untuk kepentingan politik. Nah, langkah mencari uang untuk kepentingan politik itulah di mata Fahri berdekatan dengan korupsi. Makanya, DPR kini sedang menggodok sistem pembiayaan konstituen, sistem pembiayaan aspirasi.

“Kenapa, supaya 560 politisi DPR ini mencari uang dengan cara yang diregulasi, dan cara korupsi itu yang kita tekan,” imbuh politisi PKS itu.

Anggota Komisi XI Muhammad Misbakhun mengatakan, jika wacana tersebut diwujudkan dalam bentuk UU melalui mekanisme dan dasar hukum yang kuat, maka menjadi kebijakan yang baik. Menurutnya pemerintah perlu mengatur hal tersebut dengan catatan adanyad dasar hukum.

“Bagi saya itu baik dan akan memecahkan mata rantai bagaimana Parpol membiayai selama ini,” ujarnya melalui sambungan telepon kepada wartawan.

Ia berpandangan wacana dan diwujudkan dalam bentuk aturan bergantung pada implementasi nantinya. Misalnya, menggunakan keuangan negara secara akuntabel dan dilakukan audit oleh Bank Indonesia atawa lembaga lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Yang jelas, harus ada dasar aturan, mekanisme dan dasar. Dan Tjahjo Kumolo tugasnya adalah melakukan pembinaan dalam negeri, termasuk soal parpol,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu itu mengatakan, wacana Mendagri menjadi terobosan bagus yang perlu didukung. Soal besaran nominal pembiayaan Parpol idealnya disesuaikan secara proporsional kemampuan negara dan perolehan kursi Parpol di parlemen. Menurutnya, besaran nominal secara proporsional dinilai wajar sesuai perolehan kursi di parlemen.

Ketua Komisi VI Edi Prabowo berpendapat, jika wacana itu disebabkan untuk mengindari praktik politik uang dan efisiensi biaya demokrasi, merupakan hal wajar. Namun langkah tersbeut mesti dilandasi adanya aturan yang kuat dan jelas. Kendati demikian, Edi enggan berkomentar soal besaran nominal pembiayaan Parpol.

“Saya belu, tahu latar belakangnya apa. Saya belum bisa memutuskan apakah bagus atau tidak,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan terpenting adalah mengefisiensikan perkembangan demokrasi. Termasuk mengefisiensikan politik uang. Pasalnya sejak diberlakukan sistem perolehan suara terbanyak, praktik politik uang kian marak.

“Saya mau pelajari dulu, selama itu (wacana Mendagri, red) baik, kita setuju-setuju saja. Kalau pukul rata sejauh mana partai itu dikasih. Berapa partai yang kita hitung. Pemilu memang ada 12 yang di senayan saja itu diskriminasi, berapa partai di Indonesia,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait