Ini Alasan Perlunya Perppu Sebelum Revisi PP JHT Selesai
Berita

Ini Alasan Perlunya Perppu Sebelum Revisi PP JHT Selesai

Untuk menambahkan pasal dalam UU SJSN agar peserta bisa mengambil dana JHT sebelum masa kepesertaan 10 tahun dan sebelum masuk pensiun.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Aksi buruh terkait BPJS Ketenagakerjaan. Foto: Sgp
Aksi buruh terkait BPJS Ketenagakerjaan. Foto: Sgp
Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar, mengatakan pemerintah perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebelum merevisi PP No. 46 Tahun 2015 tentang JHT. Itu diperlukan agar peserta yang masa kepesertaannya belum mencapai 10 tahun dan belum mencapai usia pensiun bisa mengambil dana JHT.

Pasalnya, dikatakan Indra, Pasal 35 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN mengatur peserta yang bisa menerima dana JHT secara keseluruhan yakni pekerja yang masuk masa pensiun, cacat total tetap atau meninggal dunia. Jika peserta yang bersangkutan tidak memenuhi salah satu dari ketiga kriteria itu maka tidak dapat mencairkan dana JHT yang dimilikinya.

Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, mengamanatkan pemerintah untuk membuat Peraturan pemerintah (PP) yang isinya melaksanakan perintah Undang-Undang. Dalam penjelasan pasal tersebut, PP yang dibentuk untuk melaksanakan perintah atau menjalankan UU itu tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam UU yang bersangkutan.

Jika pemerintah memasukkan ketentuan yang membolehkan peserta mengambil dana JHT karena diputus hubungan kerja (PHK) atau berhenti bekerja sebelum usia pensiun (56 tahun) dan masa kepesertaannya minimal 5 tahun dalam PP JHT maka pemerintah melanggar Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011. “Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah perlu membentuk Perppu yang intinya menambahkan satu pasal dalam UU SJSN,” katanya di Jakarta, Jumat (10/7).

Indra mengusulkan ketentuan yang dimasukan dalam UU SJSN lewat Perppu itu yakni mengatur pekerja yang mengalami PHK atau berhenti bekerja sebelum mencapai usia 56 tahun dengan masa kepesertaan paling rendah 5 tahun dapat menerima dana JHT sekaligus. Kemudian, menyebut ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dengan PP. Jika itu sudah dilakukan maka pemerintah bisa merevisi PP JHT.

Anggota DJSN, Ahmad Ansyori, mengatakan pemerintah perlu merespon sikap masyarakat terhadap peraturan yang mereka terbitkan. DJSN telah memberi masukan kepada pemerintah agar merespon cepat situasi yang berkembang setelah regulasi yang memberi mandat kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk beroperasi penuh sejak 1 Juli 2015 diterbitkan.

Ansyori menjelaskan UU SJSN mengatur pekerja yang masih aktif dapat mengambil dana JHT sebagian jika masa kepesertaannya minimal mencapai 10 tahun. Itu merupakan ketentuan baru dalam pelaksanaan JHT di Indonesia. Dalam peraturan sebelumnya, pekerja bisa mengambil dana JHT kalau dia berhenti bekerja atau PHK. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah mengambil peraturan sebelumnya yang sudah baik ke dalam PP JHT (hasil revisi).

“Memang ada celah dalam regulasi yang baru (PP JHT—red)), maka wajar jika buruh bereaksi. Untuk mengatasi hal itu pemerintah harus meresponnya dengan cepat,” kata Ansyori.

Langkah penting adalah mengatasi kendala yang dialami peserta yang ingin mencairkan JHT. Itu harus berjalan paralel dengan pembenahan regulasi, yakni revisi PP JHT. DJSN melihat ada perkembangan positif dari sikap pemerintah.

Ia mengapresiasi respon cepat Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan. “Kami sudah melakukan monitor di lapangan. Peserta yang mengalami kendala dalam mengajukan klaim sudah dapat ditangani dengan baik,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait