Begini Cara MA Kelola Bantuan dari Donor
Berita

Begini Cara MA Kelola Bantuan dari Donor

Melalui mitra pelaksana proyek. Untuk menghindari isu-isu tentang penggunaan anggaran.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Kantor proyek SUSTAIN yang terletak di gedung MA. Foto: NNP
Kantor proyek SUSTAIN yang terletak di gedung MA. Foto: NNP
Mahkamah Agung (MA) menyambut baik dukungan yang diberikan oleh Uni Eropa senilai 10 Juta Euro. Dalam kerjasama antara MA dengan Uni Eropa ini, ditunjuk sebagai mitra pelaksana proyek SUSTAIN adalah tim dari negara donor, yaitu United Nations Development Programme (UNDP). Proyek SUSTAIN ini ditujukan untuk meningkatkan transparansi, integritas, akuntabilitas peradilan dan kualitas layanan peradilan bagi masyarakat di Indonesia.

Ketua MA Hatta Ali mengatakan, selain mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN), MA juga menerima keuangan dari para donor. Tetapi, anggaran dari donor tersebut tak pernah dikelola MA sendiri. Melainkan, dikelola oleh tim dari negara pendonor atau mitra pelaksana proyek.

“MA menerima keuangan dari para donor, kami tidak pernah melaksanakan sendiri tetapi dilaksanakan oleh tim dari negara donor,” kata Hatta dalam konferensi pers di gedung Sekretariat MA, Jakarta (24/11).

Lebih lanjut, Hatta menegaskan, ketika MA menerima dukungan dari donor, MA tidak ingin menerima dalam bentuk uang. Namun, bantuan yang diterima adalah dalam bentuk proyek. Di mana proyek itu diserahkan ke MA sebagai bentuk kerja sama dengan para donor. “Kami tidak ingin menerima dalam bentuk uang tetapi kami ingin menerima dalam bentuk proyek dan proyek itu diserahkan kepada MA,” tambanhnya.

Menurut Hatta, prinsip seperti itu sudah lama diterapkan MA ketika mendapat dukungan dari para donor. Alasannya, untuk menghindari agar MA tidak terkena isu-isu tentang masalah dalam penggunaan anggaran yang sensitif. Atas dasar itu, MA memberikan sepenuhnya dana tersebut dikelola oleh para donor.

“Jadi sejak dulu memang inilah yang merupakan prinsip dari MA, agar MA jangan sampai terkena adanya isu-isu tentang masalah penggunaan anggaran. Hal ini kita hindari oleh karena itu sepenuhnya dilaksanakan oleh negara donor,” paparnya.

Selain itu, Hatta menambahkan, selama ini MA juga begitu berhati-hati untuk memisahkan antara program-program yang didanai menggunakan APBN dengan program-program MA yang bekerja sama dengan tim dari para donor. Sebagai contoh, kerja sama MA dengan Uni Eropa lewat proyek SUSTAIN.

Dalam proyek ini, MA bersama-sama dengan tim proyek SUSTAIN sejak awal memisahkan dan menetapkan program-program yang mana saja yang didanai oleh APBN dan didanai dari para donor, dalam hal ini Uni Eropa. Tujuannya, agar jangan ada satu program pun yang terjadi duplikasi dalam hal pendanaan.

“Maksudnya supaya jangan ada satu proyek terjadi duplikasi atau dikerjakan oleh MA yang menggunakan APBN dan juga dikerjakan SUSTAIN yang menggunakan keuangan dari Uni Eropa,” imbuhnya.

Dalam program-program tertentu, lanjut Hatta, bisa juga dilakukan penggabungan pendanaan. Misalnya, salah satu program yang dilaksanakan MA didanai APBN. Namun, dana APBN tersebut tidak mencukupi untuk menyelesaikan program tersebut. Solusinya, dilakukan penggabungan pendanaan dari APBN dengan dana yang berasal dari para donor.

“Tetapi kadangkala setiap proyek untuk dibiayai MA sendiri atau dibiayai oleh UNDP itu tidak mencukupi sehingga perlu terjadi adanya penggabungan untuk mencapai suatu proyek yang harus dilaksanakan,” ujarnya.

Sebagai gambaran komitmen kuat dari MA kepada para donor, MA juga memberi kantor sebagai tempat melaksanakan proyek SUSTAIN. “Selamat kepada SUSTAIN dalam menempati kantor barunya dan berharap, anda dapat menghasilkan banyak hal yang monumental dari tempat atau ruangan ini. Dengan ini saya nyatakan kantor proyek SUSTAIN dibuka secara resmi,” katanya.

Duta Besar Uni Eropa Indonesia, Vincent Guerend, mengatakan bahwa Uni Eropa menghargai upaya reformasi yang telah dilakukan oleh Indonesia di sektor peradilan. Menurutnya, proyek SUSTAIN adalah ilustrasi dukungan dari Uni Eropa yang berkelanjutan yang diberikan kepada pemerintah Indonesia untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan serta aturan hukum yang baik.

“Kami percaya bahwa sangatlah penting untuk melanjutkan hasil-hasil positif dari reformasi ini, termasuk mengambil langkah untuk memperkuat independensi sektor peradilan, menjamin akuntabilitas serta pengawasan terhadap lembaga-lembaga peradilan dan menghormati hak-hak kelompok yang rentan seperti perempuan dan anak-anak,” tutup Vincent.
Tags: